31. Tentang Dia
Seminggu yang Lalu...
"Itu Ayah, Bund!" pekik Rumaisha girang ketika melihat sosok ayahnya.
Runa juga melihat sosok itu. Sedang duduk di kursi tunggu di depan IGD. Bersama seorang wanita.
"Kamu harus kuat, Hani! Ayahnya nggak ada, jadi Fatih butuh ibunya yang kuat."
Meski hanya samar-samar, karena jarak mereka terpaut beberapa meter, tapi Runa dapat mendengar kata-kata yang diucapkan suaminya kepada wanita itu. Hal itu yang membuat Runa dengan cekatan mencegah Rumaisha yang siap berlari menghambur menemui ayahnya.
"Ayah masih kerja ternyata. Kita jangan ganggu. Kita pulang aja ya, Sayang," kata Runa pada Rumaisha.
"Ayah nggak sibuk kok," jawab Rumaisha sambil menunjuk kedua orang itu. "Itu Ayah lagi ngobrol sama Tante. Bukan lagi kerja."
"Tante itu pasiennya Ayah. Dia lagi sedih. Makanya Ayah menghibur. Tuh, lihat, Ayah lagi tepuk-tepuk bahunya. Jadi kita jangan ganggu Ayah ya. Kita pulang aja," kata Runa dengan suara bergetar, mencoba menutupi gemuruh di dadanya.
Beruntung Rumaisha tidak lagi membantah sehingga tidak lama kemudian Runa sudah berhasil menggandeng tangan Risyad dan Rumaisha untuk kembali ke mobil.
* * *
Beberapa Hari yang Lalu...
"Mbak, maaf ya aku nggak bisa datang," kata Raya, adik ipar Runa, di telepon. "Aku mendadak harus mewakili dosen senior yang nggak bisa datang ke conference untuk mempresentasikan hasil penelitian kami."
"Iya, nggak apa, Ya," jawab Runa. "Tapi Bapak dan Ibu gimana?"
Untuk pernikahan Anin, ibu Runa memang mengundang ayah, ibu dan adik Raka - - sebagai keluarga besan-- untuk hadir juga.
"Nanti aku tetep anter Bapak Ibu ke Bandara. Aku tungguin sampe boarding. Mbak atau Mas Raka bisa jemput di Halim kan?"
"Mas Raka biasanya sibuk. Tapi aku available kok. Nanti aku jemput. Urusan Bapak dan Ibu di Jakarta, kamu nggak usah khawatir," jawab Runa.
"Makasih ya Mbak. Maaf, sekali lagi, karena aku nggak jadi dateng. Nanti aku telepon Anin dan Mama Arimbi juga deh, minta maaf karena nggak bisa dateng."
"Iya, santai aja, Ya."
"Ngomong-ngomong, Mas Raka tuh sesibuk apa sih sampai nggak sempat jemput orangtuanya sendiri?"
"Sibuk banget dia. Tapi nanti diusahakan Mas Raka juga jemput kok. Tapi kalau kepepet dan ternyata Mas Raka nggak bisa jemput, kamu nggak usah khawatir karena aku yang akan jemput Bapak Ibu."
"Oh lagi sibuk banget tho. Pantes udah jarang update IG lagi dia. Sekalinya update IG, bahasannya serius banget. Nggak asik kayak biasanya. Beberapa temen dosen di jurusanku kan followernya Mas Raka, pada komen gitu juga."
"Wah ternyata orang Jogja follow IGnya Mas Raka juga?"
"Dari jaman dulu, banyak fansnya dia mah. Apalagi setelah jadi dokter spesialis anak yang aktif edukasi di IG, makin banyak fansnya para ibu muda."
Raya dan Runa kemudian tertawa bersama.
"Kalau banyak fans gitu, pasti mantannya banyak ya?" tanya Runa.
"Mantannya Mas Raka cuma 1 doang kok, Mbak. Fans mah banyak, tapi pas kenal Mas Raka lebih dekat, mereka pasti nggak tahan. Mana ada cewek yang tahan sama cowok yang ceplas-ceplos, lempeng dan nggak romantis kayak Mas Raka kan. Mas Raka juga sukanya sama cewek yang tegas dan nggak cengeng."
"Mantannya itu, maksudnya Haiva?"
"Emang Mas Raka pernah pacaran sama Mbak Iva? Setahuku sih hubungan mereka cuma karena dijodoh-jodohin aja sama Ibu dan ibunya Mbak Iva."
"Lho? Jadi siapa?"
"Mbak Runa nggak kenal sih."
"Namanya siapa?"
"Mbak Hani."
"Oh, berarti sebelum sama Iva ya? Mereka lama pacaran?"
"Lumayan lama sih, dari jaman Mbak Hani masih maba. Waktu itu Mas Raka baru jadi dokter. Ketemu di IGD pas Mbak Hani syok anafilaksis pas dipaksa makan coklat sama panitia ospek."
"Wah, lama juga ya?"
"Empat - lima tahun kali ya."
"Udah pacaran selama itu, kok bisa putus?"
"Mbak Hani dapet beasiswa ke Jerman. Tapi Mas Raka lagi ambil spesialis. Nggak bisa LDR, ya terus putus deh."
"Oh..."
"Eh aduh, kok aku cerita yang macem-macem," kata Raya panik. Seperti orang yang terkena hipnotis lalu tiba-tiba sadar. "Jangan bilang sama Mas Raka bahwa aku cerita kayak gini ke Mbak Runa ya."
Runa tertawa. "Santai aja, Ya."
"Emangnya Mas Raka nggak pernah cerita ke Mbak?"
"Nggak pernah. Kalau aku tanya, dia pasti bilang, masa lalu itu nggak lebih penting daripada masa depan. Jadi dia nggak pernah mau jawab."
"Bener juga sih, Mbak. Yang penting kan sekarang Mas Raka udah hepi sama Mbak Runa. Beruntung banget mah Mas Raka dapet Mbak Runa."
"Halah, ngerayu kamu."
Terdengar suara tawa Raya di seberang telepon. Raya juga mendengar suara tawa Runa. Tapi Raya tidak pernah tahu bahwa suara tawa di seberang telepon itu diiringi air mata yang menetes perlahan.
* * *
Hujan turun dengan deras di luar kamarnya. Bunyi tetesannya yang menerpa jendela terdengar jelas. Tapi tidak sekeras dentuman dari jantung Runa saat ia membaca pesan-pesan singkat di WhatsApp suaminya dengan seseorang bernama Hani.
Meski selama ini Runa dan Raka saling mengetahui passkey ponsel masing-masing, Runa tidak pernah ingin melihat isi ponsel suaminya, karena ia percaya sepenuhnya pada lelaki itu. Runa percaya, Raka tidak mungkin selingkuh. Seperti kata Raya, tidak banyak perempuan yang tahan dengan sikap Raka, juga tidak banyak perempuan yang bisa menarik perhatian Raka.
Tapi kali ini berbeda. Ini tentang mantan pacar Raka, yang pernah lima tahun berhubungan dengannya, dan terpaksa putus bukan karena sudah tidak saling cinta tapi karena keadaan yang memisahkan. Bisa saja mereka sebenarnya masih saling menyayangi kan?
Hanya karena beberapa hari lagi pernikahan Anin dan mereka harus hadir bersama sebagai sebuah keluargalah, maka Runa bertahan hingga resepsi pernikahan Anin selesai digelar dan orangtua Raka kembali ke Solo.
* * *
[[Kamu tuh hebat, Han. Karir kamu bagus dan kamu bisa merawat Fatih sendirian. Pasti berat harus jadi ibu dan ayah sekaligus. Fatih pasti bangga punya ibu hebat kayak kamu. Yang jadi suami kamu juga pasti bangga]]
* * *
Pendek aja ygy.
Kalo responnya rame, baru double update. Hehehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top