48. Fibrosis

Bab ini diperuntukkan bagi Kakak2 survivor Covid19. Barangkali ada yang bertanya-tanya "Saya sudah sembuh covid, tapi kok jadi gampang capek dan ngos-ngosan kalau olahraga ya?"

Meski msh byk penelitian yg perlu dilakukan tentang hal ini, semoga bab kali ini bisa memberi sedikit gambaran kecil tentang penyebab keluhan yang Kakak2 rasakan.

Kalian strong! Semangat terus ya!!

* * *

Saat sel/ jaringan/organ terluka, tubuh kita memiliki mekanisme untuk menghancurkan penyebab dan akibat luka tersebut, kemudian memperbaiki jaringan yang luka tersebut. Mekanisme ini diketahui kemudian turut melibatkan makrofag. Meski makrofag terkenal dengan perannya untuk memakan partikel asing (misal infeksi bakteri atau virus) yang masuk ke tubuh, tapi sebenarnya peran makrofag lebih luas daripada itu.

Luka pada sel atau jaringan tubuh bisa disebabkan banyak hal. Merokok, misalnya, bisa melukai sel paru-paru. Atau alkohol dan kadar lemak tinggi menyebabkan kerusakan pada sel hati (liver). Kalau dipikir-pikir lagi, seringkali pola hidup kita sendiri yang melukai diri kita sendiri ya?

Berdasarkan beberapa penelitian diketahui ada beberapa fenotip makrofag. Secara garis besar, ada dua fenotipe makrofag: M1 dan M2. Secara sederhana, makrofag M1 berperan dalam proses inflamasi dan makrofag M2 berperan dalam proses perbaikan jaringan. Saat sel/ jaringan rusak/ terluka (dalam, dan tak tahu arah jalan pulang) maka makrofag M1 ini akan memicu proses inflamasi: pasokan darah meningkat ke area luka, membawa sejumlah besar sel imun untuk menghancurkan penyebab luka (misal mikroba) dan membersihkan jaringan (dari debris). Setelah proses menghancurkan, makan-memakan dan membersihkan ini, jaringan yang luka namun telah bersih ini perlu diperbaiki. Di tahap inilah makrofag M2 (juga fibroblast) berperan untuk menghasilkan matriks ekstraselular (ECM), terdiri dari protein-protein pembentuk jaringan, seperti kolagen dan fibronektin. Setelah jaringan berhasil diperbaiki, kelebihan kolagen yang terbentuk akan dihancurkan oleh fenotip makrofag yang lain sehingga jaringan kembali ke bantuknya semula.

Barangkali akan lebih mudah jika membayangkan kejadian ini, bayangkanlah masa SD kita dulu, saat kita jatuh bermain galasin dan menyebabkan lutut kita terluka. Saat lutut terluka dan berdarah, sel-sel imun akan berdatangan bersama darah tersebut ke tempat luka di lutut kita. Lalu dalam beberapa hari pertama luka di lutut kita akan nampak bernanah. Saat itu, makrofag M1 sedang menghasilkan zat-zat proteolitik untuk menghancurkan infeksi bakteri pada luka kita. Sisa dari bakteri yang hancur tadi itulah yang kita lihat sebagai nanah. Setelah semua bakteri terbunuh, barulah bekas luka itu pelan-pelan tertutup kembali. Saat itu makrofag M2 (dan fibroblast) sedang menghasilkan kolagen, fibronektin dan beberapa protein lain yang dapat memperbaiki struktur jaringan kulit. Pada tahap ini di kulit kita akan muncul bekas luka (sebut saja namanya "koreng") yang sebenarnya merupakan akumulasi ektraselular matriks di kulit. Kemudian, setelah memasuki fase penyembuhan, kelebihan ECM ini akan dihancurkan sehingga kulit kita mulus kembali.

Kira-kira begitulah yang terjadi dalam tubuh kita. Setiap ada serangan pada sel/ jaringan tubuh kita, sebenarnya tubuh kita memiliki mekanisme untuk memperbaiki dirinya sendiri. Namun, jika luka tersebut terjadi berulang-ulang (misal karena merokok terus menerus, atau makan gorengan terus-terusan, atau mabok-mabokan, atau ada infeksi bakteri/virus yang berat atau kronis), mekanisme pertahanan tubuh dan perbaikan diri itu menjadi terganggu.

Pada luka ringan dan akut, terdapat keseimbangan antara pembentukan kolagen (untuk perbaikan diri) dan penghancuran kolagen yang berlebih. Jadi bagi para pasien yang baru saja sembuh dari infeksi (bakteri/virus) saluran pernapasan tapi fungsi pernapasannya belum pulih sempurna (misal masih mudah lelah atau ngos-ngosan saat olahraga), tidak perlu terlalu khawatir. Saat ini barangkali masih terdapat banyak ECM bertumpuk di paru-paru yang menghambat pertukaran udara di alveoli sehingga fungsi pernapasan terganggu. Tapk seiring waktu, ECM yang berlebih tersebut akan dihancurkan sehingga jaringan paru kembali seperti semula, dan fungsi pernapasan kembali normal.

Namun jika terjadi luka kronis yang terus-menerus, atau jika infeksi virus/bakteri yang terjadi sangat parah, maka makrofag akan bekerja terus menerus untuk menghancurkan dan memperbaiki diri, sampai pada suatu tahap dimana terjadi ketidakseimbangan dalam proses pembentukan dan penghancuran kolagen. Makrofag M2 akan terus-terusan memproduksi ECM (kolagen) secara berlebihan. Penumpukan ECM yang berlebihan pada suatu jaringan/organ dapat menyebabkan jaringan/organ tersebut keras dan kaku. Pernah lihat bekas luka di kulit yang membentuk keloid? Kira-kira seperti itu gambarannya saat terjadi akumulasi ECM di organ. Bayangkan kalau keloid semacam itu terjadi di paru-paru kita, maka akan menutup alveoli, menghambat pertukaran udara di alveoli dan menyebabkan gangguan fungsi paru-paru. Bayangkan kalau akumulasi ECM tersebut ada di liver kita, maka akan menyebabkan rusaknya fungsi liver. Fase akumulasi ECM di organ inilah yang disebut fibrosis. Pada fase yang lebih parah, fibrosis liver bahkan dapat menyebabkan sirosis atau kanker liver.

Itu mengapa, kita perlu lebih waspada jika ada keluarga yang mengalami infeksi virus/bakteri yang berat di saluran pernapasannya (infeksi SARS-Cov2 yang berat misalnya). Meskipun ia sudah dinyatakan negatif dari infeksi virus tersebut, kondisi fungsi pernapasannya tetap perlu dikontrol dengan baik, sebab bisa saja terjadi perburukan fungsi pernapasan akibat menumpuknya ECM di alveoli, yang pada akhirnya bisa menyebabkan sesak nafas dan kematian.

Begitu juga yang terjadi pada hati manusia. Kita memiliki mekanisme pertahanan diri yang dapat memulihkan kondisi hati setelah mengalami kekecewaan, luka atau patah hati. Tapi jika kekecewaan, luka dan patah hati yang terjadi sangat berat, atau terjadi berkali-kali, jangan heran kalau hati bisa menjadi keras dan kaku.

Raka pikir, hal itu yang terjadi pada istrinya, Aruna.

Barangkali selama ini tanpa disadarinya dirinya telah menyakiti hati perempuan itu berkali-kali, sehingga terjadi fibrosis dan kini hati dan sikap Runa menjadi kaku dan keras.

"Runa itu orangnya ekspresif, ndak pernah malu nunjukin rasa sayangnya ke kamu. Kamu aja tuh yang malah ndak suka disayang-sayang di depan orang lain."

Dulu Raka kadang merasa sikap istrinya terlalu ekspresif, dan bahkan manja dan genit, padanya. Kadang juga dia merasa sikap Runa itu mengganggu. Tapi kini, ketika melihat Runa meletakkan piring sarapan di hadapannya sambil diam, Raka jadi merindukan sikap hangat Runa. 

* * *

Fibrosis merupakan penyakit kronis yang seringkali baru terdeteksi di fase akhir, setelah kondisi organ sudah terlalu parah dengan adanya penumpukan matriks ekstraselular dan sudah tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Jika organ/jaringan hanya mengalami luka ringan, bekas lukanya akan dengan mudah hilang dan kondisi organ akan pulih kembali. Tapi jika organ sudah mengalami luka berat atau kronis hingga tahap fibrosis, maka kondisi organ juga tidak dapat disembuhkan atau dipulihkan seperti semula lagi.

Hanya ada dua pilihan yang dapat dilakukan jika suatu organ sudah mengalami fibrosis. Transplantasi merupakan tindakan yang paling efektif untuk mengembalikan fungsi organ. Pada fibrosis liver atau ginjal, sebagian liver atau ginjal yang mengalami fibrosis parah dipotong dan dibuang, lalu dilakukan transplantasi dengan liver atau ginjal yang sehat dari donor. Pada fibrosis kolon, bagian yang sakit dapat dipotong dan dibuang.

Kalau saat ini kita sedang menjalani hubungan yang toksik dengan seseorang, racun tersebut bisa melukai hati kita terus-menerus dan menyebabkan hati kita keras dan kaku. Untuk mencegah hati kita makin terluka dan menjadi keras, cara paling efektif adalah dengan memotong hubungan dengan orang tersebut dan membuangnya, lalu menggantinya dengan hubungan lain yang lebih sehat.

Tapi tindakan pemotongan dan pembuangan organ tersebut tidak dapat dilakukan terhadap semua jaringan dan organ tubuh. Kita tidak dapat melakukan tindakan yang sama pada fibrosis paru, atau yang juga disebut Idiophatic Pulmonary Fibrosis/ Fibrosis Paru Idiopatik (IPF). Pada fibrosis paru, yang dapat dilakukan adalah terapi dengan obat.

Penyakit ini dinamakan idiopatik karena penyebab pasti penyakit ini belum jelas. Meski demikian sejumlah penelitian menunjukkan bahwa infeksi bakteri/virus yang parah atau kronis, atau paparan partikel (timbal atau asbes) dan asap rokok dalam waktu lama, berpotensi menimbulkan fibrosis paru.

Bukan hanya penyebabnya yang belum jelas, mekanisme terjadinya fibrosis juga masih terus diteliti, karena penyakit ini melibatkan mekanisme yang rumit antar sejumlah sel, sitokin dan protein.

Sejauh ini hanya ada 2 obat yang disetujui penggunanya oleh FDA sebagai obat IPF, yaitu Pirfenidon dan Nintedanib. Namun demikian, seperti halnya mekanisme terjadinya fibrosis paru yang belum jelas dan masih terus diteliti, mekanisme Pirfenidon dan Nintedanib sebagai obat fibrosis paru juga belum diketahui dengan pasti dan masih terus diteliti. Sejumlah teori dikemukakan berdasarkan hasil penelitian, bahwa Pirfenidon dan Nintedanib bekerja dengan menghambat proses inflamasi dan menghambat proliferasi fibroblast (sel yang memproduksi matriks ekstraseluler). Namun belum ada yang benar-benar bisa menjelaskan bagaimana mekanisme pastinya kedua obat tersebut bekerja sebagai antifibrotik. Hanya saja, aplikasinya di klinis menunjukkan bahwa penggunaan pirfenidon atau nintedanib menunjukkan perbaikan fungsi paru dan perbaikan kualitas hidup pasien. Meskipun kedua obat tersebut tidak bisa memulihkan kondisi paru yang sudah terlanjur mengalami fibrosis, namun dengan mencegah perburukan kondisi paru, obat tersebut terbukti memperpanjang harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup pasien.

* * *

Seperti halnya IPF yang belum diketahui pasti penyebab utamanya serta mekanisme terjadinya yang rumit dan melibatkan banyak sel, sitokin dan protein, seperti itu pulalah kerumitan masalah rumah tangga Raka dan Runa. Saking kompleksnya, Raka tidak bisa mengindentifikasi dengan pasti apa sebenarnya penyebab utama Runa meminta cerai.

Setiap kali Ibu dan ibu mertuanya menanyakan apa permasalahan rumah tangganya, Raka selalu kesulitan menjawabnya. Bukan karena ia tidak menyadari kesalahan yang dilakukannya, tapi justru karena dia sadar bahwa kesalahannya amat banyak dan sudah bertumpuk sejak lama hingga bahkan ia tidak bisa mengidentifikasinya dengan jelas.

Dan seperti halnya Pirfenidon dan Nintedanib yang belum diketahui dengan pasti mekanisme kerjanya dan tidak bisa menyembuhkan fibrosis, tapi bisa memperlambat perburukan kondisi, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup; seperti itu juga yang sedang Raka coba lakukan sekarang.

Raka barangkali tidak bisa benar-benar menyembuhkan rasa sakit yang telah disebabkannya pada Runa. Luka itu pasti berbekas, dan barangkali membuat hati Runa lebih keras, seperti halnya bekas luka pada fibrosis. Tapi Raka berusaha seperti Pirfenidon dan Nintedanib, yang berusaha memperpanjang usia pernikahan mereka dan memperbaiki kualitas pernikahan mereka.

Mekanisme kerja Pirfenidon dan Nintedanib belum diketahui pasti dan masih terus diteliti. Seperti itu pulalah yang dilakukan Raka dalam pernikahannya. Meski belum tahu pasti apa yang harus dilakukannya untuk memperbaiki pernikahannya, tapi Raka berusaha mengurai benang kusut yang selama ini membelit rumah tangganya.

Ada tiga isu utama yang menurutnya memicu permintaan cerai Runa: uang pinjaman Mama, kecemburuannya terhadap Ganes dan kecemburuan Runa terhadap Hani. Tapi selain 3 isu besar itu, percakapannya dengan beberapa orang dalam sebulan terakhir ini sudah membuka matanya bahwa permasalahan rumah tangganya tidak sesederhana ketiga hal tersebut saja. Jadi sekarang, karena ia tidak benar-benar bisa mengidentifikasi kesalahannya yang mana yang membuat Runa berkeras ingin pisah, Raka berencana untuk membicarakannya dengan Runa.

Raka merasa beruntung karena Runa bersedia pulang kembali ke rumah setelah beberapa minggu tinggal di rumah ibunya. Sayangnya, sejak kembali ke rumah ini, Raka belum pernah berhasil mengajak Runa bicara. Perempuan itu selalu tampak sibuk sehingga Raka selalu sungkan untuk mengajaknya bicara karena akan mengganggunya. Dirinya yang lama pasti akan segera mengajak Runa bicara begitu berhasil mengajak perempuan itu pulang. Tapi Raka yang sekarang merasa memaksakan bicara dengan Runa yang masih marah padanya dan sedang sibuk dengan hal lain justru akan memicu kekesalan Runa lebih jauh. Bisa jadi setelahnya Runa akan makin antipati padanya dan menjauhinya. Itu mengapa sekarang Raka memutuskan untuk tidak memaksakan bicara dengan Runa saat waktunya belum tepat.

Alih-alih memaksa bicara dengan Runa, kali ini Raka memutuskan untuk memulai usahanya dengan mendekati Runa. Lebih dari 10 tahun hidup bersama, Raka baru menyadari bahwa Runa memahaminya jauh lebih banyak daripada dirinya memahami Runa. Jadi kali ini Raka ingin mendekati Runa, mencoba memahami istrinya lebih baik dan membuat istrinya kembali merasa nyaman bersamanya.

* * *

Ini Raka beneran udah insyaf atau cuma ga pengen kehilangan Runa karena takut kalah dari Ganes nih?

* * *

Setelah baca bab ini, semoga makin banyak Kakak2 yg aware bahwa salah satu hal yg perlu diwaspadai dari covid19 bukan hanya gejala saat terinfeksi, tapi juga efek pasca infeksi. Infeksi virus yg parah pada paru2 dapat menyebabkan fibrosis. Itu mengapa pada beberapa penyintas covid19, ada yg fungsi paru2nya menurun (nafas pendek, lbh mudah lelah, dll) bahkan meski sudah sembuh dan negatif covid19.

Jadi Kakak2, plis jangan sepelekan covid19 ya. Efeknya terhadap paru2 bisa panjang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top