Bab 7

Hans POV

Menyebalkan! Ternyata benar-benar anggota kerajaan yang membeliku. Apa maksud pria tua itu, menyuruhku untuk menjaga Putrinya. Ya, setidaknya aku di bayar dan tugas ini tidak terlalu berat untukku. Memangnya bahaya macam apa yang akan mengancam Putrinya?

Di saat-saat seperti ini aku jadi teringat Arya. Tenang saja Arya, Aku akan menaikkan derajat kita dan pergi dari sini.

Sepanjang perjalanan menuju istana, orang tua itu selalu saja memberikan kata-kata yang bahkan diriku pun tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Yang ku tau dia menyuruhku untuk menjaga Putrinya.

"Namaku Wisnu," kata ku lalu beranjak dari ranjang.

"Mulai sekarang Aku yang akan menjagamu," sambungku lalu pergi keluar menutup pintunya.

Aku? Harusnya pakai saya bukan? Namun, masa bodo dengan kesopanan.
Di sinilah diriku sekarang, di depan pintu kamar Putri dan menjadi pengawal pribadi untuknya. Harus berada di sampingnya setiap saat membuatku muak. Aku menginginkan hal yang menantang, bukan membuntuti anak raja. Menjadi budak jauh lebih baik dari ini.

"Wisnu," sapa seseorang yang membangunkan lamunanku.

Dia si orang tua itu.

"Iya, Paduka!" ucapku tegas menatap lurus ke depan.

"Jika Sari sudah selesai langsung pinta dia bersiap di meja makan," perintah sekaligus tugas dari orang tua ini.

Tidak ada yang lebih menantang apa?

"Baik Paduka," jawabku singkat, padat, jelas, dan malas.

Orang tua itu mengangguk tanpa mengatakan sepatah kata dengan tersenyum, setelah itu berlalu pergi. Setelah beberapa saat pintu kamar Putri terbuka dan Demi apapun dia terlihat cantik. Kebaya atasan berwana merah dengan bawahan batik serta rambut terurai panjang menyamping terlihat lebih santun.

Dia Cantik (?)

"Hei." Suara wanita itu yang sontak saja membangunkan lamunanku.

Hei?

"Oh, eum, maaf tuan Putri, anda sudah di tunggu oleh Paduka Raja dan yang lain untuk makan malam," kata ku dengan menunduk.

Sejak kapan diriku sopan begini?

"Katakan pada Ayahanda dan yang lain. Aku yang akan memasak untuk makan malam kali ini. Kau duluan saja.

Senyumannya terlihat hangat.

"B-baik tuan Putri," ucapku tergagap lalu bergegas menuju ruang makan.

Gawat! Dia terlihat cantik.

Aku pun di suruh oleh si tua itu untuk mengawasi Putrinya yang sedang memasak, tapi si Putri melarangku untuk masuk dapur. Alhasil aku hanya menunggu di luar dapur. Hanya ada pembantu tua dan Putri itu yang memasak.

Siapa namanya? Ah, aku ingat namanya Sari.

Beberapa saat menunggu berdiri di sisi pintu dengan dua pedang yang tersarung di pinggang, dan tombak yang ku pegang di tangan kanan serta pisau yang tersembunyi di kaki kiriku.

Ya, Aku benar-benar di bekali persenjataan lengkap.

Bau apa ini? Tercium tak asing, harumnya benar-benar tak asing di hidungku.

Tidak lama tuan Putri dan pembantu tua itu keluar dengan membawa nampan dari anyaman bambu yang tertutup. Aku tidak bisa melihatnya, namun bau ini sungguh tak asing.

"Mau saya bantu bawakan tuan Putri?" tawarku kepada tuan Puteri.

"Ah, tidak perlu, hanya ini saja. Ya, sudah ayo!" Sungguh, di zamanku banyak sekali wanita yang mencari perhatian dengan senyum palsunya. Ada juga yang tulus memberikan senyuman. Tapi ini.... Ini berbeda.

Aku pun mengekori Putri Sari menuju ruang makan. Setelah sampai si Putri duduk dan menata semuanya sedangkan aku berdiri di belakang samping kiri Putri itu. Begitu Putri Raja itu membuka makanan yang ia masak sedari tadi, betapa terkejutnya aku.

Nasi Goreng? Di zaman ini? Sudah ditemukan kah? Kalaupun begitu bau khas ini berbeda, rasanya memang nasi goreng ini dibuat di zaman moderen.

***

Author POV

Nasi goreng memang masakan yang mudah sekali di buat. Bahan-bahan yang mudah di temukan sangat mungkin di buat di zaman kerajaan. Tak tanggung-tanggung, Mulan membuat porsi lengkap nasi goreng dengan telur, potongan ayam, dan sawi. Dengan kekurangan, kecap, Karena di zaman itu belum ditemukan dan menggunakan tumbukan tomat sebagai pengganti dari saos.

"Apa yang kau masak ini Sari?" tanya sang Raja yang terkejut dan mengangkat kedua alisnya memandang nasi goreng buatan Mulan.

"Ini namanya Nasi Goreng Ayahanda," jawab Sari santai sambil tersenyum dengan kedua tangan mengepal menopang dagu.

"Nasi goreng?" celetuk Wisnu yang sontak membuat semua mata tertuju padanya.

"Oh, eum, maafkan hamba," sambungnya.

"Iya, ini nasi goreng, mau? Ya, sudah sini duduk di sebelahku" tawar Sari kepada Wisnu sambil menepuk-nepuk kursi kosong di samping kanannya.

"Tidak apa-apa kan Ayahanda kalau dia ikut makan bersama kita?" lanjutnya meminta persetujuan dengan menatap sang Raja.

"Tapi Sari dia itu...." Belum selesai sang raja berbicara, Sari sudah menyela.

"Ayahandaaa.... ayolah! Lagipula dia yang akan menjaga Sari ke depannya. Ayahanda pun juga tak bisa menjaga Sari setiap saat bukan?" jelas Sari kepada sang Raja dengan wajah memelas yang terlihat manis.

"Baiklah, apapun untukmu, Nak." Raja hanya bisa pasrah. Ia tak bisa menolak permintaan dari Putrinya.

Akhirnya Wisnu duduk di sebelah Sari untuk makan malam bersama. Hal yang bahkan Bi Ijah pun belum pernah merasakannya selama bekerja bertahun-tahun.

"Kalian sudah selesai? Aku Lapar," ucap Ningsih dan membuat tawa pecah diantara mereka.

***

Hans POV

Entah kenapa aku tak bisa berpikir sekarang. Bahan membuat nasi goreng memang mudah di dapatkan di zaman kerajaan sekalipun.

Tapi ini terlalu aneh.

Putri ini baru pertamakali membuatnya, tapi sudah bukan kelas kerajaan lagi menurutku. Ini lengkap ada telur yang terpotong panjang rapih, sawi dan irisan ayam.

Apakah makanan ini benar-benar di buat di zaman kerajaan? Atau jangan-jangan ada yang aneh dengan Putri ini? Bisa jadi juga ada orang lain dari masa depan yang mengajarinya.

Aku tak mau memikirkannya, tapi ini menarik.

"Kau tak mau mencobanya?" tata Sari yang membangunkan lamunanku.

"Eh, maaf, i-iya saya coba," jawabku lalu di balas dengan senyuman hangat sang Putri.

Begitu aku mencobanya, demi apapun ini enak, bahkan lebih enak dari nasi goreng langgananku.

Ini kah yang namanya masakan tradisional dari asalnya? Atau memang karena sudah lama aku tak makan makanan yang layak semenjak di tempat itu?

"Ningsih pelan-pelan. Pakai tata Krama saat makan," tegur sang Ratu dan membuatku mengalihkan pandanganku ke arah Putri Ningsih yang terlihat seperti makan tanpa mengunyah.

"Masakan Kakak enak Ibunda. Rasanya Ningsih mau makan semuanya," ucap gadis kecil itu.

Apa-apaan dia. Rakus sekali.

"Biarkan saja Ibunda, Sari senang kalau Ningsih, Ayahanda, dan Ibunda suka masakan Sari. Lagipula Ningsih terlihat lebih manis saat makan," ucap Sari dan membuat tawa kecil dimeja makan.

Ya, pada akhirnya acara makan malampun selesai. Sungguh, walaupun ini pertamakali bagiku makan dengan mereka dan terlihat banyak kecanggungan. Tapi entah rasanya sangat nyaman dan hangat. Mungkin Karna waktu menjadi seorang Hans, aku sangat jarang makan semeja dengan keluargaku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top