Menggerogoti Iman
Napas gadis berperawakan tinggi langsing itu tersengal-sengal usai beberapa kali menahan dirinya agar tidak berteriak di kedua lelaki sinting yang tanpa sopannya menerobos masuk ke dalam rumahnya. Zakia tidak mengerti, mengapa mereka datang dan menakut-nakuti dirinya perihal penyitaan rumah keluarganya. Sedangkan kedua lelaki itu datang tanpa membawa surat sita dari pengadilan yang berwenang di kota itu.
Zakia mengelap keringat dingin yang bercucur di dahinya. Dia membuang wajahnya acuh karena enggan bersitatap dengan manik mata berwarna coklat terang di depannya. Hafif berusaha mencari cara untuk mencairkan ketegangan yang terjadi antara bosnya dengan Zakia.
"Nona Zakia, cepat atau lambat Anda akan pergi dari rumah ini. Maka lebih baik jika Anda dan Pak Brian membicarakan kesepakatan bersama," kata Hafif kepada Zakia.
Zakia menatap Hafif, memandangnya dengan tatapan apakah kau gila? Mengapa Zakia harus membicarakan kesepakatan dengan iblis berwajah tampan seperti Brian? Tampan, eh?
"Jika kamu tidak mau menuruti keinginanku, maka jangan salahkan aku jika ayahmu akan membusuk di penjara hingga ajal menjemputnya," kata Brian memainkan helai demi helai rambut panjang Zakia.
Gadis itu menghempaskan tangan Brian, matanya menyala menatap tidak suka atas kelancangan Brian dengan berani menyentuh bagian tubuhnya meskipun itu hanya helaian rambut.
"Jangan menyentuhku, atau aku patahkan tanganmu!" peringat Zakia tanpa merasa takut sedikitpun kepada Brian.
Brian malah tertawa mengejek, lelaki itu melangkahkan kakinya ke depan. Semakin mendekati di mana Zakia berdiri, mengikis jarak di antara keduanya. Brian menggelengkan kepalanya saking takjubnya dia atas keberanian Zakia di depannya. Bahkan semua karyawan dan para pegawai yang bekerja di bawah kekuasaan Brian tidak ada yang berani melawan Brian. Lelaki itu terlalu menyeramkan dan kejam ketika mengutarakan keinginannya.
"Hafif keluarkan semua barang-barang gadis ini dari rumahku. Sekarang rumah ini akan menjadi rumahku. Pastikan tidak ada yang tertinggal di sini," ucap Brian memberi perintahnya kepada Hafif.
Hafif mengangguk, dia mulai berjalan menuju kamar yang letaknya berada di samping tangga berkelok yang sepertinya menjadi kamar utama di rumah minimalis berlantai dua tersebut. Zakia berusaha mencegah Hafif, tapi tangannya lebih cepat dicekal oleh Brian. Kedua mata itu saling beradu, saling menilai satu sama lain.
Di bawah cahaya lampu ruang tengah, Brian mampu melihat jelas bagaimana wajah ayu Zakia tercipta tanpa cela sedikitpun di sana. Rasanya Brian semakin ingin memiliki Zakia untuk menjadi penghangat ranjangnya pada suatu malam nanti.
"Kalau kamu tidak mau menjadi gelandangan, ganti bajumu, dan kemasi barang-barangmu. Kamu harus melakukan sesuatu untuk ayahmu yang kini menunggu bergulirnya kasus hingga ke pengadilan."
Brian mendekatkan bibirnya di telinga Zakia, menarik pinggul Zakia hingga tubuh gadis itu jatuh dalam dekapannya.
"Sekali berkas perkara dilempar ke kejaksaan, maka tidak ada kesempatan ayahmu itu bisa menghirup udara luar lagi. Dia akan membusuk di penjara," bisik Brian sengaja menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Berengsek, kaki Zakia serasa lemas seketika. Brian meniup tengkuknya hingga bulu kuduk Zakia meremang seketika. Belum lagi ancaman yang keluar dari mulut Brian membuat dadanya bergetar hebat. Bagaimana ayahnya nanti akan melewati masa tuanya di dalam penjara? Tidak bisakah Zakia menolong lelaki itu?
Satu kali hentakan, Brian sudah lebih dulu membopong tubuh Zakia keluar dari rumah.
"Hafif, kunci rumahnya dan segera kau keluar!" teriak Brian memberikan perintahnya.
Zakia memberontak, dia memukul dada bidang Brian namun tidak mendapatkan apapun. Brian seperti kebas, mati rasa, lelaki itu tak menunjukkan reaksi apapun atas usaha Zakia dalam melepaskan dirinya dari kungkungan seorang Brian Agler.
"Lepaskan aku! Lepas!" teriak Zakia memberontak.
Brian menurunkan Zakia tepat di samping pintu mobil. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Brian membukakan pintu seorang gadis.
"Kamu yang akan memilih, pergi dari rumah ini sekarang juga, atau masuk ke dalam mobil dan ayahmu akan bebas," ucap Brian memberikan Zakia pilihan.
Zakia menatap pintu rumahnya yang kini telah dikunci oleh Hafif dari luar. Bodohnya Zakia dia menempelkan kunci pada pintu setiap harinya. Bagaimana ini, jika dia pergi maka dia tidak akan bisa masuk ke dalam rumah dan dia hanya akan menjadi anak yang menyusahkan orang tuanya saja. Zakia mencuri pandang ke arah Brian, raut wajah lelaki nampak serius.
Semua yang keluar dari mulut Brian sama sekali tidak menunjukkan lelaki itu tengah bercanda terhadap dirinya. Sudahlah, kalaupun dia akan mati dibunuh Brian mungkin semuanya telah menjadi suratan takdir dari dirinya. Yang terpenting sekarang adalah menolong ayahnya agar segera keluar dari penjara.
Zakia masuk ke dalam mobil, Brian menyunggingkan senyum bahagianya atas pilihan Zakia. Lelaki itu berjalan mengitari mobil, dan duduk di samping Zakia. Tidak berapa lama Hafif masuk ke dalam mobil usai memastikan pagar rumah Zakia telah tertutup rapat.
"Maaf, Pak. Sekarang kita menuju ke mana?" tanya Hafif.
"Kita ke rumahku, akan aku pastikan gadis pemberontak di sampingku ini tidak bisa melarikan diri," jawab Brian, suaranya begitu tegas hingga membuat Zakia merinding.
Mobil mewah itu telah melaju membelah jalanan Kota Jakarta. Hafif menyalakan radio dengan volume rendah, mengisi keheningan di dalam mobil. Sedangkan di bangku belakang, Zakia sibuk menurunkan kain hot pants yang kini dia kenakan. Sialan memang saat Brian memaksanya keluar dari rumah tanpa memberikannya waktu untuk berganti baju. Zakia meletakkan tangannya di atas paha, berusaha menutupi separuh dari pahanya yang kini terekspose secara bebas.
Brian mencoba menahan dirinya, dia memalingkan wajahnya ke luar jendela. Brian tidak ingin pemandangan yang tersaji di sampingnya membuat kewarasannya lenyap lalu mensetubuhi Zakia di dalam mobil itu. Sialan, Brian harus mati-matian menahan denyutan di batang kejantanannya yang meminta dipertemukan dengan lawan mainnya.
Tanpa sadar Brian menggeram, membuat Zakia dan Hafif menoleh kompak ke arah lelaki itu.
"Maaf, Pak?" tanya Hafif, takut kalau Brian berbicara atau mengkode dirinya namun dirinya tidak menangkapnya.
"Maaf-maaf, menyetir saja sana yang becus!" jawab Brian dengan ketus.
Sedangkan Zakia di sampingnya hanya menatap Brian bingung. Selama dua puluh dua tahun hidup di Indonesia. Baru kali ini Zakia menemukan lelaki sekasar dan semenakutkan Brian. Zakia harus mempersiapkan diri jika nantinya dia akan diremukkan secara paksa oleh mantan atasan dari ayahnya.
Brian membuka jendela mobilnya, membuat hawa di dalam mobil semakin dingin. Tubuh Brian begitu panas, namun berbeda dengan Zakia yang kini mulai kedinginan.
"Pak, saya sedang tidak enak badan. Bisa tutup jendelanya?" pinta Zakia sudah tidak tahan.
"Diam kamu! Salah sendiri memakai pakaian kurang bahan seperti itu!" bentak Brian menunjuk separuh paha Zakia yang kini mulai menggerogoti imannya sebagai lelaki dewasa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top