52. Quality Time
Wah ternyata banyak Kakak2 yg masih inget arti "Cito". Berarti banyak Kakak2 yang membaca cerita ini dengan detil, bukan hanya sambil lalu. Makasii Kak 😘😘
* * *
Hal yang pertama Raka coba lakukan setelah Runa dan anak-anak kembali ke rumah adalah membujuk Runa untuk kembali tidur sekamar dengannya. Bukan hanya karena ia khawatir istri dan anak-anaknya tidur berdesakan, bukan juga sekedar khawatir Rumaisha yang tidurnya heboh akan tidak sengaja menendang perut Runa dan membahayakan janin di dalamnya. Tapi lebih dari itu, Raka merindukan istrinya.
Tapi ternyata Runa tetap berkeras tidur bersama anak-anak. Bahkan meski Raka sudah tidur di sofa supaya Runa bisa merasa nyaman tidur di kamar sendirian, Runa tetap pada pendiriannya untuk tidur di kamar anak-anak. Sepuluh tahun ini Runa selalu menuruti keinginan dan perintahnya, sehingga ketika sekarang Runa menolak dengan tegas semua permohonannya, Raka sadar bahwa dia sudah membuat hati istrinya menjadi sangat keras.
Usaha lain yang Raka coba lakukan adalah lebih memperhatikan keseharian istrinya, rutinitasnya sepanjang hari. Raka bukan CEO atau pemilik Prima Hospital yang bisa seenaknya libur praktik tanpa alasan yang jelas. Lagipula penghasilannya sangat tergantung dari jumlah pasiennya. Oleh karena itu, meski sangat ingin mengambil libur selama beberapa hari sampai permasalahan keluarganya selesai tuntas, Raka tidak bisa melakukannya. Tapi setidaknya ia bisa mengambil 1 hari libur tiap pekannya. Dan dia memilih hari Jumat.
Sebenarnya Raka tidak selalu pulang kerja hingga malam hari. Terkadang sore hari dia juga sudah tiba di rumah. Hari Minggu pun ia juga libur. Tapi biasanya di waktu senggang itu Raka memilih membaca dan menulis artikel penelitian di kamarnya atau istirahat karena kelelahan. Sesekali di hari Minggu Raka mengajak keluarganya wisata atau makan di luar, tapi lebih banyak hari Minggu dihabiskannya dengan istirahat di kamar karena kelelahan setelah seminggu bekerja. Runa tidak pernah protes atau menuntut Raka untuk menghabiskan banyak waktu dengan anak-anak karena memahami kesibukannya. Perempuan itu juga selalu memberi pengertian kepada kedua anaknya tentang kesibukan ayahnya. Tapi kini Raka sendiri yang memutuskan untuk mengambil 1 hari libur tambahan, dan memanfaatkannya dengan lebih baik. Raka berharap dengan demikian ia jadi bisa lebih memahami keseharian istrinya, juga lebih dekat dengan anak-anaknya.
Raka tidak menyesali keputusannya untuk mengosongkan jadwal praktik di hari Jumat. Bukan hanya bisa melihat kesibukan istrinya dari pagi hingga malam, Raka juga jadi bisa berinteraksi lebih dekat dengan Risyad. Sejak melihat interaksi Risyad dan Ganes, Raka menyadari bahwa dirinya sudah terlalu jauh dari anak itu. Barangkali karena dirinya sering menolak permintaan Risyad untuk membantu mengerjakan tugas sekolahnya, atau menolak hadir di acara sekolahnya, sehingga Risyad menarik diri dari dirinya. Bukan saja anak itu tidak pernah lagi menggerecokinya dengan permintaan ini dan itu, tapi Risyad juga tampak tidak peduli dengan keberadaan Raka. Seolah ada atau tidaknya Raka tidak berpengaruh pada hidupnya. Wajahnya datar saja saat bertemu Raka. Dan saat menyadari hal itu, Raka merasa sedih.
Jadi hari Jumat itu Raka memutuskan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak, terutama Risyad. Sudah lama sekali ia tidak sholat Jumat bersama anak lelakinya itu. Dan Raka merasa inilah waktunya dirinya hadir sebagai seorang ayah, yang menemani tumbuh kembang Risyad menjadi seorang lelaki, sesuai fitrahnya.
Risyad tampak senang sekaligus waspada saat Raka mengatakan akan menemaninya sholat Jumat bersama. Meski sedih, Raka memahami sikap Risyad itu. Anak itu pasti senang karena akhirnya bisa sholat Jumat bersama ayahnya, tapi di sisi lain anak itu juga pasti mengantisipasi kalau-kalau hal ini hanya terjadi 1 kali sehingga dirinya tidak terlalu berharap pada ayahnya. Wajar jika Risyad bersikap demikian, karena sejak kembali ke Indonesia, Raka memang tidak pernah konsisten mendekatkan diri dengan anak-anak, dikarenakan kesibukannya bekerja.
Sepulang sholat Jumat bersama, Raka membelikan ikan cupang dari penjual yang berdagang di depan masjid kompleks. Saat itulah sikap dingin Risyad terhadap Raka mulai mencair. Selama ini Raka sering membelikan hadiah-hadiah untuk Risyad dan Rumaisha, sebagai kompensasi karena dirinya tidak selalu ada untuk anak-anaknya. Tapi ternyata bukan hadiah-hadiah mahal itu yang dibutuhkan anak-anak. Ternyata hal murah seperti ikan cupang justru bisa meluluhkan hati Risyad, asalkan Raka bersedia menyediakan waktunya untuk bermain bersama anak itu.
Setelah pulang dari sholat Jumat bersama itu, sikap Risyad pada Raka mulai kembali menghangat. Saat Raka menemani anak-anak belajar dan bermain di sore hari, Risyad juga sudah bisa menerimanya. Hal itu membuat Raka merasa lega.
Tapi ada satu kejadian di sore itu yang membuat Raka merasa miris.
"Icad pengen jadi kayak Om Ganes aja ah. Kerjanya santai. Nggak harus nunggu hari Minggu doang buat main sama Icad."
Begitu jawaban Risyad saat Raka menanyakan apakah Risyad bercita-cita menjadi dokter seperti dirinya atau tidak.
Raka termangu. Ternyata sesibuk itu dirinya hingga anaknya sendiri tidak ingin menjalani kehidupan seperti yang yang dijalaninya. Ternyata sesibuk itu dirinya hingga anaknya sendiri hanya bisa mengharapkan kehadirannya di hari Minggu.
Dan yang lebih memukulnya adalah karena Risyad lebih mengidolakan lelaki lain, bukan dirinya yang adalah ayahnya.
Apalagi ketika di malam hari Risyad menolak tidur dan berkata, "Ayah biasanya sibuk. Jadi mumpung Ayah nggak sibuk, Icad mau main yang lama sama Ayah. Kalau Icad tidur sekarang, besok-besok belum tentu Ayah punya waktu buat main sama Icad lagi."
Saat itu Raka terpukul oleh kenyataan bahwa dirinya harus menyediakan waktu lebih banyak untuk anak-anak kalau tidak mau anak-anak merasa kehilangan dirinya atau asing terhadap dirinya.
Ada yang bilang, waktu untuk keluarga itu yang penting kualitasnya, bukan kuantitasnya. Tapi sebenarnya pernyataan itu tidak sepenuhnya tepat, meski juga tidak sepenuhnya keliru. Pernyataan itu biasanya justifikasi yang dibuat oleh orang-orang yang hanya memiliki waktu yang terbatas bersama keluarga. Nyatanya, bagaimana mungkin kita punya waktu yang berkualitas bersama keluarga kalau kita selalu dalam keadaan kekurangan dan diburu waktu? Bagaimana kita punya waktu sarapan yang berkualitas dengan anak-anak kalau kita harus cepat-cepat menghabiskan sarapan dan berangkat kerja sebelum jalanan menjadi terlalu macet? Bagaimana kita punya waktu makan malam yang berkualitas dengan anak-anak kalau tubuh kita sudah sangat kelelahan sehingga tidak terlalu fokus lagi menanggapi cerita anak-anak.
Begitulah selama ini yang terjadi pada Raka. Ia selalu berlindung di balik kata-kata Quality Time. Meski waktunya hanya sedikit untuk anak-anak dan keluarga, yang penting berkualitas. Tapi nyatanya, di waktu yang hanya sedikit itupun, ia selalu berada dalam kondisi kelelahan sehingga tidak benar-benar bisa memiliki waktu yang berkualitas bersama anak-anaknya. Itu mengapa, slogan quality time menjadi hanya omong kosong dalam kasus Raka. Tidak ada kualitas yang baik tanpa kuantitas yang cukup.
* * *
Raka adalah lelaki yang menunjukkan rasa sayangnya pada seseorang melalui perbuatannya. Meski seorang lelaki dan kepala rumah tangga, ia tidak pernah malu membantu istrinya mengganti popok anak, menyuapi anak, mencuci piring, berbelanja atau mengerjakan pekerjaan rumah lain. Terutama saat dulu studi di Belanda, Raka dan Runa hanya memiliki satu sama lain sehingga memang harus saling membantu dalam urusan rumah tangga.
Tapi meski sering membantu Runa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, Raka tidak pernah benar-benar terlibat 24 jam dalam mengurus anak-anak dan rumah tangga. Runa adalah istri yang sangat mandiri sehingga bisa menangani segalanya sendiri. Hanya sesekali saja Runa meminta bantuan Raka, terutama saat masa-masa awal setelah melahirkan Rumaisha sementara Risyad masih berusia 2 tahun, atau saat salah satu dari anak-anak sedang sakit dan rewel. Selain kondisi itu, Runa nyaris tidak pernah merepotkan Raka. Jadi kini, saat Raka mengosongkan jadwal praktiknya di hari Jumat dan memutuskan untuk terlibat dengan rutinitas istrinya, Raka menyesal karena pernah menganggap remeh pekerjaan rumah tangga yang dilakukan istrinya.
Dulu, setelah 4 tahun menjalani pendidikan dokter, Raka tetap belum bisa berpraktik sebagai dokter sebelum menjalani masa co-ass. Karena kasus-kasus yang ditemui di dunia nyata seringkali lebih kompleks daripada pengetahuan dan teori yang dipelajarinya di kelas. Karena ada bedanya antara mengamati dan menjalani suatu hal.
Saat menjadi co-ass dulu, Raka tahan berdiri di ruang operasi berjam-jam saat konsulennya di stase bedah sedang melakukan operasi kraniotomi. Ia juga terbiasa berjam-jam berada di ruang operasi mendampingi dokter ginekolog atau dokter bedah anak saat menangani pasien. Tapi kini, ikut terlibat dan menjalani sendiri rutinitas Runa serta mendampingi Risyad dan Rumaisha seharian ternyata lebih melelahkan. Kedua anak itu benar-benar tumbuh dengan baik dan sangat aktif. Saat itulah Raka mengakui kehebatan Runa, karena diantara kesibukan urusan rumah tangga, serta pekerjaan freelance-nya yang membuatnya begadang hampir tiap hari, Runa tetap kuat setiap hari mendampingi anak-anaknya. Bahkan Raka, yang sudah terlatih tidak tidur seharian saat menjadi co-ass dulu, ternyata tidak sekuat itu saat menghadapi pekerjaan rumah tangga dan mendampingi anak-anak.
Baru beberapa hari Raka tidur di sofa ruang tengah untuk menemani Runa bekerja. Dan baru satu hari penuh ia dedikasikan untuk menemani anak-anak. Tapi ternyata tubuhnya tidak sekuat itu. Di hari Minggu itu, akhirnya Raka jatuh sakit. Ketika berwudhu untuk sholat subuh di Minggu pagi itu, Raka merasa menggigil. Itu mengapa setelah sholat Subuh, Raka meringkuk di bawah selimutnya yang tebal setelah mematikan pendingin ruangan di kamarnya.
Raka tidak benar-benar sadar sudah berapa lama ia tertidur. Tapi ia terbangun karena suara marah seseorang. Tirai jendela kamarnya sudah dibuka lebar. Sinar matahari sudah menerangi seluruh kamar itu. Membuat Raka yang baru saja membuka mata bisa melihat sumber suara yang baru saja memarahinya.
"Kenapa diam aja sih kalau sakit?! Kamu udah nggak anggap aku istrimu lagi?!"
Meski masih merasa lemas, dengan tubuh panas tinggi tapi merasa menggigil, Raka tersenyum lemah ketika mendengar bentakan itu. Setelah berhari-hari diabaikan, kini kemarahan Runa justru membuat Raka tersenyum.
Kamu udah nggak anggap aku istrimu lagi?!
Apa itu berarti bahwa perempuan itu masih menganggapnya sebagai suaminya? Apa kemarahan perempuan itu berarti bahwa Runa masih peduli padanya? Apa dirinya masih boleh berharap bahwa Runa akan bisa memaafkan dan memberinya kesempatan?
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top