Chapter 30🌼

      ALIF baru saja mandi. Entah kenapa siang ini terasa panas. Alif mengeringkan rambut basahnya dengan handuk kecil lalu ia jemur handuk itu di tiang jemuran di kamar mandi.

Alif melukiskan senyum di wajahnya yang manis. Istrinya Azira sedang tertidur di kasur. Azira bilang ingin istirahat karena tubuhnya masih lemas.

Alif melangkahkan kakinya keluar kamar. Ia akan ke kamar Zahra yang ada di lantai dua. Senyumnya tak memudar.

Saat tangan Alif terangkat untuk mengetuk pintu kamar Zahra, sebuah suara menghentikan. Senyum Alif memudar. Tangannya diturunkan kembali. Alif memgernyitkan dahi, bingung.

Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an yang berpadu dalam isakan tangis membuat Alif tidak pikir panjang untuk masuk kamar Zahra.

"Za kamu kenapa?" Alif terlihat khawatir.

Zahra yang melihat kedatangan Alif, segera menghapus air mata yang berderai.

"Sodakallahul 'adzim" Zahra menutup mushaf Al-Qur'annya lalu menyimpannya di nakas.

"Ada apa, mas?" tanya Zahra sambil mendekati posisi Alif.

"Kamu kenapa nangis?" tanya Alif heran.

"Mm, itu. Za terharu aja sama ayat-ayat Al-Qur'an. Gak ada yang lain" Zahra tersenyum tipis. Alif mengangguk mengerti.

"Oh, kirain" Alif malu sendiri karena menyangka Zahra sakit hati karena dia tidak memperhatikan Zahra.

"Kirain apa?" Zahra jadi penasaran.

"Nggak. Kirain kamu sakit lagi" Alif tersenyum tidak enak.

"Oh, mm, okay"

Mereka membeku di posisi masing-masing. Tak ada yang berniat membuka pembicaraan. Mereka hanya menunduk dan memalingkan wajah masing-masing.

"Ah, hm, Za. Saya pamit dulu mau ke lantai bawah, ya" ucap Alif yang diangguki Zahra. Entah kenapa hubungannya dengan Zahra jadi terasa canggung dan tidak seperti dulu.

Alif mengayunkan langkah menuju pos satpam di halaman depan.

Zahra menutup pintu kamarnya sambil menatap sendu. Ia menghembuskan napas berat.

"Harus sampai kapan aku berpura-pura?" ucap Zahra pelan. Ia juga merasakan apa yang Alif rasakan. Ia merasa hubungannya dengan Alif merenggang.

Alif mendekati Iryo untuk menanyakan sesuatu yang dirasa penting.

"Pak Iryo!" panggil Alif. Iryo ang mengetahui tuannya telah berdiri di sampingnya, langsung berdiri.

"Ada apa, tuan?" tanya Iryo

"Saat di hari pernikahan saya, apa saat malam ada yang datang kesini?" tanya Alif serius. Iryo mengingat-ingat. Ia mengumpulkan kepingan-kepingan ingatan.

"Oh iya, tuan. Waktu Pak Ulo pergi untuk nganter baju tuan, ada seorang..." Iryo menjeda perkataannya. Ia berusaha merangkai ciri-ciri yang benar.

"Seorang siapa?" desak Alif.

"Seorang ibu-ibu. Pakaiannya sih kayak orang kaya, tapi sombong, tuan. Dia juga judes"

Alif mengernyit. "Sombong?"

"Iya, sombong, tuan. Pas ditanya mau ke siapa, dia malah nyelonong masuk. Pas saya larang dia masuk, dia malah ancam saya buat dilaporin ke tuan dan saya akan dipecat."

Mata Alif membulat. Ia sekarang bisa menarik sebuah kesimpulan tentang memar-memar di wajah Zahra.

"Terus apa lagi pak?" Alif mendesak.

"Terus pas saya mau nyusul, dia malah ancam saya lagi. Katanya jangan mengikuti dia. Dia itu ibunya Nona Zahra"

Tepat sekali!, ucap Alif dalam hati.

"Saya hanya diam di depan teras. Lalu saya dengar teriakan-teriakan dari ibu-ibu itu dan suara tangisan terdengar teredan teriakan itu. Nona Zahra juga berbicara sesuatu, tapi saya gak bisa dengar dengan jelas" sambung Iryo.

Kini Alif menemukan titik terang dari rahasia Zahra. "Ya udah. Makasih, Pak Iryo"

"Sama-sama, tuan"

Alif langsung mengayunkan langkah menuju kamar Zahra untuk mengintrogasinya.

"Zahra"

Zahra yang sedang membaca buku di tepian kasur, langsung menutup buku yang ia baca lalu meletakan di kasurnya. Ia berdiri menghadap Alif.

"Ada apa, mas?" Alif berjalan mendekati Zahra tanpa menutup pintu kamar Zahra.

"Kamu harus jujur sama saya" ucap Alif. Zahra mengernyit bingung.

"Jujur apa, mas?" tanya Zahra mengungkapkam kebingungannya.

"Kami terluka gara-gara ibu, kan?"

Deg!

Wajah Zahra menjadi merah padam. Rahasia yang ia tutupi kini menguap ke permukaan.

"Ng-ngak kok, mas" Zahra menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Zahra, saya bilang jawab yang jujur" ucap Alif begitu tegas.

"Okay, kalo kamu gak mau jawab pertanyaan saya dengan jujur. Tapi, saya udah tau semuanya. Ibu pasti melakukan hal kasar sama kamu kan? Apa alasan ibu menganiaya kamu, Za?"

Mengingat hal itu membuat Zahra terisak kecil. Betapa ibu tiri Zahra membenci dirinya.

"Za?" Alif mendengar sebuah isakan kecil terdengar dari bibir Zahra.

Alif menarik dagu Zahra agar wajah Zahra menatapnya. Deraian air mata terlihat dari pelupuk mata Zahra.

"Ya Allah, Zahra.." ucap Alif khawatir.

"Ma-maafin Za mas karena Za gak bisa cerita yang sebenarnya. Za gak bisa cerita" Alif pun merasa simpati melihat Zahra menangis mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pasti membekas di memori otak Zahra. Zahra pasti trauma.

Alif menarik Zahra dalam pelukannya. Dalam pelukan hangat itu, Zahra menumpahkan air matanya mengingat kejadian memilukan itu.

Bersamaan dengan air mata Zahra yang jatuh, air mata seorang perempuan juga jatuh karena merasakan sebuah rasa sesak yang dinamakan kecemburuan.

🌼

Assalamu'alaikum

Widih! Perasaan makin kesini makin lebay, ya😥. Afwan deh kalo kalian merasa cerita ini begitu lebay.

Diperkirakan cerita ini akan tamat hingga chapter antara 45-55 chapter deh. Ini hanya perkiraan!! Belum pasti karena aku juga masih merangkai alurnya.

VOMENT dulu atuh biar gak panik😅

Tania Ridabani.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top