39. Merencanakan Masa Depan
Meski disediakan kantin khusus untuk karyawan RS, bukan berarti para tenaga kesehatan dan karyawan RS tidak boleh makan di kantin pengunjung. Kantin karyawan hanya disediakan untuk memastikan karyawan RS tetap dapat makan siang atau makan malam, meski kantin pengunjung sedang penuh.
Siang itu, Raka baru saja keluar dari ruang operasi, setelah membantu memeriksa kondisi bayi yang terlahir prematur secara SC. Dan kantin pengunjung berada lebih dekat dengan ruang operasi, dibanding kantin karyawan. Jadi siang itu ia memutuskan untuk makan di kantin pengunjung.
"Eh lihat deh! Bapak-bapak dan ibu-ibu yang disitu!"
Selagi makan sendirian di salah satu sudut kantin, Raka mendengar obrolan tiga orang gadis di meja sebelah. Ketiga gadis ini tidak tampak sedang sakit, jadi mungkin mereka datang ke RS untuk menjenguk teman atau saudaranya yang sakit.
Meski tidak ingin ikut campur obrolan ketiga gadis itu, toh kepala Raka refleks juga menoleh ke arah yang ditunjuk salah seorang gadis itu.
"So sweet banget ya. Mesra gitu," komentar gadis lainnya.
Raka melihat sepasang suami-istri di koridor RS, barangkali usianya sekitar 50 tahunan. Awalnya mereka hanya berjalan bersisian, namun kemudian sang suami meraih telapak tangan istrinya dan menggenggamnya. Gerakan sederhana itu yang memancing percakapan ketiga gadis di meja sebelah Raka.
"Langka tuh suami kayak gitu. Patut dilestarikan," kata gadis ketiga. Yang ditanggapi dengan tawa oleh kedua gadis lainnya.
"Se-langka komodo nggak?"
"Kurleb lah. Hahaha. Cowok kan biasanya mesra cuma pas pacaran doang. Pas udah nikah, anyep. Kalo digandeng tangannya sama istrinya malah malu. Padahal mah ngapain malu ya. Yang pacaran aja rangkul-rangkulan segala. Masa yang udah nikah, pegangan tangan aja malu."
Deg!
Kata-kata gadis itu mirip dengan yang pernah disampaikan Runa beberapa tahun lalu, karena Raka selalu menolak kalau istrinya itu menggandeng tangannya saat di tempat publik.
"Iya ya. Segala pakai alasan udah ada anak-anak lah. Malu dilihat anak-anak lah. Harus gandeng tangan anak-anak lah. Padahal mah karena dia malu gandeng tangan istri karena body istrinya udah berubah karena melahirkan. Laki-laki emang bisa sekampret itu."
Lagi-lagi kedua gadis lainnya menggangguk-angguk menyetujui, lalu tertawa saat si gadis ketiga memaki "kampret".
Deg!
Semua alasan yang dikatakan gadis itu juga seperti yang pernah dikatakannya pada Runa. Dia memang sering bilang pada istrinya, tidak perlu bergandengan tangan di tempat publik, karena toh mereka harus menggandeng tangan anak-anak agar tidak hilang. Tentu saja itu alasan Raka yang sebenarnya, bukan karena ia malu terlihat jalan bersama istri karena bentuk tubuhnya yang berubah, karena jelas hingga saat ini Runa masih secantik dan selansing saat gadis dulu. Tapi percakapan para gadis ini membuat Raka sadar, meski alasannya tidak mengada-ada, tapi menolak digandeng istri dianggap sebagai salah satu parameter "suami kampret" bagi beberapa perempuan.
Pantas saja Runa tidak pernah lagi menggandeng tangannya.
"Kalau suami gue nggak mau lagi kelihatan bareng sama gue dan gandeng tangan gue di depan orang-orang, cuma karena gue makin gendut setelah melahirkan, pasti gue akan sedih banget."
Apakah begitu juga yang dirasakan Runa, meski ia tidak pernah mengatakannya? Apa perempuan itu juga sedih karena dirinya tidak pernah memperlakukannya dengan mesra di depan orang lain?
"Iya lah. Siapa yang nggak sedih, iya kan? Manusia kan butuh diakui, minimal diakui eksistensinya. Tapi cowok mah emang gitu. Pas pacaran, posesif banget kemana-mana digandeng, biar seluruh dunia tahu bahwa cewek itu pacarnya, jadi nggak ada cowok lain yang berani deketin. Tapi giliran pas udah nikah, bininya malah dikacangin. Berasa udah hak milik mungkin. Dia pikir bininya kagak bakal direbut orang lain lagi kalo udah dikawinin."
"Kalo beneran istrinya ditaksir laki-laki lain, ntar nangeeesss!"
Kemudian ketiga gadis itu tertawa lagi.
"Cowok tuh suka nggak ngerti sih. Hanya karena istrinya ga pindah ke laki-laki lain, bukan berarti karena nggak ada kesempatan atau karena nggak ada yg naksir, tapi emang karena istrinya memilih setia. Kalo cowok mah, gaji nambah dikit, langsung kepikiran kawin lagi."
"Nggak semua cowok kayak gitu sih, Sis."
"Iya gue tahu sih. Gue cuma lagi pengen stereotyping aja. Tiba-tiba inget mantan gue, jadi pengen misuh-misuh. Hahaha."
* * *
Ketiga wanita tersebut masih terus asik dengan percakapan seputar perubahan sikap laki-laki sebelum dan setelah menikah, bahkan ketika mereka sudah selesai makan dan meninggalkan kantin. Raka masih di mejanya, berusaha menghabiskan makan siangnya meski ia sudah tidak berselera lagi setelah menguping percakapan ketiga gadis itu. Ternyata memang sebesar itu perbedaan pola pikir laki-laki dan perempuan. Hal-hal yang dianggapnya sepele atau wajar, ternyata merupakan sesuatu yang bermakna bagi wanita.
Selama ini Raka juga sudah tahu tentang perbedaan pola pikir pria dan wanita. Laki-laki adalah mars dan perempuan adalah venus. Ketika keduanya bertemu di bumi, tentu perlu banyak penyesuaian. Tapi ia tidak tahu bahwa sesignifikan itu perbedaannya.
Karena menyadari perbedaan pola pikir pria dan wanita itu, sejak dulu ia tidak suka berhubungan dekat dengan perempuan yang penuh kode. Ia pusing jika harus menafsirkan kode-kode terselubung perempuan. Itu mengapa hanya perempuan yang dapat berkomunikasi terbuka dan lugas yang dapat membuatnya nyaman dan tidak menerka-nerka. Hani dan Runa adalah sedikit dari perempuan seperti itu.
Tapi belakangan ini Runa berubah. Raka baru sadar sekarang bahwa belakangan Runa berubah menjadi penuh rahasia. Perempuan itu merahasiakan tentang uang pinjaman mertuanya, juga memendam saat melihat dirinya bersama Hani. Padahal Runa yang dikenalnya selama ini harusnya perempuan yang akan berterus terang jika ingin meminta uang, alih-alih bilang meminjam. Runa yang dikenal Raka juga adalah tipe perempuan yang langsung menegur saat sedang cemburu, alih-alih hanya diam memendam amarah. Jadi kenapa Aruna kini berubah?
Setelah Raka menghabiskan makan siangnya, ia meletakkan nampan berisi piring dan mangkuk di meja di pojok kantin. Ia kemudian menuju kasir untuk membayar makanannya. Saat itulah ia bertemu dengan seseorang yang sangat ingin ditemuinya, meski ia sangat kesal padanya.
Prima Ganesha.
"Siap Mbak. Ini gue udah ampir balik kantor kok. Abis jenguk Niken dan bayinya." Saat itu Raka mendengar lelaki itu bicara melalui ponselnya.
Lelaki berambut gondrong itu kemudian menutup ponselnya dan berdiri di depan kasir untuk membayar sebotol minuman yang dibelinya.
Setelah Ganes selesai membayar, ia berbalik badan dan akhirnya berhadapan dengan Raka. Ganes tampak kaget sesaat, tapi kemudian ia mengangguk sopan pada Raka, meski tanpa senyum. Raka juga tidak mau berpura-pura ramah pada lelaki itu. Tapi ketika Ganes hendak melanjutkan langkah untuk pergi, saat itulah Raka buru-buru menahannya.
"Boleh kita bicara sebentar?" tanya Raka. Ia mempertahankan kesopanan, meski ia tidak menyukai lelaki itu.
Ganes tampak menimbang sesaat sebelum menyetujui permintaan Raka. Ia kemudian mengikuti Raka menuju meja yang tadi ditempati Raka saat makan siang. Kebetulan belum ada orang lain lagi yang mengambil tempat itu setelah Raka pergi tadi.
Ganes duduk di hadapan Raka, menunggu laki-laki itu bicara.
"Saya akan langsung aja," kata Raka, tanpa basa-basi. Wajahnya datar, tapi Ganes bisa merasakan bara di dalam matanya. "Ada hubungan istimewa apa antara kamu dan istri saya?"
Ganes mengernyit sesaat. Hubungan istimewa? Jadi suami Runa ini memang sudah yakin bahwa istrinya punya hubungan istimewa dengan dirinya kan?
"Kami rekan kerja, dan saudara ipar," jawab Ganes. Lancar dan mudah. Tanpa beban.
"Jangan bohong!"
Ganes kaget dengan kata-kata penuh penekanan itu.
"Kalau saya bilang bahwa kami nggak ada hubungan khusus, apa Mas percaya?" tanya Ganes.
Mata Raka menyipit. Jelas dia tidak akan percaya begitu saja.
"Sudah seberapa dekat hubungan kalian?" tanya Raka, lebih menuntut.
Tapi demi mendengar pertanyaan Raka, alih-alih merasa terpojok, Ganes justru menyandarkan tubuhnya di kursi dengan lebih rileks.
"Karena Mas sudah yakin bahwa kami punya hubungan khusus, jadi sepertinya nggak ada gunanya saya mengelak lagi," kata Ganes akhirnya. Duduk dengan santai, sambil tersenyum ramah, ia berkata pada Raka, "Kami memang sudah sama-sama menyusun rencana masa depan."
Tangan Raka mengepal kuat. Merencanakan masa depan bersama?! Apa itu berarti perempuan itu benar-benar menginginkan perceraian, agar bisa bersama lelaki ini?!
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top