Bab 16
Flashback on
Wisnu POV
Aku hanya berdiri dari kejauhan dan memperhatikannya. Entah kenapa aku malah bermain-main dengan pikiran konyolku.
Andaikan dia milikku. Aku benar-benar mencintainya. Oh, Tuhan. Aku ingin dia untuk bahagia itu saja.
Lamunanku terhenti ketika aku melihat ada seseorang yang juga sedang memperhatikannya di balik pohon tak jauh dari lokasi Putri. Segera setelah aku melihat sosok tersebut, aku berlari mengejarnya.
Ketika aku mendekat orang itu menyadari dan segera lari menjauh. Tak ingin terjadi yang tidak-tidak aku pun mengejarnya.
Sosok tersebut membawa busur dan juga beberapa anak panah. Aku sangat yakin sekali bahwa busur dan anak panah tersebut pasti akan digunakan untuk melukai Putri Sari.
Ketika kami sampai di sebuah tempat yang cukup lapang di tengah hutan dia berhenti. Langsung saja aku menyiapkan kuda-kuda untuk melawannya. Sosok itu pun melakukan hal yang sama.
"Siapa kau dan apa maumu?" tanyaku padanya.
"..." Hening tidak ada jawaban. Sepertinya ia memang tidak berniat untuk menjawab pertanyaanku.
Aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok tersebut. Sebab ia memakai pakaian serba hitam dan juga penutup kain untuk menutupi wajah selain matanya.
Tanpa didahului dengan aba-aba kami memulai pertarungan. Aku mengeluarkan belati yang selalu aku bawa kemana-mana saat sedang bertugas. Sedangkan sosok tersebut ia juga melakukan hal serupa.
Aku maju dan kemudian berusaha untuk melukai bagian lengannya. Tapi dia dengan refleks yang cepat menghindar dari serangan ku. Ia dengan gesitnya membalas serangan ku dengan mengayunkan belatinya mengarah pada bagian perutku. Dengan cepat aku menghindari serangan dan membalasnya dengan menggores bagian telapak tangan luarnya. Namun, lagi-lagi ia dapat menghindar.
Kemudian lagi ia melancarkan serangannya pada bagian perutku dan kali ini gerakannya cukup cepat. Karena reflekku yang kurang cepat perutku tergores. Tidak terima dengan tindakannya akupun membalas dengan melukai lengan kirinya.
Kami sama-sama merintih kesakitan. Namun, pertarungan tak berhenti sampai disitu. Saat aku melihat ada peluang, aku kembali menyerangnya. Karena refleks sosok tersebut cukup cepat dia berhasil menangkis seranganku dengan belatinya.
Ia memelintir belatinya dan membuat belati yang ada di genggamanku terlepas. Kemudian ia mengarahkan belatinya pada lengan kananku.
Luka yang cukup dalam sehingga aku merasakan rasa perih pada lengan kananku. Tak hanya sampai disitu, ia juga menambahkan goresan yang cukup panjang di lengan kiriku. Namun, tidak terlalu dalam.
Kemudian aku membalasnya dengan meninju luka di lengan kirinya dengan sekuat tenaga. Ia kesakitan dan kemudian melepaskan belatinya. Untuk sekedar informasi bahwa dia bertarung denganku menggunakan tangan kiri.
Setelah belatinya terlepas ia menggeram marah. Kemudian mengarahkan tinjunya pada wajahku. Namun, dengan perbekalan pengalaman beberapa saat yang lalu, aku berhasil menghindari serangannya.
Kini kami sama-sama bertarung dengan tangan kosong. Kali ini aku melayangkan tinjuku pada bagian perutnya. Seranganku tepat mengenai sasaran.
Dia terjatuh dengan kondisi terbaring. Kemudian aku kembali melayangkan tinjuku. Kali ini sasaranku adalah pada wajahnya. Namun, dia berhasil lolos. Ia menendangku hingga posisiku sekarang berada agak jauh darinya.
"Aku tau kau mencintainya, tapi tidak akan ku biarkan." Kata sosok tersebut.
Saat aku hendak menyerangnya kembali. Ia berlari menjauh dan kemudian menghilang. Aku hendak mengejarnya, tetapi kemudian aku sadar jika hari sudah mulai sore dan aku harus segera kembali. Aku tidak bisa melalaikan tugasku untuk menjaga Putri Sari.
Flashback Off
***
Sari POV.
"Putri?" Sapa Wisnu. Aku mengabaikannya dan tetap memeluknya erat.
"Berat pasti bagimu menerima pekerjaan ini."
"Tidak juga Putri. Saya justru sangat senang."
"Jangan mebuatku khawatir seperti ini lagi!"
Aku tahu pasti menerima pekerjaan seperti ini sangatlah besar resikonya. Jangankan seorang anggota kerajaan, rakyat biasa saja ada yang ingin mencelakakan.
Seperti saat ini aku memeluknya setelah mendengar cerita tentang apa yang Wisnu alami. Aku tak peduli lagi apa yang akan ia katakan setelah aku memeluknya. Aku juga merasakan ia membalas pelukanku.
Aku hanya berpikir bahwa aku memang mencintai Wisnu dan tak ingin hal buruk terjadi padanya. Setiap kali melihatnya terluka seperti saat ini. Aku juga merasakan sakit yang aneh di hati dan pikiranku.
Ketika melihatnya dan menatap wajahnya. Aku merasakan ada satu sengatan listrik di hatiku. Aku nyaman ketika memeluknya. Persetan dengan sebutan jalang! Aku hanya ingin kebahagiaan.
Berada di kerajaan membuatku bahagia dan ku rasa Wisnu adalah pelengkap kebahagiaan yang belum pernah ku rasakan. Aku senang dan ingin terus memeluknya.
Tapi apa yang harus ku lakukan sekarang. Nyatanya cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Ia juga mencintaiku dan Aku senang mengetahuinya.
Iya, aku memang mencintainya. Aku juga bahagia bisa bersamanya.
"Putri...?" Wisnu dengan mengelus-elus rambutku.
"Wisnu... kau tetaplah bersamaku," kataku dengan nada yang selembut mungkin dan dalam posisi yang masih berpelukan dengannya.
"Maksud tuan Putri?"
"Kau adalah alasanku untuk hidup hanya itu saja dan aku bahagia," kataku dengan nada dan posisi yang sama. Tak ada jawaban darinya.
"Bisakah kau berjanji satu hal untukku?" Pintaku dan melepas pelukan ini.
"Pasti akan saya sanggupi apapun permintaan Putri."
"Jangan lakukan hal nekat sendirian. Tetaplah berada di sisiku apapun yang terjadi dan... jangan melawan ketika ku peluk!" ucapku dan langsung memeluknya erat.
Wishnu tersenyum dan membalas pelukanku. "Itu namanya bukan satu permintaan Putri tapi tiga," kata Wisnu.
Ah, masa bodo.
"Oh, iya. Satu lagi jangan panggil aku Putri panggil Sari saja."
"Tidak bisa karena saya takut kalau ada yang tau."
"Memangnya kenapa kalau ada yang tau?" Aku dan melepaskan pelukannya. "Kau malu?" sambungku bertanya.
"Bukan begitu... saya merasa tidak pantas saja karena status," ucapnya menundukkan kepala
"Wisnu aku juga sangat mencintaimu," ungkapku dan menggenggam erat tangannya. "Kita akan melalui ini bersama-sama," sambungku.
"Putri..."
Cup!
Kali ini dengan reflek aku yang mencium pipinya. Wisnu hanya terdiam, tapi sesaat aku bisa melihat rona merah di wajahnya.
Baik aku maupun dia tertunduk dengan senyum dan dalam pikiran manis manis masing-masing.
"Putri... eum... Sari..." panggilnya memecah keheningan antara kami.
"Iya, Wisnu." Kali ini aku menatapnya. Oh, tidak sedari tadi perasaan ini tak ingin tenang. Tapi ini menyenangkan.
"Boleh aku memelukmu lagi?"
Senyum dan wajah yang memerah senantiasa menghiasi perasaan bahagia kami. Aku membalasnya mengangguk mengisyaratkan kata 'iya' untuknya.
Dia memelukku erat, sangat erat. Aku pun juga membalas pelukannya. Cukup lama kami berpelukan hingga. Oh Tuhan, aku lupa ada upacara adat malam ini. Pasti mereka sedang menunggu kami.
Aku melepas pelukannya dengan tak ikhlas. Demi apapun aku sudah kecanduan di peluk olehnya rasanya nyaman. Aku tak pernah berpelukan sebelumnya. Tidak pernah!
Kami memutuskan untuk pergi ke lokasi acara. Beda dari biasanya sepanjang perjalanan kami berpegangan tangan. Sesekali pandangan kami bertemu dan mengurai senyum diantara kita.
Ya, Tuhan sungguh menjadi Sari saja sudah membuatku bahagia. Sekarang ada Wisnu yang melengkapi kebahagiaanku. Rasanya aku ingin sekali menangis bahagia sekarang ini.
Wisnu hanya membawa satu pedangnya karena aku yang melarangnya untuk membawa persenjataan lengkap. Aku yakin dengan kemampuannya.
Jika sewaktu-waktu ada bahaya aku juga bisa mengatasinya. Jangan lupa aku dulu adalah wanita tangguh bernama Mulan. Jangan meremehkan Mulan!
Oh, aku hampir lupa pada misiku. Misi yang di berikan oleh Ayahanda untuk mengawasi orang itu Senopati Bara. Kalau di perhatikan aku sama sekali tak melihatnya sejak sore tadi. Dimana dia?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top