Bab 31
Sari POV
Hari ini adalah hari yang entah harus ku katakan seperti apa. Setelah datang dan sampai di di kerajaan Kaliagung, tempat calon suamiku. Aku di sambut dengan meriah di sepanjang jalan menuju istana.
Rakyat disini tak kalah ramahnya dengan rakyat di kerajaan ku, ini membuatku sedikit nyaman. Setelah sampai di istana Kaliagung pun juga sambutan dari anggota kerajaan tak kalah meriahnya.
Keluarga, Pejabat bahkan pangeran Galih juga turut menyambutku dengan senyum ramahnya. Ah, senyum itu palsu aku tau itu. Lalu itu sangat memuakkan.
"Selamat datang Putriku." Permaisuri, ia yang akan jadi ibunda ku juga nantinya.
Ku balas dengan senyum ramah ku yang biasanya, sang raja pun juga sama ramahnya. Mereka memelukku bergantian dan bertanya tentang perjalananku ke sini.
Pangeran itu juga turut menyambut dan juga memelukku. Di tengah pelukan ia mengatakan hal yang agak kejam.
"Tubuhmu bau dan lengket, segeralah mandi. Itu sangat menjijikkan."
Ya, sifatnya keluar juga.
Tapi apa-apaan dia itu. Memangnya sewangi apa badannya. Bagiku baunya tak kalah busuknya dengan jasad Senopati Bara yang di gantung di alun-alun.
Aku biasa saja sebenarnya mendapat ejekan yang seperti itu darinya, karena di zaman asal ku dulu sudah terbiasa mendapat cacian dari orang-orang. Yang pangeran itu ucapkan tak berpengaruh pada mentalku sedikitpun. Kau memilih wanita yang salah untuk di jadikan bahan ejekanmu pangeran konyol.
Di saat yang seperti ini membuatku rindu dengan Wishnu. Wisnu ku tak akan pernah mengatakan hal yang seperti itu. Ia selalu memujiku dengan kata-kata manis yang membuatku terbang sampai lupa turun ke bumi.
Harus ku terima takdir ini. Aku juga akan menyiapkan satu rencana bersih untuk membuatku berpisah dengan pangeran ini dan kembali pada Wishnu. Tunggu saja Wisnu.
Bintang malam, katakan padanya.
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya.
Embun pagi, katakan padanya.
Biar 'ku dekap erat waktu dingin membelenggunya.
Bintang malam, sampaikan padanya.
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya.
Embun pagi, katakan padanya.
Biar 'ku dekap erat waktu dingin membelenggunya.
Tahukah engkau, wahai langit?
Aku ingin bertemu membelai wajahnya.
'Kan 'ku pasang hiasan angkasa yang terindah.
Hanya untuk dirinya.
Lagu rindu ini 'ku ciptakan.
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta.
Walau hanya nada sederhana.
Ijinkan 'ku ungkap segenap rasa dan kerinduan.
Ah-oh.
Ah-oh.
Oh...
Oh... oh... oh...
Tahukah engkau, wahai langit?
Aku ingin bertemu membelai wajahnya.
'Kan 'ku pasang hiasan angkasa yang terindah.
Hanya untuk dirinya.
Lagu rindu ini 'ku ciptakan.
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta.
Walau hanya nada sederhana.
Ijinkan 'ku ungkap segenap rasa dan kerinduan.
Ah-uh...
Ijinkan 'ku ungkap segenap rasa dan kerinduan, oh-oh.
Hanya dengan bernyanyi dapat membuatku tenang. Mencurahkan segala rinduku untuk Wisnu, sungguh aku merindukannya.
***
Wisnu POV
Satu minggu lagi akan ada penyerangan ke kerajaan lain. Bertepatan dengan pernikahan Sari. Aku masih belum bisa menerimanya. Aku masih belum bisa untuk ikhlas sebenarnya, tapi apa yang bisa ku lakukan?
Entah ada apa denganku. Aku berjalan menuju ruangan Pengeran Haris malam-malam begini yang aku sendiri tak tahu mengapa aku ke sana.
"Apa yang kau inginkan Wisnu? Malam-malam ke sini."
Aku beranjak masuk ke dalam ruangannya dan duduk di kursi sebelah ranjangnya. "Tidak... aku... apa Pangeran pernah jatuh cinta?"
Bodoh, apa yang ku tanyakan. Itu terlihat agak konyol.
"Eum, dulu aku pernah mencintai seorang Putri dari kerajaan yang menjadi jajahan ku dulu. Dia cantik menurutku, dan juga mempunyai pendirian yang tegas. Ia bahkan tak segan memukulku saat itu. Tapi..."
"Tapi?"
"Dia tewas di tanganku sendiri." Jujur saja kisahnya membuatku sedkit berpikir.
"Tewas di tangan Pangeran? Oh, eum... maaf jika saya terlalu lancang."
Pangeran Haris menghela nafas panjang. "Tidak, dia hah... saat itu tak ada cara lain lagi. Ada satu hal yang di mana Aku harus membunuhnya. Kalau tidak bisa mengancam keselamatan Sari waktu itu."
Diriku yang tadinya tak terlalu penasaran. Sekarang menjadi lebih ingin tahu lagi tentang kisah cintanya ini. Membahayakan Sari? Ini terdengar serius.
"Eh, maksud Pangeran?" Aku sangat sungguh penasaran.
"Aku tak ingin menceritakan terlalu panjang padamu tapi... cinta itu tak harus memiliki. Andai kata kita sedang memegang tangkai mawar yang penuh duri semakin erat kita memegangnya, maka semakin sakit dan semakin banyak luka yang kita rasakan. Terkadang kita harus rela melepaskannya."
Pengeran Haris benar. Semakin ku terlalu mencintai orang yang tak di takdirkan bukan untuk bersama, maka sama saja menyiksa diriku sendiri. Mendengar jawaban dari pangeran, membuatku lebih membuka mata.
"Wisnu... kau harus sadar akan satu hal penting yang harus kau terapkan di hidupmu. Cintai dirimu sendiri terlebih dahulu. Kau akan terlihat lebih di hargai jika kau seperti itu."
"Mencintai diri sendiri?" Aku sedikit bingung dengan apa yang pangeran ucapkan.
"Iya, mencintai dirimu sendiri. Nomor dua kan yang lain. Utamakan dirimu dulu bahkan untuk kerajaan walaupun banyak yang mengatakan akan mempertaruhkan nyawanya untuk kerajaan. Itu satu pemikiran yang bodoh." Aku semakin bingung dengan ucapannya. Bukannya seharusnya memang seperti itu?
"Aku masih belum mengerti."
"Ketika para abdi kerajaan mati karena melindungi kerajaan. Yang mereka dapat hanyalah penghargaan dan gelar pahlawan. Setelah itu kerajaan akan mencari penggantinya yang lain."
Ucapan pangeran Haris ada benarnya. Saat kau pergi maka sesuatu yang baru akan menggantikan mu.
"Sama halnya dengan cinta. Aku tahu kau dan Sari saking mencintai, tapi kalian tak tau apa yang akan terjadi kedepannya. Apakah kelak akan bersama atau tidak, saling mencintai bukanlah sebuah jaminan untuk itu."
"...."
"Haha, tidak ada yang salah dalam cinta, tapi sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik."
Aku sangat setuju. Tapi tetap saja, aku tak sanggup untuk menjalani nasehat yang ia katakan. Aku sudah terlanjur sangat mencintai Sari.
"Baiklah, apa yang akan kau lakukan untuk persiapan satu minggu lagi?"
"Eum, hanya latihan."
"Aku percaya dengan kemampuanmu. Mari kita bekerjasama," ucapnya dengan tersenyum lebar hingga membuat metanya menyipit.
Ah, tunggu pangeran Haris mengingatkan ku seseorang dengan senyum yang sama?
"Pangeran satu minggu lagi adalah pernikahan Sari. Apa Pangeran tidak mengikuti pernikahannya?"
"Tidak, aku akan menyusulnya setelah peperangan nanti."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top