21. A Million Dreams

"Hasil terjemahannya bagus. Tapi kenapa gue belum pernah dengar namanya di dunia penerbitan ya? Dia belum pernah jadi penerjemah sebelumnya? Belum pernah jadi freelance juga?"

"Belum, Mbak," jawab Ganes. "Gue cuma pernah minta tolong dia koreksi hasil terjemahan gue. Novel terakhir yang gue terjemahin kan novel thriller-detective-medis gitu. Dia bantu banyak untuk mengoreksi hasil terjemahan gue, terutama untuk istilah-istilah medisnya. Jadi pas Mbak Mira bilang butuh penerjemah buat gantiin anak buah lo yang cuti melahirkan, gue langsung inget dia."

Perempuan yang dipanggil Mira itu, yang duduk di sebelah Ganes, di belakang kemudi, mengangguk-anggukkan kepala.

"Tumben lo punya kenalan anak sains, Nes? Bukan temen kuliah lo dulu kan?" tanya perempuan itu kemudian, sambil membelokkan mobilnya.

"Bukan, Mbak. Gue juga baru kenalan beberapa bulan ini kok."

"Oh, temennya temen lo ya? Dikenalin sama temen lo?"

"Dikenalin sama Madam Rose."

"Madam Rose?" tanya Mira bingung.

"Hmmm."

Awalnya Mira bingung. Tapi ketika tiba-tiba dia teringat sesuatu, ia jadi kaget.

"Madam Rose yang aplikasi kencan online itu?!" tanya Mira, dengan suara nyaris memekik.

"Biasa aja kali, Mbak," kata Ganes sambil terkekeh.

"Muka kayak gitu, ngapain lagi main Madam Rose, anjir!" Mira memaki dengan ekspresi kesal. Membuat kekehan Ganes berubah menjadi tawa. "Lo nggak usah minta dijodohin Madam Rose, udah banyak cewek yang naksir sama lo!"

"Iseng aja, Mbak. Seru, tahu! Nambah kenalan baru. Buktinya, gue bisa dapet kenalan anak sains."

"Mau menebar modus lo ya? Lo berasa ganteng kalo berhasil modusin banyak cewek?"

Ganes kembali tertawa.

"Jadi si cewek yang mau lo kenalin ke gue ini korban modus lo yang ke berapa?" tanya Mira lagi.

"Dia mah beda, Mbak. Nggak mempan di-modus-in."

Mira mengernyit menatap wajah pemuda di sampingnya, sebelum kembali fokus mengemudi.

"Dan, gue tebak, lo justru merasa makin tertantang karena dia nggak mempan lo modusin?"

Lagi-lagi Ganes tidak menjawab. Alih-alih, ia kembali tertawa. Tapi Mira sepertinya tidak butuh jawaban lagi karena sepertinya dia sudah tahu jawabannya.

Sepuluh menit kemudian mereka sampai di sebuah restoran tempat mereka membuat janji temu.

"Nanti fokus ngomongin kerjaan aja ya, Mbak," Ganes berpesan ketika ia membuka pintu restoran dan mempersilakan Mira untuk masuk. "Nggak usah ngomongin yang lain."

"Ngomongin yang lain gimana maksudnya?" Mira balik bertanya, dengan nada mengejek. "Ngomongin Madam Rose?" lanjutnya, yang disusul tawa.

Ganes merengut karena diejek. Tapi kemudian wajahnya kembali cerah ketika melihat sesosok yang dikenalnya.  Meski orang itu duduk membelakanginya, Ganes tetap mengenali sosok itu.

"Runa!" panggil Ganes, ketika ia tinggal berjarak beberapa langkah dari meja tempat perempuan itu menunggu.

Perempuan itu, yang sedang mengikat rambutnya, menoleh ke arah datangnya suara. Ia kemudian tersenyum ketika mendapati Ganes dan seorang perempuan berjalan menghampirinya.

Saat itulah, meski hanya sepersekian detik, Ganes merasa terpana.

"Halo, Ganes!"

* * *

"Saya nggak bisa lama-lama. Masih ada keperluan lain lagi," kata Mira, setelah menghabiskan machiato-nya. "Semua yang kita diskusikan tadi udah jelas kan, Run?"

Runa tersenyum dan mengangguk. "Udah jelas, Mbak. Makasih atas kesempatannya. Semoga saya nggak mengecewakan."

"Of course! Kamu nggak boleh mengecewakan kalau nggak mau terjadi apa-apa sama Ganes."

Mira tertawa. Yang segera disambut tawa juga oleh Runa. Sementara Ganes, satu-satunya laki-laki, dan satu-satunya pihak yang sejak tadi dibully di sepanjang obrolan kedua perempuan itu, hanya bisa manyun.

Mira meraih tasnya, lalu bangkit dari duduknya. "Nanti malam, filenya saya kirim. Tadi kita sudah sepakat deadlinenya ya."

"Siap, Mbak."

"Gue cabut ya, Nes," lalu Mira beralih pada Ganes.

"Okay, Mbak. Hati-hati," jawab Ganes sambil mengangguk.

"Thank you ya. Lo bisa pulang sendiri kan nanti?"

"Gampang, Mbak."

Setelahnya Mira pergi dari restoran itu, meninggalkan Ganes berdua dengan Runa.

"Makasih ya Nes, udah ngasih tahu lowongan ini," kata Runa, ketika Mira sudah menghilang di balik pintu restoran yang tertutup.

"Ini cuma buat gantiin penerjemah yang cuti melahirkan kok. Cuma tiga bulan. Jadi nggak perlu berterima kasih."

"Meski cuma tiga bulan, itu lebih dari cukup buat saya. Saya senang background pendidikan saya akhirnya bermanfaat lebih dari sekedar tulisan populer di facebook atau blog. Sambil menerjemahkan, saya bisa sekalian update ilmu juga kan."

Ganes memperhatikan sejak tadi senyum Runa mengembang sangat antusias. Itu karena Mira memberinya berita baik bahwa Mira menyukai hasil terjemahan yang dilakukan Runa terhadap salah satu bab sebuah buku kedokteran di bidang pediatri. Seminggu sebelumnya Ganes memang menghubunginya dan menanyakan apakah dirinya ingin mencoba menjadi penerjemah dan mengirimkan satu bab naskah untuk ia coba terjemahkan.

"Ini salah satu impian saya. Menerjemahkan buku-buku sains dan kesehatan. Supaya makin banyak mahasiswa yang terbatu memahami materi kuliah di text book mereka," kata Runa dengan mata berbinar.

Ganes tersenyum gembira melihat antusiasme Runa, seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.

"Salah satu impian?" Ia masih tersenyum menatap perempuan yang duduk di hadapannya. "Apa impian Runa yang lain?"

"Pengin nulis buku kesehatan populer!" jawab Runa, lagi-lagi sangat antusias. "Saya ngumpulin tulisan-tulisan saya di blog tentang edukasi kesehatan. Pengen deh rasanya informasi-informasi itu dibaca oleh lebih banyak orang. Tapi kan saya bukan dokter, bukan apoteker, bukan akademisi. Jadi mungkin kalau saya menerbitkan buku kayak gitu, belum tentu ada yang beli juga sih. Kan saya bukan siapa-siapa sehingga info dari saya bisa dipercaya."

Runa terkekeh miris. Sementara Ganes hanya diam, tidak tahu harus mengatakan apa.

"Jadi kali ini, meski saya cuma bisa menerjemahkan, bukan menulis buku sendiri, saya udah senang banget. Makasih udah bantu saya mencapai salah satu impian saya ya, Nes."

Runa tersenyum. Dan senyum itu menghipnotis, membuat Ganes mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Runa. "Saya akan bantu kamu mencapai impian-impian kamu yang lain juga," katanya, sambil menatap Runa, dalam.

Runa tampak terkesiap dan spontan menarik tangannya. Tapi karena takut menyinggung perasaan Ganes, Runa melanjutkannya dengan tertawa sok santai. "Makasih ya," kata Runa singkat.

"Santai aja," jawab Ganes, juga berusaha sok santai dan tidak canggung. "Tapi sekarang kamu bantuin saya dulu dong."

"Bantu apa?" tanya Runa. Wajahnya waspada, seperti khawatir kalau Ganes minta tolong sesuatu yang aneh.

"Anterin saya pulang ke kosan, boleh? Motor saya ditaro di kantor, karena tadi kesini bareng mobil Mbak Mira. Dari sini, kosan saya dan rumah kamu kan searah ya? Boleh ya?"

Demi mendengar permintaan tolong sereceh itu, Runa tertawa. Ternyata cuma minta anterin pulang, tho.

"Boleh dong! Kebetulan kayaknya kosan kamu dekat kolam renang tempat anak saya les renang deh."

Saat itu, Ganes tiba-tiba merasa tertampar kenyataan, karena diingatkan kembali bahwa perempuan di hadapannya adalah perempuan yang sudah menikah dan bahkan sudah memiliki dua orang anak.

* * *

Dek Ganes muncul nih Kak.

Kalau banyak yang vote dan komen bab ini, nanti Dek Ganes makin sering muncul deh.

Siapa yang lebih seneng ketemu Dek Ganes?

Atau lebih seneng ketemu dr. Raka?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top