Bab 25
Author POV
"Enaaghekh..."
"Kau terlalu banyak omong kosong Arya. SIALAN!!"
Bugh!
"Aaghh...."
Semenjak Arya mengatakan bahwa dirinya tak ingin menyerang atau melukai Wisnu. Wisnu terus menerus menghajar Arya tanpa henti.
Pikiran Wisnu kalut. Ia tak dapat berpikir secara jernih. Wisnu meluapkan semua emosinya pada Arya yang masih berpegang pada pendiriannya tak ingin melukai Sahabatnya.
"Angkat pedangmu. Tenang saja aku tak ingin membunuhmu secepat itu."
Arya berdiri sembari memegang perutnya yang menjadi sasaran utama kemarahan Wisnu. Tendangan telak mengenai pinggang kiri Arya.
"Kau bukan Wisnu..."
Dem!
Bugh!
Pukulan keras keatas mengenai dagu Arya, dan membuatnya terjatuh ketanah lagi.
"Sepertinya aku lebih menikmati menyiksamu hanya dengan tangan kosong."
"Kau... bukan Wisnu... Aaaaaaahhh!!!!!"
Sekarang giliran Arya yang menggebu menyerang Wisnu.
Berbagai macam pukulan dan tendangan terus ia tujukan kepada Wisnu. Wisnu pun juga beberapa kali menangkis dan menyerangnya balik.
"Baru beberapa menit lalu kau bilang tak ingin menyerang ku, tapi apa yang aku lakukan sekarang?" kata Wisnu ditengah-tengah menangkis serangan Arya.
"Hal yang ku yakini sekarang...." Serangan Arya berhasil menenai Wisnu. Pukulan kencang mengenai pelipis kanan Wisnu.
"Kau bukan Wisnu yang ku kenal," sambungnya sambil menjaga jarak dari Wisnu.
Darah segar mengalir tipis di pelipis Wishnu.
"Ah, iya! Aku bukan Wisnu."
Bugh!
Dengan satu langkah lompatan. Pukulan Wisnu berhasil mengenai uluh hati Arya dan membuatnya berlutut.
Sembari memegang perutnya. Arya hanya mendelik menahan sakit.
"Ughukk..."
Arya terbatuk dan nampak darah yang cukup banyak keluar dari mulutnya.
Dor!
Suara ledakan itu membuat perhatian Wisnu dan Arya teralihkan
"...?"
"...."
***
Sari POV
Aku benar-benar tak habis pikir. Tanggal pertunanganku dipercepat dan hari ini aku harus kembali ke istana. Padahal pembangunan desa ini belum seperempatnya selesai, tapi karena Ayahanda mendesakku maka dari itu aku pulang hari ini.
Lalu Wisnu semenjak mengatakan tentang pertunanganku. Aku tidak bisa menatap wajahnya lagi bahkan hanya untuk sebentar.
Aku takut melihat raut wajah kecewa dan sedihnya. Aku takut jika aku melihat wajahnya aku akan menyerah dan memintanya untuk membawa aku pergi ke tempat yang jauh.
Tapi aku sadar, aku tidak boleh egois. Kebahagiaan yang aku dapat di kehidupanku yang sekarang adalah berkat keluarga Sari. Jadi aku harus membalas budi pada mereka dengan cara tidak menolak permintaan Ayahanda.
Lagipula bukankah setelah ini aku juga akan kembali ke masa depan. Meskipun aku tidak tahu kapan itu akan datang.
"Ndoro Putri semuanya sudah siap," ucap Bi Ijah menyadarkanku dari seluruh pemikiranku.
Yup, pagi ini juga aku akan kembali ke istana dan sepertinya Bi Ijah telah selesai menyiapkan seluruh keperluan kami dalam perjalanan.
"Baik, Bi. Kalau begitu tolong Bi Ijah sampaikan kepada Senopati Bara dan Wisnu kita akan segera berangkat."
"Enggih Ndoro," ucap Bi Ijah kemudian segera pergi berlalu keluar dari kamarku.
Karena aku pikir Bi Ijah akan sedikit lama. Maka aku pun keluar dari pondok untuk mencari udara segar sebelum aku menghadapi kenyataan yang akan menimpaku nantinya.
Ketika aku berada di luar aku merasa sedikit janggal karena desa ini benar-benar sepi. Kemana semua orang? Ah, aku lupa warga kan sedang melakukan penggarapan lahan di samping desa.
Mereka mungkin juga tidak tahu bahwa aku akan pulang. Jadi mereka pasti sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Karena tidak ada siapapun maka aku memutuskan untuk kembali masuk ke dalam pondok. Namun, saat aku berbalik aku melihat sosok pria yang memakai pakaian prajurit sedang menghalangi jalanku.
"Maaf ada perlu apa?" tanyaku pada pria dihadapanku dengan sesopan mungkin.
"..."
"Jika tidak ada keperluan, bisakah kau memberi jalan? Aku hendak masuk."
Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja pria itu mengeluarkan sebilah pisau dan menodongkan pisau itu ke arahku.
Ketika aku berbalik arah dan hendak berlari. Tiba-tiba datang lagi seorang pria yang juga menodongkan sebilah pisau padaku. Tak hanya itu saja lagi-lagi datang dua orang pria berpakaian sama yang juga menodongkan senjatanya padaku. Sekarang aku dikelilingi oleh empat orang yang sedang membawa pisau.
Aku benar-benar ketakutan dan pasrah akan keadaanku sekarang karena percuma saja melawan. Saat ini posisi ku benar-benar tidak menguntungkan sama sekali.
Aku juga tidak melihat Wisnu, Senopati Bara maupun prajurit-prajurit kerajaan.
***
Author POV
"Kalau seperti ini 'kan cepat. Tidak perlu repot-repot mengeluarkan tenaga untuk menghabisinya," ucap Senopati Bara.
Ia baru saja menggunakan senjata modern untuk menembak Pangeran Haris yang kini terkapar tak berdaya.
"Sialan! Pengeran ini hampir saja menebas leherku."
Krek, sembari membenarkan posisinya dan memasang peluru di pistolnya.
"Walaupun pengeran ini bukanlah targetku, tapi ada sensasi sendiri saat membuatnya menggeliat kesakitan menjelang kematiannya."
Senjata yang di gunakan oleh Senopati Bara untuk menembak Pangeran Haris adalah pistol yang ia siapkan dari jaman asal dia. Zaman yang sama dengan Hans dan Mulan.
"Selanjutnya sisa tiga orang lagi."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top