55. Memperjuangkan Yang Ingin Diperjuangkan
Sebelumnya, saya mengucapkan terima kasih untuk doa2 dr Kakak2 untuk sahabat saya yg meninggal, dan keluarganya yang ditinggalkan. Semoga Kakak2 yg mengalami hal serupa, diberi kekuatan oleh Allah untuk menjalaninya. Sesungguhnya Kakak2 adalah manusia pilihan, yang dipercaya Allah pasti akan kuat menjalani takdirNya.
Oiya, ngomong2 soal mi instan, di bab sebelumnya saya cerita bahwa saya marah2 ke suami, nyuruh dia menjaga kesehatan dengan mengurangi konsumsi mi instan. Itu bukan berarti saya bilang mi instan beracun ya. Hanya saja, dalam kasus suami saya, konsumsi mi instan yg berlebihan bisa memicu berbagai penyakit. Ayahnya suami saya ada riwayat stroke dan penyakit jantung, jadi nggak menutup kemungkinan genetik tsb menurun pada suami saya.
Kandungan natrium di dalam mi instan juga tinggi (50% dari asupan normal harian). Sementara, asupan natrium harian itu hanya sekitar 1.5 - 2 gram (lebih kurang setara dengan 1 sdk teh/ 5 gram garam/ NaCl). Jadi kalau udah makan 1 mie instan, harusnya sih konsumsi garam di hari tsb cm boleh setengah sendok teh. Coba Bu-Ibu, masak 1 mangkok sayur sop, pakai berapa byk garam? Hehehe.
Melihat riwayat penyakit kardiovaskuler di keluarga suami saya, suami saya yang ada kecenderungan hipertensi. Sehingga asupan natrium berlebihan bisa meningkatkan volume darah, meningkatkan tekanan darah, dan bisa jadi menjadi faktor risiko penyakit kardiovaskular.
Suami saya juga farmasis. Tahuuuu bangeeettt teorinya. Tapi apa daya, rasa mi instan telah membuatnya tergila-gila. Ya jadi gitu deh, minimal 3x seminggu kami bisa berantem soal mi instan. (Un)faedah sekali kan pertengkaran rumah tangga kami. Hahaha.
Btw, kmrn saya marah2 sama suami dan bilang "Pokoknya kamu nggak boleh ninggalin aku dan anak-anak duluan!" Ada yang sadar/ ada yg inget nggak, pernah baca kata2 kayak gitu dimana? Hehehe.
* * *
((Video terkirim))
Aku udah bisa duduk, Om Dokter!
Wah! Kesayangan Om
udah mulai duduk ya.
Iya nih Om 😍
Fatih pinter!
Anaknya Mama Hani!
Makasih saran2
stimulasinya buat Fatih ya Mas
Sama2, Han.
Gara2 sibuk di kantor,
aku nggak sempat baca2
banyak buku parenting.
Tapi cukup dengan nanya2 sama Mas,
aku bisa dapet banyak saran dan ilmu.
Makasih byk ya Mas.
Maaf aku ngerepotin mulu.
Repot apa sih?
Kamu nggak pernah ngerepotin.
* * *
Makasih sarannya ya Mas.
Fatih udah nggak sembelit lagi.
Aku juga nyoba resep2 MPASI baru nih.
Kombinasinya sesuai saran Mas.
Semoga dia doyan dan nggak sembelit lagi.
Sama2.
Hebat! Nggak nyangka,
kamu yg nggak suka masak,
skrg malah rajin nyoba2 menu MPASI
Hahaha.
Ya ampun Mas masih inget aja,
aku nggak suka masak.
Hehe. Inget lah.
Nggak mungkin aku lupa.
* * *
Mas, td makasih byk ya.
Aku panik bgt td.
Udah, jgn panik lagi ya.
Fatih kan udh baik2 aja skrg.
Aku ga tahu, aku hrs gmn
kl ga ada kamu, Mas
Han..
Aku ngerasa jd ibu yg gagal, Mas.
Kamu tuh hebat, Han.
Karir kamu bagus dan kamu bisa merawat Fatih sendirian.
Pasti berat harus jadi
ibu dan ayah sekaligus.
Fatih pasti bangga
punya ibu hebat kayak kamu.
Yang jadi suami kamu
juga pasti bangga
Mas 😭😭😭
Aku boleh telepon kamu ya Mas?
Aku butuh ngomong
sama kamu skrg.
* * *
Sejak Raka membelikannya alat uji kehamilan, keesokan harinya Runa langsung memeriksakan diri. Dan hasilnya satu garis. Tiga hari setelahnya Runa mengetes kembali, dan hasilnya tetap negatif. Jadi selama ini setiap kali Raka mengungkit soal kehamilan Runa, Runa sebenarnya sudah tahu bahwa dirinya tidak hamil. Ia hanya tidak mau mengatakan saja pada Raka.
Sejak awal ketika ibu mertuanya menduga dirinya hamil, Runa sudah skeptis. Dirinya dan Raka bukan pasangan yang sekali usaha langsung berhasil. Butuh 2 tahun lebih sampai akhirnya Runa berhasil mengandung Risyad. Itupun perlu usaha khusus, meski tidak sampai harus melakukan fertilisasi in-vitro. Saat menginginkan anak keduapun, mereka harus kembali merencanakan dan melakukan upaya khusus tersebut. Itu mengapa selama 10 tahun pernikahan mereka, Runa tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Karena meski tanpa kontrasepsipun, dirinya tidak semudah itu hamil. Jadi Runa yakin, kejadian terakhir di kamar itu tidak akan membuatnya hamil.
Meski demikian, meski yakin dirinya tidak mungkin hamil, Runa tidak mengelak dugaan mertuanya. Bahkan saat Raka juga menduga dirinya hamil, Runa juga tidak berusaha mengklarifikasinya.
Barangkali itu karena Runa berharap jika ia memang hamil, maka setidaknya ia masih punya sedikit peluang untuk memperbaiki rumah tangganya. Jika dirinya hamil, setidaknya Raka harus menunggu hingga bayi itu lahir sebelum bisa menceraikan Runa. Dan dalam waktu 9 bulan itu, barangkali Raka akan kembali padanya dan bisa melupakan Hani.
Dasar perempuan! Padahal dirinya sendiri yang minta cerai dan ingin berpisah dari Raka, tapi belakangan malah Runa sendiri yang ragu. Berkali-kali dia minta berpisah, tapi di saat yang sama dia ingin Raka mempertahankannya.
Padahal apa salahnya jika ia mengatakan langsung pada Raka kan, bahwa dirinya tidak ingin berpisah. Tapi di saat yang sama, Runa juga tidak ingin menjalani pernikahan jika Raka mulai berpaling pada perempuan lain.
Jika saja perempuan lain itu adalah orang baru dalam kehidupan Raka, seperti Tiana misalnya, Runa bisa dengan mudah menghalangi Raka dekat dengan perempuan itu sebelum terlanjur tumbuh perasaan di hati Raka. Tapi masalahnya kali ini, perempuan itu adalah mantan kekasih Raka. Masa lalu Raka. Masa lalu yang mungkin belum selesai.
Kita bisa mencegah masa depan. Tapi tidak bisa mengubah masa lalu.
Runa adalah perempuan pencemburu, meski seiring bertambahnya usia, ia makin bisa mengendalikan rasa cemburunya. Meski demikian, 1 hal yang paling membuat Runa cemburu, melebihi saat ia melihat perempuan-perempuan dan ibu-ibu bersikap terlalu genit pada Raka, yaitu cemburu terhadap masa lalu Raka. Tidak ada yang membuat Runa lebih cemburu dibanding masa lalu yang belum usai.
Runa bisa saja mencegah Raka tertarik pada perempuan lain yang baru datang dan mendekati Raka. Tapi Runa tahu, dia tidak bisa mengubah perasaan Raka yang pernah mencintai Hani. Runa bahkan ragu bahwa perasaan Raka terhadap Hani sudah hilang seluruhnya. Mengingat mereka putus bukan karena sudah tidak saling cinta, tapi hanya karena keadaan yang tidak memungkinkan.
Kamu nggak pernah ngerepotin.
Inget lah. Nggak mungkin aku lupa.
Yang jadi suami kamu juga pasti bangga.
Bagaimana mungkin Runa tidak cemburu ketika membaca semua chat itu?
"Aku harus gimana supaya kamu percaya bahwa aku nggak ada hubungan apa-apa sama Hani, Run?" tanya Raka, memohon. "Dan aku pengen kamu tidur di sini lagi bukan semata karena adek bayi. Tapi karena aku juga kangen kamu."
Runa mendengus. "Jujur, Mas. Kamu beneran udah nggak ada perasaan... APAPUN ke Hani?"
"Aku..." Raka meneguk ludahnya dengan berat. Tidak ada gunanya lagi berbohong. Dan kalau ia ketahuan bohong, Runa justru akan lebih marah dan menjauhinya. "Iya, aku sempat baper pas ketemu Hani lagi. Maaf, Sayang."
"Nggak usah panggil Sayang!" Runa menepis tangan Raka.
"Tapi rumah tangga dibangun bukan hanya dengan perasaan kan, Run? Tapi juga dengan komitmen."
"Jadi Mas mempertahankan aku, mempertahankan pernikahan kita, hanya karena komitmen kan? Karena rasa tanggung jawab Mas terhadap keluarga dan anak-anak? Bukan karena sepenuhnya cinta sama aku?"
"Nggak gitu Run!"
Masalah apresiasi, finansial dan kecemburuan Raka terhadap Ganes barangkali memicu ketidakpuasan dan kekecewaan Runa. Tapi yang menjadi trigger utama hingga akhirnya Runa memutuskan ingin berpisah adalah karena sikap Raka terhadap Hani yang kelihatan jelas sekali masih sangat perhatian.
"Mendingan kita pisah aja kalau kamu bertahan cuma karena rasa tanggung jawab, Mas, bukan karena masih cinta aku," kata Runa.
"Serius? Serius itu yang kamu pengen?" tanya Raka sedih. "Apa kamu akan bahagia kalau aku melepaskan kamu?"
Runa menatap Raka. "Iya."
Nggak, aku nggak akan bahagia. Tapi mungkin aku bisa lebih lega, daripada terus bersama seseorang yang cuma menganggapku sebagai tanggung jawab dan komitmen, tanpa cinta.
"Atau ini cuma alasan kamu supaya kamu bisa sama Ganes?"
Runa memejamkan mata sesaat. Ganes lagi, keluh Runa lelah.
"Iya."
Raka menghembuskan nafas kasar. Dia sudah lelah dengan semua ini.
* * *
"Aku realistis aja, dek Iva. Kalau perempuannya mau sama aku, ya aku perjuangkan. Kalau ditentang keluarga, selama dia mau sama aku, ya aku perjuangkan. Kalau ada cowok lain mau mendekati, selama dia tetep pilih aku, ya aku pertahankan. Tapi kalau perempuannya ndak mau sama aku, aku ya capek lah berjuang sendirian. Itu bukan berarti aku menyerah atau gagal memperjuangkan. Itu artinya aku menghargai diriku sendiri, dengan hanya memperjuangkan orang yang mau diperjuangkan sama aku. Self-respect!"
* * *
Kalimat Raka tentang self respect itu pernah baca dimana ya Kak? Uhuk!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top