DUA: How Are You Today?
"Hello, my lovely wallflowers! Hari Jumat jam 7 malam, waktunya Miss Kika kembali untuk melanjutkan cerita minggu lalu buat kalian. Gimana, gimana, ada yang udah cek web kami? Transkrip siniar minggu lalu udah diunggah sama Bu Isha ya, anak-anak. Bilang apa ke Bu Isha? Pinter! Halaman profil para moderator juga udah diperbarui, jadi buat yang mau kenalan sama masing-masing momod, bisa cek di sana, ada tautan ke akun Instantgram masing-masing juga, meski beberapa ada yang akunnya digembok. Soalnya, nama mereka nanti bakal sering muncul juga, jadi lebih baik kenalan dulu.
"Wah, ada yang titip salam buat Bunda Ello. Makasih ya, user littlestar nanti Miss Kika sampaikan ke bunda kita semua, ya. Sekarang dia di mana? ... Bunda lagi di dapur, Nak, croissant-nya bentar lagi udah harus diangkat. Enak lho, kue-kue buatan dia wangi dan enggak terlalu manis, jadi nggak perlu khawatir kadar gula kalian bakal meningkat drastis kalau jajan di sini. Tapi kalau tiap hari dateng atau sekali makan lima potong kue ya susah juga. Kalau cuma sesekali doang boleh lah. Ini aja meski aku tiap minggu nongkrong di sini, tapi aku enggak makan kuenya lebih dari satu potong.
"Alamat kafe? Jalan Urip Sumoharjo nomor 133, nanti di depan ada tulisannya Timeless Joy pakai neon box warna pastel, nah itu tempatnya. Dateng hari Jumat? Boleh-boleh aja sih, tapi kalian mungkin nggak bisa ketemu sama kami secara lengkap, karena aku rekamannya di ruangan lain bukan di dalam kafenya biar nggak berisik, dan biasanya cuma ada aku, Captain Wallflower, sama Ibu Isha aja. Sambil nunggu kalian ngumpul, aku mau baca forum dikit, ya ... soalnya aku lagi banyak kerjaan seminggu belakangan.
"Hmm, bentar, bentar. Ini siapa yang mulai nyebar hoax kalau aku pacaran sama Toma? Wallflower Blooming ini kayak bayi, nggak bisa ditinggal sebentar. Aku kemarin memang bilang kalau Toma cinta pertamaku, tapi bukan berarti kami pacaran. Aku sama Toma bisa dibilang secret admirer kali, ya? Akunya naksir, Tomanya enggak. Ha ha ha, setidaknya ini menurutku aja sih, soalnya selama kami dekat, dia cuma memperlakukan aku kayak imoto, dianggepnya adik doang aku mah.
"Jadi, buat kalian yang saat ini cuma bisa mengagumi seseorang dari jauh, kalian nggak sendirian. Di eraku, mungkin juga di era mama kalian dan ibuku, yang seperti ini udah eksis kok, jadi jangan khawatir wahai gadis-gadis belia. Mumpung kalian masih muda juga, jadi manfaatkan waktu kalian buat menentukan kriteria idaman, jangan buru-buru memilih. Bahkan menurutku, kalau aku nggak kenal Toma, mungkin aku nggak akan punya standar tinggi soal cowok di masa depan.
"Kalian mungkin sulit percaya, Toma memang sebaik itu. Bener-bener cowok yang keluar dari manga. Dream come true banget, makanya aku sampai nggak berani menaruh harapan lebih ke Toma. Dan sepertinya Toma pun merasa kalau ... entah aku terlalu muda buat dia, atau aku bukan seseorang yang dia cari, jadi nggak ada tuh ceritanya dikasih harapan palsu sama Toma. Sejak awal, aku udah optimis kalau nggak ada harapan sama Toma, jadi cuma bisa mengagumi dari jauh aja.
"'Ceritanya dari awal dong Kak', 'Sepotong-sepotong doang nggak seru', ih, kok kalian ngetik kayak gitu sih? Aku jadi sedih lho, hiks.
"Ha ha, ampun Captain. Kepalaku digetok ges, soalnya dia geram lihat mukaku sok imut. Serius nih, kalian mau dengerin aku cerita soal pertemuanku sama Toma sampai sekarang? Ini bakal lumayan panjang lho. Mungkin bisa sampai 780 episode juga nggak bakal—aduh! Aku digetok lagi sama Captain. Kedengeran nggak suaranya di mic?
"'Kakak masih kontakan sama Toma nggak?' Enggak kok, sekarang sih hubunganku sama Toma bisa dibilang lost contact. Terakhir banget aku tahu kabarnya tahun 2015, waktu aku liburan ke Jepang dan main ke kotanya, tapi nggak ketemu sama Toma. Sepulangnya dari sana ya udah sih, pulang dari situ aku udah ngerasa makin ikhlas dan legawa aja.
"'Hah, cegil, disusulin sampai Jepang, Kak?' Ha ha ha, aku suka nih komentar kayak gini. Kan sudah kubilang aku tipe orang yang mencintai dengan ugal-ugalan, jadi ya gitu. Aku rela nabung demi bisa ke Jepang setelah dapat kerja, karena aku butuh closure buat bisa move on dari Toma. Tapi dengan aku cerita ke kalian, bukanya aku move on malah jadi keinget lagi ini mah. Tapi seriusan, ini panjang banget lho, ceritanya. Nanti kalau kepanjangan, kalian bosen nggak?
"Oke, kalau kalian emang penasaran. Aku mau memulai cerita ini dari H-beberapa jam sebelum aku diseret temen sekelasku Sandhy dan Linda ke warnet dekat sekolah, lalu berkesempatan buat kenalan sama Toma. Waktu itu aku belum sekelas sama Captain ya, jadi kami belum berteman akrab. Aku udah sekelas sama Isha sih, tapi kita berada di lingkaran pertemanan yang berbeda. Dia masuk golongan anak ambis, sedangkan aku anak mabal.
"Jadi, dulu waktu aku masih SMA, tiap hari Jumat kan memang jadwal pulangnya lebih awal, jam 11 siang, karena cowok-cowoknya pada jumatan. Tapi hari itu ada kunjungan dari pihak penyelenggara OSN yang rencananya mau pakai gedung sekolah kami buat tempat seleksi lomba, jadi kami pulang jam 9 pagi. Bayangin deh, masuk sekolah jam tujuh kurang lima belas, pulang jam 9. Enak banget nggak tuh? Di zaman kalian masih ada nggak yang kayak gini?
"Lalu, karena jam segitu masih pagi banget buat pulang ke rumah, teman sebangkuku Sandhy sok-sokan ngide buat nongkrong di warnet dekat sekolah. Jaraknya deket banget, jalan kaki lima menit aja sampai. Jadilah aku, Sandhy dan Linda yang duduk di belakang kami ke warnet pagi itu. Sebenernya teman sebangku Linda yang namanya Sukma mau ikutan juga, tapi dia dipanggil sama temen-temennya anak marching band buat latihan karena mau lomba, jadi kami cuma bertiga.
"Waktu itu uang jajanku sehari cuma sepuluh ribu rupiah, dan biaya sewa perjamnya tiga ribu. Karena nggak jajan di kantin, jadi uangku masih utuh. Kupikir sejam-dua jam aja udah cukup, jadilah aku memutuskan buat sewa sendiri, sementara Sandhy dan Linda pakai satu komputer berdua. Awalnya aku cuma pakai buat berselancar biasa aja buat main Friendster—eh, masih ada nggak ya situs ini? Ada yang tahu? Kalau udah main Friendster tuh nyandu banget tahu. Jadi kita bisa ganti-ganti background, bisa dikasih musik, bisa posting blog juga. Apalagi pas udah sibuk berburu background Friendster, udah lupa waktu deh. Terus, pas aku ngelirik ke sebelah, si Sandhy sama Linda udah cekikikan sendiri karena mereka ngobrol sama bule di MiRC dengan bahasa Inggris yang ala kadarnya. Ini dialog yang aku bakal omongin seingetnya aku aja ya, enggak persis sama kayak gini.
''Kalian ngapain? Kok seru banget kelihatannya.', aku nanya.
"Si Sandhy cekikikan, 'Lihat nih, aku kenalan sama cowok Jerman.'
"Waktu itu, rasa penasaranku lagi tinggi-tingginya, jadi aku kepoin mereka berdua. 'Kok bisa? Asli dari Jerman? Itu namanya situs apa? Ajarin dong.'
"Lalu Linda pindah ke komputerku, dan aku diajari cara pakai MiRC. Di komputer warnetnya emang udah dipasang software-nya sih, dan kayaknya udah terdaftar apanya gitu, jadi aku tinggal masukin nama random yang dikehendaki terus gabung ke chatroom deh. Setelah tahu dasar-dasarnya, kayak cara gabung room, cara ngobrol sama anggota di sana secara perseorangan, dan cara nutupnya, si Linda balik ke sebelah dan aku ditinggal sendirian.
"Aku yang waktu itu kemampuan bahasa Inggrisnya masih pas-pasan, iseng aja pencet sana-sini, lalu sok-sokan nyapa. 'Good morning, Sir! How are you today?'
"Lah, kok pada bengek sih. Iya, aku masih inget banget dong sapaan pertamaku emang baku banget kayak hasil nyomot di buku pelajaran bahasa Inggris. Lagipula, berani banget aku nebak gender lawan bicaraku cowok. Meski memang bener cowok, tapi kalau di tahun 2018 sekarang aku kenalan dengan orang pakai template yang sama dengan tahun 2005, aku bisa diomelin karena stereotip gender cuma berdasarkan nama doang.
"'Komunikasi sama Toma pakai bahasa apa?' Oh, tenang aja wahai teman-temanku! Toma jago banget bahasa Inggris. Tahun segitu, ketemu orang Jepang yang lancar berbahasa Inggris bener-bener anugerah banget. Maksudku, sama juga dengan orang Indonesia sini, tahun segitu berdasarkan pengalaman pribadi, aku jarang ketemu orang Indonesia yang fasih bahasa Inggris, entah di status sosial media atau di percakapan sehari-hari.
"Sekarang mah udah jauh beda. Kalian yang masih remaja pasti lebih jago bahasa Inggris ketimbang aku pas remaja dulu. Di Twitter aku juga sering nemu akun orang sini yang nulisnya bahasa Inggris mulu, terus tiba-tiba di tengah muncul kata bahasa Indonesia atau bahasa daerah. 'Omonganku udah kayak tante-tante?' ha ha ha, klen bisa aja ya.
"Dulu waktu masih SMP dan liburan kenaikan kelas ke Bali, aku pernah disuruh wawancara gitu sama bule buat tugas bahasa Inggris, terus ditranskrip hasilnya. Aku dapat kenalan bule Jepang cantik banget kayak boneka porselen. Eh ternyata dia nggak bisa bahasa Inggris, dong. Cuma jawab 'no, sorry' doang terus dia pergi. 'Bukan karena dia nggak ditanya-tanyain sama Kakak?' Eh, jahat amat ketikannya. Enggak kok, soalnya habis itu dia kayak ngobrol biasa aja sama temen cowoknya pakai bahasa Jepang. Tapi, seandainya dia ngatain aku sama temen-temenku pun karena dulu kami kucel banget dan bau matahari karena habis panas-panasan di GWK sebelum ke Kuta, aku juga nggak akan paham sih, ha ha ha.
"Balik lagi ke topik, deh. Ini sependek ingatanku aja ya, bisa jadi ada yang ditambahin atau dikurangin, tapi kira-kira gambarannya kayak gini deh.
"Waktu itu Toma balas, 'Emangnya aku kelihatan kayak bapak-bapak, ya?'
"Enggak, nggak ada foto profilnya di MiRC. Cuma username aja, dan nggak bisa melampirkan foto di kotak obrolan juga, jadi bener-bener cuma pakai teks aja. Makanya, kami cuma kirim-kiriman foto lewat email aja. Dulu email si Toma pakai Yahoo, ges.
"Waktu itu Toma tanya umurku, dan waktu kujawab aku masih 15 tahun, dia kaget dong. Katanya aku masih minor, jadi dia harus lebih berhati-hati kalau ngobrol sama aku. Tapi dia emang nggak menjauhi aku, dan selama ini sampai detik terakhir kami komunikasi, Toma nggak pernah ngomong vulgar atau ngirim foto yang nggak senonoh ke aku.
"Ini lho ges, yang bikin Toma sespesial itu. Beberapa tahun setelah itu, aku baru tahu kalau ada aturan seperti age of consent dalam berkomunikasi, khususnya terhadap orang yang lebih muda. Maka dari itu, adik-adikku di Wallflower Blooming, Miss Kika akan ngomong yang baik-baik dan sopan-sopan aja di sini. Selain untuk menjaga agar komunitas kita yang baru terbentuk ini tetap teenager friendly, aku juga ingin kita bisa sama-sama belajar. Aku yakin segala sesuatu di kehidupan kita, pasti punya hikmah yang bisa dipetik. Semoga kalian nanti juga bisa dipertemukan dengan Toma versi kalian masing-masing, ya.
"Jadi, di pertemuan pertama itu Toma cerita kalau di Jepang beda 2 jam lebih awal dari Indonesia, dan dia online dari komputer di rumahnya. Tahun 2005 mah boro-boro aku punya komputer di rumah, laptop aja aku baru punya tahun 2012 buat skripsian. Itupun yang keluaran paling murah, pokoknya bisa buat ngetik sama internetan aja.
"Lalu obrolan ngalor-ngidul kami sampai ke cerita soal hewan peliharaan masing-masing. Kalian masih ingat Temulawak dari cerita kemarin, kan? Aku cerita tentang gimana Temulawak ditemukan, lalu diadopsi diam-diam oleh aku dan dua orang kakak perempuanku karena ibu kami nggak suka kucing, tapi lama-kelamaan justru si Temulawak yang jadi anak kesayangan ketimbang kami bertiga.
"'Saudara kami sama?' Wah iya, kalian jeli juga! Aku dan Toma sama-sama anak bungsu dan punya dua kakak cewek. Mau kenalan sama kakakku? Nanti deh, kalau aku udah kelar cerita, aku mau paksa kakak-kakak cewekku buat sign up di Wallflower Blooming dan cerita kisah cinta mereka. Tapi kakakku udah pada tua lho. Mereka lahir tahun 80-an. Aku aja kadang suka dikatain bocil sama mereka. Kayaknya bakal makin nggak relatable sama kalian, secara sama aku aja age gap-nya kerasa banget. Dari situ aku dikenalin sama Hachi. Lalu karena obrolan kami nggak berhenti-berhenti, akhirnya kami tukeran alamat email.
"Tapi jangan dibayangin kirim emailnya hitungan menit kayak kita-kita sekarang, ya. Tahu nggak, sejak kejadian pertama kali itu, tiap kali aku ngobrol sama Toma selalu diawali pertanyaan: how are you today. Aku cuma cek email dari Toma dan balas email dari dia tiap ke warnet aja. Mungkin seminggu sekali atau malah sebulan dua kali, tergantung ada duit jajan sisa atau enggak. Toma juga tahu sih kalau aku nggak punya komputer sendiri di rumah, jadi kita komunikasi sesempetnya aja. Tapi kami juga pernah beberapa kali janjian online bareng di MiRC buat ngobrol.
"Eh, pada mau ke mana? Masa pendengarnya turun banyak dari 1200 jadi tinggal 800-an sih? Ceritanya mulai ngebosenin, atau udah kemaleman? Ya udah, kalau gitu aku spoiler dulu kalau minggu depan aku mauceritain waktu aku janjian ketemuan sama Toma di Bali. Oh ya, sebelum kita pamitan, aku mau ngasih tahu kalau Kika itu panggilan kesayangan dari Toma buat aku, lho. Berasa cewek Jepang deh, kalau dipanggil Kika gitu. Padahal aslinya mah Jawa tulen, ha ha ha. Jadi begitulah asal-usul nama Kika. Sampai ketemu minggu depan, ya! Waktu dan jam yang sama. Mau ngobrol di forum juga boleh, aku usahain kalau sempat mau buka-buka chatroom juga deh."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top