Nangis: Elektron yang Hilang di Orbital S

NANGIS
Starred by:
—Sherin & Hana—
[Mikroba VS Makrofag]

"Sherin, main ke mal, yuk!"

"Ih, ih, ih, ada seblak jumbo yang diskon, Sher, di Kedai Mang Dod!"

"Omg, Sherin! Ada menu baru di Kafe Yakemizu!"

"Mi ayam Mang Dod buka cabang di Cilolohan, tahu!"

"Sher, Sher, nongkrong di kafe yang baru buka di Jalan Sutsen itu, yuk!"

Kalau diteliti menggunakan pendekatan kualitatif, dapat ditarik kesimpulan bahwa sembilan dari sepuluh ajakan Hana ditanggapi dengan anggukan dan senyuman kaku dari Sherin. Sisanya bagaimana? Masih tersenyum kaku bak upil yang kering, Sherin hanya bisa terkekeh untuk membuat atmosfer sekitar terdengar jadi semenyenangkan mungkin. Sayangnya, suara sumbang Sherin justru bikin lawan bicaranya tambah keki. "Maaf, ya, Na, aku enggak bisa ikut main, nih, kali ini ...."

"Kok gitu, sih?" Hana menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Aku udah effort banget, lho, sampe nyamperin kamu ke rumah. Udah siap banget buat berburu spot foto yang estetik-estetik di sana! Masa kamu enggak mau, sih ... enggak usah cengengesan, deh! Aku lagi serius."

Lha, ngamuk. Memangnya siapa yang enggak serius? Orang Sherin cengar-cengir biar Hana enggak terlalu tersinggung, kok. Maunya dijutekin balik apa, ya? Ha! Siapa takut? Jelas Sherin-lah! Mana mungkin dia enggak takut kalau Hana bakalan sakit hati sama penolakan dia. "Aku mau beresin dulu tugas biologi kemarin, Na, biar weekend-ku enggak terkuras bangetlah energinya. Kamu, kan, tahu aku ini introvert akut, sekalinya main keluar dan ketemu banyak orang, belum tentu aku masih punya energi buat ngerjain ini-itu pas pulang nanti."

"Ah, kamu tuh emang enggak asik! Nolep, introvert, nolep, introvert ... peduli amat, kalau enggak mau main ya, bilang enggak mau aja! Padahal kamu enggak akan punya teman, tahu, kalau enggak ada aku yang baik hati nemenin kamu selama tahun-tahun suram kamu yang ...."

"Cukup." Cengiran Sherin sempurna bertransformasi jadi menukik ke bawah. Ia mengeraskan rahang. Sherin tak tahan lagi dengan semua ini. "Aku enggak suka setiap kali kamu ngungkit-ngungkit itu lagi, Hana. Aku tahu. Aku tahu banget kalau aku emang berutang jasa sama kamu. You're my very first friend, orang pertama yang bantu aku buat bisa mengenal dunia luar lebih baik. Aku akui. Dengan segala kenyataan itu, rasanya emang enggak pantes kalau aku nolak ajakan kamu. But I still have my own priority scale. Aku enggak bisa terus-terusan put you first but put me later anytime. Lama-lama jadi capek, tahu, Na ... maaf kalo kata-kata aku nyakitin kamu dan bikin kamu nyesel karena udah nemenin masa-masa titik terendah hidupku. Jujur, sampai sekarang pun it still means a lot for me. Thanks! Aku pengin balas jasa kamu sebisaku, tapi enggak dengan iya-in semua mau kamu yang enggak sesuai sama apa mau aku. Aku berhak buat itu, kan, Na?"

Turunlah keheningan yang cukup lama. Hana mengisinya dengan anggukan lambat-lambat, seakan berusaha mencerna semua itu sebaik mungkin. Demi mendapati tatapan tajamnya yang tampak melunak, Sherin kira Hana akan mengerti maksud dari kalimatnya. Namun, perkiraan hanyalah perkiraan. Hana menarik salah satu sudut bibirnya. "Oke ... sebenarnya tanpa aku pun kamu udah punya Algis, 'kan? I'm not really that important in your life, Sher. Itu yang harus kamu akui. Look at you now! Kamu udah punya banyak teman yang jelas lebih baik dari aku. Dulu aku merasa jadi pahlawan karena enggak ada orang yang mau temenan sama kamu selain aku. Tapi sekarang? Aku malah ketar-ketir takut kamu lupa sama aku, sampai maksa biar aku bisa jadi prioritas utama kamu. Right. You have your own life. Me too. So, I think ... mending kita potong aja irisan di antara himpunan dunia kita yang berbeda ini. I bet, we're already come to an end."

"Na, enggak gitu. I'm still here. I just didn't want you to force your choice without considering my perspective. Enggak main beberapa hari sama kamu enggak berarti kita berhenti temenan, 'kan? You're too precious buat aku hilangkan dari hidup aku ... hanya karena hal seremeh itu."

"Whatever, whatever, bla-bla-bla. Aku pamit."

Detik berikutnya, Hana lari ke arah sepeda motornya dan keluar dari kawasan rumah Sherin tanpa bisa dicegah. Sudut hati Sherin berdenyut nyeri. Ini pertama kalinya ia terus terang mengenai ketidaksenangannya pada sikap Hana. Sebagai orang enggak enakan, ini jelas kemajuan besar! Rasa bersalah menggelayut di netra cokelat terangnya. Demi ketenangan batin, Sherin melirik coretan di buku hariannya yang menjadi motivasi dia untuk melakukan semua ini.

Iya. Aku ini orbital s. Kadang memang perlu kehilangan satu elektron agar tatanan konfigurasi tetap stabil. Dan mungkin, elektron itu adalah diriku yang selalu memaksakan diri untuk mengiakan semua ajakan Hana.

Rill part ini berasa drama bgt, hwhw:3 tapiii menurutku hal-hal kayak gini cukup banyak terjadiii di kehidupan sehari-hari. Btw ada yang bertanya-tanya gaa, Sherin sama Hana ini anak aku yang mana? (Pengen bgt ditanyain ya bang) Betul! Cerita Mikroba VS Makrofag ini masih mengudara di KaryaKarsa, belum aku aplot di Wattpad, xixi. Stay tune aj yh!>.<

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top