Penolakan

Semakin mendekat Brian semakin melihat kecantikan Zakia yang terlampau menyejukkan jiwanya. Apalagi saat itu Zakia terlihat sangat seksi dengan hot pants yang tenggelam oleh kaos atasan oblong yang dikenakannya. Terlihat sangat imut dan menggemaskan.

Brian terperangah, gadis itu tak perlu memakai gaun kekurangan bahan hanya untuk menarik perhatiannya. Bahkan dengan penampilan rumahan ala kadarnya, fashion paling nyaman bagi Zakia saja sudah mampu membuat bagian bawah Brian serasa berdenyut, meronta meminta kebebasannya. Namun kedatangan Brian ke sini bukanlah mengagumi kecantikan alami dari seorang Zakia Edelweiss, dia datang ke sana untuk bernegosiasi, mencari keuntungan dalam kerugian perusahaannya.

Zakia menatap kedua lelaki di depannya dengan tatapan bingung. Mereka sangat asing, tidak pernah Zakia temui sebelumnya. Zakia mengerutkan keningnya, berusaha mencari ingatan tentang kedua lelaki itu.

"Maaf, Anda berdua mencari siapa ya?" tanya Zakia dengan suara serak.

Ya Tuhan, Brian rasanya ingin melumat habis bibir Zakia ketika gadis itu membuka mulutnya. Setiap pergerakan bibir Zakia nampak sensual di mata Brian. Lelaki itu menelan salivanya dalam-dalam, berusaha menghilangkan pikiran buruk dari kepalanya.

Saat itu Hafif memperkenalkan diri sekaligus memberitahukan maksud kedatangannya.

"Perkenalkan saya Hanif asisten pribadi tuan Brian, CEO AG-Group," ucap Hafif memperkenalkan dirinya dan Brian kepada Zakia.

Terdapat kilat keterkejutan di mata Zakia. AG-Group adalah perusahaan tempat di mana ayahnya bekerja. Dan karena itulah ayahnya kini mendekam di penjara.

"Beliau ini CEO AG-Group, sekaligus ownernya," jelas Hafif tanpa mengurangi kesopanannya terhadap Zakia.

Brian terus mengamati segala perubahan ekspresi wajah Zakia. Bibirnya terangkat, membentukan lengkungan tanpa dia sadari.

"Maaf, tapi ayah saya-"

"Maksud kedatanganku ke mari bukan untuk mencari keberadaan ayahmu. Dia sudah mendekam di balik jerusi besi. Justru kedatanganku ke mari untuk menemui dirimu," kata Brian membuka mulutnya.

Zakia menatap Brian, mata mereka saling beradu satu sama lain. Zakia menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan kebingungan.

"Bertemu dengan saya, Pak? Memangnya ada apa?" tanya Zakia kepada Brian.

Lelaki itu melangkah masuk ke dalam rumah Zakia, membuat pemiliknya berjalan di belakangnya untuk menghentikan ketidaksopanan yang sudah Brian lakukan di rumahnya.

"Berhenti, Anda masuk ke rumah orang tanpa izin pemiliknya!" tegur Zakia berjalan menghampiri Brian.

Brian menghentikan langkahnya hingga Zakia menabrak punggung lelaki itu yang berhenti mendadak. Brian menatap Zakia, terkekeh pelan seperti mengejek.

"Rumah orang? Rumah ini beserta isinya dan juga mobil serta tabungan ayahmu tidak mampu menutup kerugian perusahaanku," ujar Brian menatap Zakia meremehkan.

"Memangnya berapa uang yang dibawa ayahku?" tanya Zakia penasaran.

"Dua milliard rupiah, itulah alasan mengapa aku datang ke mari untuk menyita rumah dan seluruh isinya. Termasuk dengan dirimu, seseorang yang menjadi isi rumah ini," kata Brian membuat Zakia waspada.

Apa maksud Brian mengatakan hal itu kepada dirinya. Tidak mungkin Brian menghargainya dengan uang. Di Indonesia perdagangan manusia bukanlah hal yang wajar.

"Apa maksud Anda?"

"Sepertinya kamu bukan lagi remaja labil yang tidak bisa mencerna perkataanku. Dilihat dari ... emm ukuran payudaramu, kamu cukup dewasa," kekeh Brian menatap gundukan gunung kembar milik Zakia.

Zakia mengumpat. "Pergi dari rumahku sekarang juga, atau aku akan berteriak kalian ini orang jahat yang mau maling di rumahku?" ancam Zakia penuh kemarahan.

"Maksud kedatangan kami adalah untuk menyita seluruh asset yang dimiliki Pak Sandy. Silahkan tinggalkan tempat ini." Hanif berucap.

Zakia menggelengkan kepalanya. Ini adalah rumah orang tuanya yang mereka bangun dengan perjuangan. Enak sekali Brian dan Hafif datang lalu mengatakan ingin menyita rumah ini.

"Maka bawakan surat sitaannya kepadaku!" sahut Zakia kembali menantang.

Luar biasa. Selain dia gadis cantik, Zakia juga gadis yang kritis dan memiliki kepintaran dalam menyikapi suatu kebiasaan. Brian tidak merasa heran karena Zakia sering kali mengikuti kegiatan organisasi dan juga sering mengikuti debat publik antar mahasiswa di fakultasnya.

"Ini untuk kebaikan semuanya cepat tinggalkan rumah ini beserta propertinya sebelum bos saya tambah murka," jelas Hanif.

"Aku tidak perduli. Pergi ku bilang! Cepat tinggalkan tempat ini sekarang." Zakia semakin mengeraskan suaranya.

'Wah berani sekali seperti singa betina, aku semakin menginginkannya,' batin Brian.

"Kau sedang sakit?" tanya Brian ketika mengamati wajah Zakia yang kini terlihat sangat pucat.

"Itu bukan urusanmu, segera pergi dari rumahku sekarang juga!" teriak Zakia mulai kehilangan kesabarannya.

Brian menatap Zakia, tangannya terulur ke depan menyentuh kening gadis bersurai hitam legam sebatas punggungnya. Suhu tubuh Zakia sangat tinggi, pantas saja wajahnya pucat dan keningnya mengeluarkan keringat dingin.

"Kamu harus ikut denganku!" ucap Brian, bukan pertanyaan. Melainkan pernyataan yang mana harus Zakia ikuti perkataannya.

Lelaki di depannya itu tidak menerima bantahan, apalagi penolakan. Seumur hidupnya, apa yang dia inginkan harus dia dapatkan apapun yang akan terjadi ke depannya.

"Aku bisa saja membuat papamu dipenjara seumur hidup, sesederhana menjentikkan jari. Jika kamu gadis yang cerdas dan berbakti kepada orang tua, harusnya kamu tahu apa yang harus kamu lakukan," bisik Brian langsung di telinga Zakia.

Bulu halus di tengkuk Zakia mulai meremang, helaan napas dari Brian menyapu hangat leher jenjangnya. Gadis itu refleks mundur menjauhi Brian.

"Aku mohon, pergi dari sini. Sekarang juga!"

Sebagai seorang player, Brian selalu bisa membuat wanita manapun dibuat tidak berkutik dengan kekuasaannya. Bukan karena kharismatik atau hal lainnya yang membuat seorang lelaki mempunyai daya tarik. Tapi semua itu dilakukannya dengan siasat licik, Brian hanya terobsesi dengan apa yang ingin dia miliki.

Naasnya, Brian kini menginginkan Zakia. Lelaki itu sepertinya tidak akan pernah melepaskan Zakia sebelum niat bulusnya tersampaikan dengan baik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top