3. Anak Siapa?

"Ihhhh, anaknya dikasih makan apa sih Bund, kok pinter-pinter amat?" puji ibunya Jenny, sambil mencubit-cubit pelan pipi Rumaisha.

Pagi itu Aruna sedang duduk di taman sekolah bersama kedua putra-putrinya, Risyad dan Rumaisha, setelah mengambil laporan hasil belajar keduanya semester ini. Dan seperti kata ibunya Jenny, kedua anak Aruna itu menunjukkan hasil belajar yang baik. Risyad mendapatkan peringkat pertama. Sementara Rumaisha, meski tidak ada sistem peringkat di jenjang TK, tapi laporan perkembangannya selama TK sangat memuaskan.

"Makan nasi juga kok, Mama Jenny," jawab Runa sambil terkekeh santai.

"Yang kayak gini nih yang bikin iri," kata ibunya Anita. "Kayak emak-emak yang kalau ditanya Kulit wajah kamu kinclong amat, pakai skin care apa sih? Trus malah dijawab, Cuma pakai air wudhu aja kok. Emang dikira saya nggak wudhu lima kali sehari apa? Tapi muka saya tetep aja ga kinclong."

Ibu-ibu yang sedang berkumpul di taman itu ikut tertawa dengan protes ibunya Anita. Kadang perempuan itu memang terlalu blak-blakan saat bicara, tapi bukan berarti julid atau jahat.

"Di rumah pasti makanannya bergizi tinggi semua ya Bund? Salmon? Daging? Gitu-gitu ya Bund? Ayahnya kan dokter anak ya, pasti concern juga sama asupan gizi anak-anak kan?" tanya ibunya Yuni kali ini.

"Si Risyad malah kurang suka protein, Bu. Sukanya sayur dan tempe goreng," jawab Runa sambil tersenyum.

Pada kenyataannya, baik Risyad maupun Rumaisha bukan tipe anak yang doyan makan. Makanya badannya nggak montok dan menggemaskan, bahkan cenderung kurus. Runa benar-benar harus memutar otak supaya asupan gizi anak-anaknya tetap terjaga dan seimbang meski mereka tidak suka makan. Minimal, supaya anak-anaknya tidak sampai terdiagnosa kurang gizi.

"Si Mario padahal doyan makan lho. Saya kasih susu, salmon, minyak ikan, daging, semua makanan bergizi. Saya panggilin guru les privat juga. Tapi tetep aja nggak dapet rangking," keluh ibunya Mario.

"Ya kan bukan karena makanan doang, Mam," jawab ibunya Jenny, "Risyad dan Rumaisha kan bapaknya dokter gitu lho! Lulusan salah satu universitas terbaik di Indonesia lagi. Lulusan doktor juga dari Belanda kan. Emang bibitnya udah bibit unggul. Jadi nggak perlu makanan mahal atau guru les, emang udah pinter berkat gen bapaknya."

"Pasti nggak pernah pusing nyuruh-nyuruh anak belajar ya Bund?"

Runa hanya tertawa saja. Lalu memperhatikan Risyad yang berlarian di halaman sekolah. Belum tahu mereka, gimana susahnya nyuruh Risyad duduk tenang belajar.

"Bunda Risyad nih beruntung banget emang ya. Suaminya dokter, ganteng, idola ibu-ibu. Anak-anaknya juga lucu-lucu dan pinter-pinter. Apa sih rahasianya?"

"Alhamdulillah ya Bund. Cuma wudhu aja kok," jawab Runa dengan cengiran iseng.

"Yah nyebelin!" gerutu Mama Anita. Membuat ibu-ibu yang lain terkekeh senang melihat Mama Anita sewot.

Tiba-tiba ponsel Runa bergetar. Ia mengambilnya dan menemukan pesan baru dari suaminya. Ia menoleh ke halaman parkir dan menemukan mobil suaminya sudah terparkir di sana. Hari ini, karena tidak ada jadwal praktik atau operasi, Raka memang menyediakan waktunya untuk keluarga. Tadi selagi Runa mengambil laporan hasil belajar Risyad dan Rumaisha, suaminya pamit sebentar untuk isi bensin. Dan kini baru kembali.

Setelahnya, Runa berpamitan dengan ibu-ibu yang lain, memanggil Risyad untuk berhenti lari-larian dan menggandeng Rumaisha untuk menemui ayahnya.

"Icad dapet rangking satu dong, Yah!" pekik Risyad serta-merta ketika memasuki mobil dan duduk di samping kursi pengemudi.

"Alhamdulillah! Anak pinter!" puji Raka, dengan senyum lebar menghiasi wajah tampannya.

Runa masuk ke kursi di balik pengemudi, disambut dengan senyum suaminya. Wajah matang dan tampan ini yang biasa menghipnotis para ibu-ibu muda yang memeriksakan anaknya, pikir Runa.

"May gimana?" tanya Raka pada Rumaisha, putrinya yang duduk menempel di samping Runa.

"May dapet rangking nol dong!" jawab Rumaisha bangga. Nggak mau kalah dari kakaknya yang dipuji karena mendapat rangking satu.

"Mana ada rangking nol, Dek!" gerutu Risyad.

"Ada, yeeee," jawab Rumaisha tidak mau kalah. "Rangking nol lebih pinter daripada rangking satu kan, Bunda?" gadis kecil itu lalu berpaling minta dukungan ibunya.

"Icad dan May sama pinternya!" puji Runa sambil memeluk Rumaisha dan menjangkau kepala Risyad lalu mengacak rambutnya pelan. "Makasih ya kesayangan Bunda, sudah belajar dengan baik."

"Anak siapa dulu dong?" kata Raka bangga sambil melirik kedua anaknya.

"Anak ayah!!!" pekik Risyad dan Rumaisha bersamaan.

Raka tertawa senang mendengarnya. "Ayo kita jalan-jalan sekarang!"

"Yeayy!!!"

"Pada mau kemana?" tanya Raka sambil menyalakan mesin mobilnya dan memasang sabuk pengamannya.

"Timezone!"

"Makan es krim!"

Lalu kedua anak itu sibuk berceloteh, menceritakan keinginan mereka. Sebab jarang-jarang mereka menghabiskan waktu dengan ayahnya yang sehari-hari sibuk di rumah sakit. Jadi saat sang ayah punya waktu untuk mengajak mereka jalan-jalan, mereka jadi sangat antusias.

Runa mendengarkan celoteh Risyad dan Rumaisha sambil tersenyum. Tapi lama kelamaan senyumnya memudar. Saat ada ayahnya, kedua anak tersebut memang jadi mencari perhatian pada ayahnya, dan jadi mengabaikan dirinya.

Seperti juga orang-orang lain.

Seperti para ibu di sekolah Risyad. Mereka hanya tahu bahwa Risyad dan Rumaisha bisa sepintar itu karena ayahnya seorang dokter lulusan Belanda. Mereka hanya tahu bahwa Risyad dan Rumaisha bisa sepintar itu karena asupan gizinya diperhatikan oleh sang ayah yang merupakan dokter anak. Mereka hanya tahu bahwa Runa tidak perlu mahal-mahal memanggil guru les privat atau kesulitan mengajar Risyad dan Rumaisha karena keduanya sudah membawa gen kecerdasan dari ayahnya.

Ibu-ibu itu tidak tahu bahwa demi agar kedua anak yang tidak doyan makan itu tidak kekurangan gizi, Runa sudah mencoba berbagai variasi resep masakan dan mencoba segala teknik untuk membuat mereka tetap makan teratur. Ibu-ibu itu tidak tahu bahwa Risyad pernah didiagnosa sebagai anak hiperaktif, sehingga harus Runa sendiri yang menemani anak itu belajar agar bisa tetap fokus dan konsentrasi. Yang ibu-ibu itu tahu, semua keberhasilan Risyad dan Rumaisha adalah berkat ayahnya. Mereka tidak pernah tahu apa yang sudah dilakukan Runa selama ini.

Anak-anaknya juga begitu. Tiap ditanya "anak siapa?" pasti akan menjawab "anak ayah!". Padahal kalau sakit, tidak mau lepas dari dirinya.

Bunda Risyad nih beruntung banget emang ya. Suaminya dokter, ganteng, idola ibu-ibu. Anak-anaknya juga lucu-lucu dan pinter-pinter.

Apakah hanya dirinya yang beruntung memiliki suami seperti dr.Raka dan anak-anak seperti Risyad dan Rumaisha? Apakah suami dan anak-anaknya tidak merasa beruntung juga memiliki istri dan ibu sepertinya?

Ponsel Runa bergetar, mengalihkan pikirannya yang sendu dan miris. Ia menemukan notifikasi dari box pesan di aplikasi berlogo mawar merah. Itu pasti dari Ganes.

Sejak match dengan Ganes, Runa memang belum pernah "swipe right" lagi pada profil yang lain sehingga tidak pernah "match"  dengan orang lain. Baginya, Ganes adalah teman paling aman yang bisa ditemuinya di aplikasi tersebut, jadi dia tidak berminat mencari teman lain. Bagi Runa, Ganes saja sudah cukup untuk teman ngobrol dan sebagai bahan risetnya.

Saya sudah baca blog kamu!
Dan saya suka banget!
Tulisan-tulisan kamu sarkas tapi cerdas.
Kamu nggak pernah coba kirim tulisan kamu ke koran atau majalah online?
Saya punya kenalan di salah satu media online, mungkin kamu tertarik?
Saya suka banget tulisan kamu, Runa! Terutama kalau kamu nulis topik-topik kesehatan. Such a smart analysis!

Senyum Runa kembali mengembang lebar ketika membaca pesan dari lelaki itu.

Dia bukan tipe orang yang haus pujian. Bukan pula dia tidak ikhlas mengurus anak-anaknya, lalu mengharapkan apresiasi orang lain atas keberhasilan anak-anaknya. Dia hanya ingin sedikit.... dihargai?

Dan jika ada orang lain yang bisa mengapresiasi dirinya sebagai dirinya sendiri, bukan sekedar sebagai istri dokter atau ibu dari anak-anak yang sudah terlahir pintar, apakah dirinya berdosa jika merasa hatinya buncah dan berbunga?

* * *

Ada beberapa komen yang saya terima terkait tulisan saya ini, baik yg ditulis di sini, di lapak sebelah (pas saya lg promo cerita ini di cerita Erlang-Farah-Attar) dan di lapak Madam Rose di akun Karos Publisher.

Sebenarnya saya nggak kaget2 amat membaca komen tsb. Sudah terprediksi malah. Berikut adl bbrp komen tsb:

1. "Cerita ini menginspirasi pembaca untuk selingkuh saat menghadapi rumah tangga yang mulai membosankan"

Suatu cerita bisa ditanggapi sebagai suatu ajakan, inspirasi, atau bahkan peringatan, tergantung dari sudut pandang yg digunakan pembaca. Dari sisi penulis, saya nulis ini bukan utk menginspirasi para ibu rumah tangga yg krg puas dg rumah tangganya untuk selingkuh. Tapi justru sbg peringatan kpd para istri, bahwa hal spt ini mungkin terjadi, jd hrs diwaspadai dan dicegah agar jgn sampai terjadi. Ini jg peringatan utk para suami, jgn sampai istri tdk merasa didengar oleh suami sendiri, lalu malah merasa lbh nyaman dg orang lain (apalagi laki-laki lain) yg lbh mau mendengarkan.

2. "Saya juga ibu rumah tangga. Tapi nggak pernah merasa spt Aruna yg bosan/ minder mjd ibu rumah tangga."

Hanya krn rumah tangga kita baik2 aja, suami romantis, anak2 pd nurut, bisa melahirkan normal, ASI lancar, ibu mertua baik, ipar nggak julid,,, bukan berarti semua perempuan merasakan keberuntungan yang sama. Hanya krn kita nggak bosan/minder sbg ibu rumah tangga, bukan berarti nggak ada perempuan lain yang merasa bosan/minder.

3."Ya begitu itu kl krg ikhlas mengabdi pd keluarga. Jadinya malah selingkuh."

Ada perempuan yg sdh senam hamil n rajin jalan2 demi bs melahirkan normal, tp ternyata tetep hrs melahirkan mll sectio caesaria krn kasus medis. Ada perempuan yg sdh memakan bermangkok2 daun katuk dan minum suplemen peringkat ASI, tp ASInya tetap tdk mencukupi kebutuhan bayi. Ada perempuan2 yg sepenuh hati ikhlas mengabdi pada suami dan anak2, tapi di saat yg sama jg ingin berdaya n berkontribusi di ranah publik, bukan semata krn krg bersyukur atau tdk ikhlas mengurus keluarga.

4."Kalau ada yg bikin nggak puas dlm rumah tangga, harusnya dikomunikasikan. Bukan cari pelampiasan di tempat lain"

Ini tepat sekali! Komunikasi!
Dan komunikasi itu adl proses pertukaran pesan DUA ARAH. Jd kalau si istri ingin cerita/berkomunikasi, tapi suami sll ketiduran duluan atau sibuk main hape, itu namanya bukan komunikasi, tp siaran radio.

5. "Nggak sreg ah baca cerita perselingkuhan, apalagi kalau yg selingkuh adl yg perempuan."

Jd kl laki-laki/suami selingkuh adl sesuatu yg wajar, tp kl perempuan/istri yg selingkuh itu menjijikkan? Kalau laki-laki merokok terkesan macho, tapi kalau perempuan merokok pertanda perempuan nggak bener? Kalau laki-laki nggak perjaka saat menikah, itu wajar,,, tapi kalau perempuan hrs tetap perawan smp menikah? Well, sad but true, kita memang hidup di lingkungan dg pola pikir spt itu.

Jadi, memang cerita ini akan jadi tdk nyaman dibaca oleh banyak pembaca saya. Terutama krn biasanya saya nulis cerita dg tokoh perempuan yg "anak baik2". Pas saya bikin tokoh Farah yang pintar-akademik tp bego-bucin aja banyak yg protes "katanya pinter n lulus cum laude tp kok bodoh n bucin bgt sm Erlang", hahaha. Apalagi tokoh Aruna kali ini, pasti byk yg ga suka. Padahal, dia daftar Madam Rose bukan buat pelarian atau cari selingkuhan lho.

Jadi terima kasih buat Kakak2 pembaca yang tetap mau baca dan vote cerita ini. Semoga bisa terinspirasi, tp bukan terinspirasi buat selingkuh ya, hehehe.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top