59. Jarang Dibelai
"Sejak hari itu, Ibu Kambing bisa melukis setiap hari, sepanjang hari, sesuka hati."
Ketika Runa menutup buku dongeng hewan yang barusan dibacanya, ia melihat Rumaisha sudah terlelap. Tapi ketika ia melirik sedikit ke samping, ternyata Risyad belum tidur. Anak itu masih asik dengan rubik 5x5 nya.
"Masih nyobain ini, Bun," kata Risyad sambil menunjukkan rubiknya. "Tadi Om Ganes kok gampang banget ya nyelesainnya. Pas aku nyoba, dibantu Om Ganes, gampang banget. Tapi sekarang aku nyoba sendiri kok susah ya Bun?"
Runa tersenyum kecil sambil mengacak rambut Risyad. "Dilanjutin besok ya. Kalau tidur kemaleman, besok pagi susah bangun."
Risyad hanya menanggapi dengan kekehan, tapi tangannya terus memainkan rubiknya.
"Icad seneng main sama Om Ganes?"
"Seneng lah Bun!" jawab Risyad antusias, meski matanya tetap terpaku pada rubik. "Soalnya Ayah sibuk mulu sih, nggak sempet main sama Icad. Kalo Om Ganes dateng kan jadi ada yang ngajarin Icad main game dan rubik begini."
Runa diam sambil menatap puteranya.
"Eh tapi sekarang Ayah libur setiap Jumat. Nemenin Icad sholat Jumat juga. Icad seneng deh, Bun. Ya kalo udah ada Ayah yang mau main sama Icad, Icad nggak terlalu kangen lagi sama Om Ganes."
Deg!
"Bunda nggak lagi marahan lagi sama Ayah kan?" tanya Risyad tiba-tiba.
"Eh? Maksudnya?"
"Itu Bunda udah pegang-pegang selimut. Bukan pengen tidur disini kan? Bukan karena lagi marahan sama Ayah kan?"
Runa tertawa kikuk. "Emangnya Bunda tidur disini cuma kalau lagi marahan sama Ayah? Bunda tuh tidur disini karena pengen ngelonin kalian."
"Ah masa?" tanya Risyad menyindir. "Icad tahu kok, waktu kita nginep di rumah Eyang, waktu Bunda tidur bareng disini, itu karena Bunda dan Ayah marahan."
"Itu bukan marahan. Berantem dikit doang. Kayak kalau Icad dan May rebutan remote tivi gitu," jawab Runa mengelak, sambil memberi analogi pertengkaran Risyad dan Rumaisha di akhir pekan tentang nonton super hero atau nonton princess.
"Oh..." respon Risyad singkat. Seperti tidak peduli, seperti tidak percaya pada pembelaan ibunya.
Daripada memperpanjang obrolan, Runa langsung mengambil rubik yang belum selesai dari tangan Risyad. "Dilanjut besok," kata Runa tegas.
Runa bangkit dari ranjang dan beranjak ke kotak mainan Risyad yang ada di pojok ruangan. Setelah menyimpan rubik itu, ia kembali ke ranjang. Risyad sudah berbaring dengan selimut di atas tubuhnya.
"Udah berdoa?" tanya Runa mengingatkan. Risyad mengangguk. "Yuk, tidur," lanjutnya sambil menepuk-nepuk Risyad.
"Bun, jangan marahan lagi sama Ayah ya," kata Risyad tiba-tiba.
"Eh?"
"Waktu kita tinggal di rumah Eyang, Icad sedih. Icad kangen Ayah," lanjut anak lelaki itu.
Runa memandang anak sulungnya dengan campuran perasaan kaget dan iba. Kaget karena tidak menyangka Risyad akan membicarakan hal itu. Dan iba karena ternyata saat itu Risyad merasa sedih.
"Pas tinggal disini Icad juga jarang ketemu Ayah sih, soalnya Ayah sibuk. Tapi tetep aja Icad sedih pas di rumah Eyang, karena makin jarang ketemu Ayah. Icad pengen ngajak Bunda pulang, tapi takut Bunda sedih. Jadi Icad diem aja. Tapi sebenarnya Icad kangen Ayah. Makanya kalau Om Ganes dateng, Icad seneng, karena ada yang gantiin Ayah sementara. Icad seneng main sama Om Ganes, tapi sebenernya tetep lebih seneng main sama Ayah. Nah sekarang kan kita udah disini lagi, barengan sama Ayah lagi, jadi jangan marahan lagi ya Bun. Biar kita sama-sama terus sama Ayah ya Bun."
Runa mengira sikap dingin Risyad saat itu sebagai ungkapan rasa tidak pedulinya karena kecewa terhadap ayahnya yang jarang ada untuknya. Tapi ternyata sikap dingin itu justru untuk menutupi rasa sedihnya. Dan bahkan di saat sedih seperti itupun Risyad masih memikirkan perasaan ibunya sehingga tidak pernah menuntut untuk pulang, meski dirinya rindu pada sang ayah.
Risyad ini anak siapa sebenarnya? Kenapa di usia semuda itu sikapnya sudah penuh pertimbangan, mempertimbangkan perasaan orangtuanya? Risyad ini anak siapa sebenarnya? Kenapa bisa memendam perasaan seperti itu, padahal kedua orang tuanya adalah tipe orang yang lugas dan blak-blakan.
Menutupi rasa terharu dan gundah yang tiba-tiba menyergapnya, Runa tersenyum pada Risyad. Dan mengusap kepala anak itu dengan sayang.
* * *
Runa bukan tipe orang yang berprinsip "jalani aja dulu". Baginya, setiap keputusan harus sudah dipertimbangkan dengan baik. Tidak pernah dia berpikir "kuliah dimana ajalah, yang penting kuliah dulu" atau "nikah aja dulu, cocok atau nggak lihat aja nanti". Jadi saat setuju menikah dengan Raka, Runa mengambil keputusan itu setelah mempertimbangkan banyak hal.
Runa sadar, memiliki suami seorang dokter berarti sudah harus siap dengan segala kesibukannya, termasuk jika sewaktu-waktu suaminya harus ke RS mendadak. Dirinya sendiri juga seorang tenaga kesehatan di instalasi farmasi rumah sakit, jadi dia sangat paham dengan kesibukan tenaga kesehatan yang lain sebagai rekan sejawatnya.
Sebelum menikah, Runa juga sudah mengetahui sikap datar Raka. Dan saat itu baginya sikap Raka bukanlah masalah besar. Buat apa suami romantis jika tidak bertanggung jawab kan? Jadi karena Raka sudah memenuhi syarat utama: sholeh, berpenghasilan tetap, bertanggung jawab dan menganggapnya partner setara, Runa bersedia menerima Raka.
Tapi merencanakan berbeda dengan menjalaninya secara langsung.
Runa memahami kesibukan Raka sebagai dokter. Saat anak-anak menanyakan ayahnya pun, Runa selalu memberi penjelasan dan pemahaman kepada anak-anak tentang profesi dan kesibukan ayahnya. Namun, meski sudah mengantisipasi kesibukan Raka, tetap saja ada saat-saat dimana Runa ingin Raka berada di sampingnya, mendampinginya dan anak-anak. Misalnya saat dirinya atau anak-anak sedang sakit, saat anak-anak baru masuk sekolah atau ada acara khusus di sekolah.
Runa juga sudah mengantisipasi sifat suaminya yang datar dan tidak romantis. Awalnya Runa berpikir bahwa hal tersebut bukan masalah. Sampai beberapa pekan setelah menikah, Runa mulai menyadari bahwa hal ini akan jadi masalah baginya.
Beberapa orang berpikir bahwa untuk menentukan apakah seseorang cocok atau tidak sebagai pasangan hidup adalah dengan mengenal sang calon pasangan sebaik mungkin sebelum menikah. Dengan mengenal sang calon pasangan dengan baik sebelum menikah, bisa mengurangi konflik dalam pernikahan. Pikiran tersebut tidak salah. Tapi setelah menikah, Runa menyadari bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya tepat. Ada satu hal lain yang penting dilakukan sebelum kita berusaha mengenal calon pasangan kita.
Saat departemen R&D suatu industri farmasi ingin mengembangkan formula suatu produk obat baru, hal pertama harus dipertimbangkan dalam tahap praformulasi adalah sifat zat aktif. Bagaimana kelarutannya dalan air dan cairan tubuh. Bagaimana stabilitasnya terhadap lembab, panas dan cahaya. Bagaimana kemampuan absorbsinya. Dan sebagainya. Setelah mengetahui sifat-sifat zat aktif tersebut, barulah kita bisa menentukan bentuk sediaan apa yang sesuai, serta eksipien (bahan tambahan) apa yang cocok digunakan. Demikian pula saat kita ingin mengembangkan hubungan ke jenjang pernikahan. Hal pertama yang perlu dilakukan bukanlah mengenal calon pasangan, tapi mengenal diri kita sendiri. Setelah kita dapat mengenal diri sendiri dengan baik, barulah kita dapat menentukan calon pasangan dengan sifat yang bagaimana yang cocok. Misal kita tahu bahwa diri kita tidak suka berdandan, maka jangan memilih pasangan yang visual-oriented.
Banyak orang berpikir, bukankah kita sudah mengenal diri kita sendiri? Nyatanya, tidak semua orang benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik. Ada orang-orang yang harus mengalami suatu kejadian tertentu untuk menyadari sifat asli dan potensinya. Misalnya Runa.
Sejak kecil, dia memang terbiasa menghibur temannya yang sakit atau sedih sambil mengelus punggung atau menepuk-nepuk lengan. Saat pacaran di masa kuliah maupun dengan Bram, Runa juga terbiasa bergandengan tangan, berpegangan tangan atau rangkulan. Tapi saat itu Runa belum benar-benar sadar bahwa dirinya adalah tipe orang yang menunjukkan perasaannya dengan sentuhan.
Setelah menikah dengan Raka dan merasakan sentuhan Raka di seluruh tubuhnya, Runa baru menyadari bahwa dia menyukai sentuhan-sentuhan itu. Sehingga secara refleks, dimanapun, ia akan menggandeng lengan Raka atau menelusupkan jemarinya diantara jemari Raka. Saat tidur, ia senang ndusel-ndusel di pelukan Raka. Kapanpun ada kesempatan, Runa tidak segan mencolek, mengusap bahu atau punggung, dan memeluk lehernya. Tidak jarang perempuan itu mencuri-curi mencium Raka saat tidak ada orang lain di sekitar mereka. Bukan hanya itu, Runa juga jadi suka menggoda Raka, memancingnya hingga mereka berakhir di ranjang.
Runa kira yang dirasakannya hanyalah euforia pengantin baru dan hanya akan bertahan selama beberapa bulan. Tapi nyatanya tidak. Ia tetap senang menyentuh Raka.
Dan saat itulah masalah dimulai.
Ternyata Raka bukan tipe orang yang nyaman dengan terlalu banyak sentuhan. Dia bukan tipe orang yang menunjukkan perasaannya dengan sentuhan sehingga dia sering merasa risih dengan sikap Runa yang menurutnya terlalu ekspresif dan terlalu terbuka.
"Kamu genit banget sih Run," komentar Raka suatu hari.
Awalnya Runa mengira Raka hanya bercanda. Atau mungkin mengatakannya justru untuk memancing Runa menggodanya. Tapi suatu hari Raka mengatakannya sambil perlahan melepaskan genggaman Runa pada jemarinya, saat Runa menggandengnya di suatu acara pernikahan kolega Raka. Saat itu Runa tahu, Raka tidak bercanda.
Raka memang merasa risih padanya.
Raka memang merasa Runa terlalu genit.
Dan mungkin saja... sangat mungkin... Raka menganggapnya bersikap seperti perempuan murahan yang haus belaian.
Saat itulah Runa pertama kali merasa patah hati. Patah hati terhadap suaminya sendiri. Ia merasa ditolak, tidak diinginkan.
Selama berhari-hari ia mencari tahu kenapa dirinya bisa segenit itu. Kenapa dirinya selalu ingin bermanja-manja pada suaminya. Tapi setelah ia pikir ia sudah mendapatkan jawabannya, Runa denial berhari-hari.
Banyak yang bilang bahwa laki-laki memiliki libido yang lebih tinggi daripada wanita. Dan masyarakat menilainya wajar saja. Tapi bagaimana pandangan orang terhadap perempuan yang memiliki libido yang tinggi? Apakah mereka akan menganggap perempuan seperti itu bersikap seperti perempuan murahan?
Sejak itu Runa merasa insecure. Ia tidak pernah lagi melakukan skinship dengan suaminya, kecuali untuk cium tangan. Ia takut jika melakukan hal lain, dirinya akan dianggap makin murahan.
Selugas dan seterbuka apapun seorang wanita, membicarakan sex dan libido bukanlah hal yang mudah.
Setelah satu bulan Runa tidak pernah menggodanya, barulah Raka sadar pada perubahan Runa. Saat itu akhirnya mereka mendiskusikan hal itu. Raka jadi paham mengapa istrinya menyukai skinship yang intens. Dan Runa juga jadi paham bahwa meski suaminya memahami kondisinya, tapi pada dasarnya Raka memang tidak terlalu suka mengumbar kemesraan.
Sejak itu Runa tidak lagi terlalu malu jika akan menggoda Raka. Toh suaminya sudah bisa memahaminya. Dan karenanya kebanyakan hubungan mereka diinisasi oleh Runa. Hubungan intim yang diinisiasi oleh Raka hanya terjadi pada sebulan pertama pernikahan, dan saat Raka meminta maaf atau membutuhkan persetujuan Runa. Dan karena Raka jarang menyentuhnya jika bukan karena "ada maunya", Runa merasa tidak enak menolak permintaan atau permohonan maaf Raka setelahnya. Itu mengapa Raka akhirnya selalu menggunakan sex sebagai solusi.
* * *
Setelah hari itu, Runa tidak pernah lagi merasa seperti perempuan murahan. Kadang jika moodnya sedang buruk, Runa merasa dirinya ditolak dan patah hati saat sikap Raka datar saja padanya. Tapi ia tidak pernah lagi merasa murahan.
Tidak, sampai tadi sore.
Saat Raka mengatakan bahwa dirinya bukan istri yang baik karena mengijinkan Ganes masuk ke dalam rumah.
Padahal tadi sore Ganes hanya datang sebentar untuk mengantarkan dokumen. Sambil menunggu Runa menandatangani dokumen tersebut, anak-anak yang baru saja selesai mengaji dengan Ustadzah Yana menemui Ganes di ruang tamu dan akhirnya mereka bermain bersama. Hanya itu.
Tapi Runa tidak sempat menjelaskannya karena Raka sudah terlanjur menganggapnya bukan istri yang baik. Sangat mungkin Raka juga menganggapnya sebagai perempuan murahan yang kegatelan dan haus belaian lelaki. Runa melihatnya dari cara Raka menatapnya.
Mungkin Runa memang tidak perlu mengklarifikasinya. Dirinya memang senang berinteraksi dengan Ganes. Sejak awal bertemu, perlahan Runa menyadari bahwa Ganes, seperti halnya dirinya, mengungkapkan perasaannya lewat sentuhan. Meski tahu bahwa, seharusnya sebagai seorang istri, ia tidak menerima perlakuan manis dari lelaki lain, tapi Runa tidak bisa membohongi dirinya bahwa dia senang bersama Ganes.
Ada rasa dahaga yang akhirnya terpuaskan saat bersama lelaki itu. Ia mendapatkan perasaan yang tidak diperolehnya bersama Raka. Bahkan meski hubungan mereka tidak pernah kemana-mana. Runa merasa dirinya bukan manusia aneh, karena toh Ganes sama sepertinya. Runa tidak merasa ditolak. Ia merasa diterima.
Tapi saat bicara dengan Risyad malam ini, akhirnya Runa sadar, ia hanya menganggap Ganes seperti pelarian. Sebagaimana Risyad yang senang bermain dengan Ganes, sebagai pengganti ayahnya. Seperti itu juga Runa senang berinteraksi dengan Ganes. Sebagaimana Risyad yang meski senang bermain dengan Ganes tapi tetap sangat menyayangi ayahnya. Seperti itu juga Runa yang meski nyaman bersama Ganes, tapi tetap mencintai suaminya.
Tapi kata-kata Raka tadi sore sudah menghancurkan hati Runa. Ia memang berniat pergi dari rumah dan tidak akan kembali lagi kali ini. Tapi saat Risyad memintanya untuk tidak lagi berpisah dari sang ayah, hati Runa merasa remuk redam.
"Istri yang baik adalah yang bisa menjaga harga dirinya...."
"... jadi jangan marahan lagi ya Bun. Biar kita sama-sama terus sama Ayah ya Bun."
"Kalaupun kalian akhirnya berpisah, pastikan bahwa bukan kamu pihak yang bersalah."
Runa menengadah menatap langit malam yang dilihatnya sambil duduk di teras rumahnya. Menyaksikan langit tanpa bintang. Lalu tertawa pelan sambil mengusap air matanya ketika akhirnya ia memutuskan apa yang harus dilakukannya.
Dulu dia pernah berpikir bahwa hanya orang bodoh yang akan melakukan hal itu. Tapi kini ternyata ia menjadi orang bodoh itu, yang akhirnya memutuskan untuk melakukan hal bodoh itu.
* * *
Hal bodoh apa yg akan dilakukan Runa?
Semangat hari Senin Kak!
Ramaikan vote n komennya ya Kak. Love you 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top