4. MENCURI DARI CLUSTER

Pepohonan menjulang di depanku dengan rindang. Matahari bersinar begitu terang dan cahayanya malu-malu masuk melalui celah-celah pepohonan. Suara nyanyian burung terdengar di mana-mana, seolah memanggilku untuk mengikutinya. Aku tidak ingat bagaimana indahnya semua ini sebelum perang.

Aku berjalan mengikuti jalan setapak. Menuju sebuah pondok kecil yang dibelakangnya terdapat sebuah danau. Kuraih kenop pintu dan membukanya, dan menemukan seseorang berdiri membelakangiku di dalam.

"Hey," sapaku.

Orang itu kemudian berbalik dan membuatku terkejut karena dirikulah yang sedang berdiri di dalam pondok itu. Aku mundur perlahan-lahan, hingga menabrak seseorang. Dia memegangi pinggangku dan saat aku berbalik untuk menatapnya, pria yang kutemui di depan rumahnya waktu itu yang kudapatkan. Dengan cepat, kutarik tubuhku untuk menjauhinya. Tapi seolah tubuhku tidak meresponnya, justru malah mendekatkan diri ke pria itu. Aku berusaha meronta, sampai akhirnya aku membuka mata.

Mimpi, itu yang baru saja terjadi padaku. Aku tidak tahu kenapa aku bermimpi lagi. Aku bahkan tidak perlu repot-repot menggunakan memori mimpi untuk bermimpi. Sayangnya, mimpi yang aku rasakan tidak seperti cara kerja memori mimpi.

Memori mimpi akan membawamu ke tempat yang kau inginkan. Membuatmu merasa nyaman dan seolah itu adalah kehidupan keduamu. Tapi tidak dengan apa yang baru saja aku rasakan. Aku memang belum pernah menggunakan memori mimpi, tapi aku tahu betul mimpi yang aku rasakan tidak seperti memori mimpi. Aku tidak bisa mengendalikannya. Aku bahkan tidak tahu aku sedang bermimpi pada tahap itu.

Kuregangkan tubuhku untuk bangkit. Matahari sudah tidak terlihat lagi sejak aku tertidur tadi. Badai juga sudah berhenti entah sejak kapan. Aku tidak tahu pukul berapa sekarang, jadi kulangkahkan kaki untuk berjalan menuju tempat penyetokan makanan.

Genangan air di mana-mana, membuat sepatu yang baru saja aku dapatkan dengan susah payah mencuri di pasar jadi ternodai. Jalanan begitu sepi saat aku melintasi jalan besar di tengah kota. Semua tempat gelap gulita, hanya lampu-lampu temaram yang seadanya digantungkan sisa-sisa dari peninggalan masa lalu membuat jalanan terlihat lebih menyeramkan dari pada gelap seutuhnya.

Ya, kebutuhan listrik saat ini dibatasi, listrik hanya akan dinyalakan mulai pukul 7 malam sampai 10 malam dan hanya lampu jalanan yang dinyalakan. Kecuali jika kau melihat sebuah rumah menyala terang benderang di atas jam segitu, berarti mereka adalah salah satu petinggi kelompok yang mendapatkan keistimewaan seperti itu. Sedangkan aku, lebih menyukai kegelapan karena itu menenangkanku, membuatku tidak terlihat dari orang-orang.

Jadi, sudah jelas ini lebih dari pukul 10 malam. Tapi aku tidak tahu apakah sudah tengah malam atau belum. Kuputuskan untuk terus berjalan dan menghindari lampu-lampu, karena seseorang bisa saja mengawasiku di balik kegelapan.

Tempat penyetokan makanan berada di dekat daerah perbatasan wilayah yang tidak bisa dihuni karena kawasan berbahaya bahan kimia. Aku tahu kenapa mereka membuat tempat penyetokan di sana. Karena, tidak akan ada orang yang mau terkena penyakit mematikan, bahkan untuk seorang gelandangan sekali pun.

Tentu mereka hanya membuat-buat cerita itu, atau lebih tepatnya melebih-lebihkan. Karena aku pernah ke sana dan tidak ada bedanya dengan tempat-tempat lain yang sudah terjangkit radiasi. Sungguh propaganda yang luar biasa untuk membodohi orang-orang.

Kulewati gang-gang sempit dan berbau untuk menghidari jalanan besar. Sampai pada sebuah area seluas dua hektar dengan dinding yang mengelilingi setiap sudutnya. Kusembunyikan diriku di balik semak-semak.

Dari kejauhan, aku bisa melihat dua orang penjaga berdiri di depan gerbang, dengan senjata yang menghiasi tangan mereka. Lihat, untuk apa mereka menjaga tempat itu jika orang-orang saja tidak mau masuk karena takut terjangkit penyakit? Sudah pasti sesuatu di dalam sana lebih berharga dari nyawa seorang gelandangan.

Sebuah truk melintas melewati tempat persembunyianku, kutundukkan kepala lebih rendah agar tidak ketahuan. Truk itu kemudian berhenti tepat di depan dua orang penjaga. Si sopir kemudian memberikan sebuah kertas pada salah satu penjaga dan membiarkan truknya untuk diperiksa. Sedangkan penjaga yang lainnya terlihat mengobrol dengan si sopir.

"Masih ada 2 truk lagi di belakang," kata si supir.

Dari jarak sekitar 10 meter jauhnya, orang biasa tidak akan bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. Tidak denganku, pendengaranku sangat sempurna karena dibantu oleh kekuatan kinesis. Udara yang membisikkan setiap percakapan mereka padaku.

"Buka gerbangnya, kau boleh masuk," kata si penjaga yang tadi memeriksa truknya.

Saat gerbang dibuka, truk itu melaju perlahan. Sedangkan aku sedang berpikir untuk masuk ke sana, serta bagaimana caranya mengeluarkan truk dari tempat itu. Namun, jika dipikir-pikir, aku bisa ketahuan bahkan sebelum berhasil menyerahkan makanan itu pada para gelandangan—aku harus memikirkan nama lain untuk menyebut mereka.

Kudengar sebelumya, si sopir mengatakan bahwa masih ada 2 truk lagi di belakang dan rasanya akan lebih mudah mencegat mobil pembawa makanan, ketimbang mencurinya dari dalam tempat itu. Jadi kuputuskan untuk menggunakan rencana pencegatan.

Aku berjalan menjauhi tempat itu, menelusuri jalanan yang gelap dan benar-benar menguntungkanku, aku bisa dengan mudahnya mencegat mobil pengangkut makanan tanpa tergores sedikit pun. Saat diriku yakin sudah cukup jauh untuk terhindar dari dua penjaga tadi, sambil menunggu di balik semak-semak, kumainkan jari-jariku. Hingga dari kejauhan kudengar suara mesin mobil mendekat.

Tidak lama bagi mobil itu melewati tempatku bersembunyi dan dalam hitungan detik, aku melompat ke jalan. Si pengemudi mobil terkejut, secara mendadak memanuver mobilnya ke arah pepohonan. Mobil itu hampir saja menabrak sebuah pohon besar jika aku tidak menggunakan kekautan udaraku untuk menahannya.

Aku membutuhkan mobil itu tetap utuh, jika tidak bagaimana aku bisa membawa makanan-makanan itu dengan selamat.

Si sopir yang masih mengatur napas, dikejutkan lagi dengan diriku yang membuka pintu dengan paksa. "Maafkan aku," ujarku.

"Dasar gelandangan sialan!" Makinya.

Kuberikan seulas senyum sebelum akhirnya kuhantam wajah si sopir dan membuatku tidak sadarkan diri. Kutarik tubuhnya keluar dari mobil dengan susah payah. Sekarang, aku hanya perlu mengendarai mobilnya untuk pergi menuju rel kereta bawah tanah, tempat para ... Liberal kebanyakan tinggal.

"Ayolah, V! Ini hanya sebuah mobil, kau bisa mengendarainya," gumamku, menyemangati diri sendiri.

Mesin mobil masih menyala, hanya tinggal menginjak gas dan mobil akan berlajan. Semudah itu saja. Namun, tidak semudah yang kubayangkan. Butuh waktu beberapa menit untuk mencapai tempo stabil dalam mengendarai.

Mobil terakhir melintas berlawanan dengan truk yang kukendarai. Kulihat sekilas, si sopir sedikit kebingungan saat melihat trukku melesat melewatinya. Benar-benar semudah itu mencuri makanan dari para Cluster.

Sesaat, pemikiran itu menyemangatiku, namun berselang satu menit, tiga mobil melintas melewatiku, sudah pasti itu adalah iring-iringan penjagaan. "Sial," makiku saat melirik kaca spion.

Tiga mobil itu secara cepat berputar arah dan mengejar trukku. Dengan panik, kuinjak pedal gas lebih dalam. Jalanan yang awalnya dikelilingi pepohonan mulai berganti saat memasuki jalanan utama. Kumatikan lampu sorot dan membiarkan lampu jalanan menjadi pentunjuk jalan. Memudahkan diriku untuk menghindari ketiga mobil yang mengejar.

Sialnya, bukan hanya tiga mobil itu saja yang mengejarku, sebuah motor ikut memburuku. Si pengendaranya bahkan sangat cepat dan lincah dalam menggunakan kendaraannya. Kalau begini, aku tidak akan bisa sampai rel kereta bawah tanah.

Si pengendara motor bahkan berhasil mensejajari trukku. Namun saat dia menoleh padaku, kendaraannya justru melambat. Melihat kesempatan ini, kubelokkan mobil menuju gang sempit untuk menghindari ketiga mobil yang masih mengejar.

Aku tahu betul gang-gang sempit ketimbang mereka. Tempat tinggalku memang jalanan sempit dan berbau itu, jadi ini adalah keuntungannya untuk bisa mengecoh mereka. Di ujung sana adalah jalanan buntu, jika kau tidak berbelok cepat lima meter jauhnya dari tempatku sekarang.

Kuinjak pedal gas lebih dalam lagi agar mereka terkecoh dan tepat lima meter setelahnya, aku menukik ke kanan masuk ke gang lain dan keluar dari jalanan sedangkan mobil-mobil itu terjebak di sana.

Aku berteriak puas karena berhasil mengecoh mereka. "Yeah!" Seruku.

Sekarang, tidak ada yang bisa mengejarku lagi untuk sampai di rel kereta bawah tanah. Tepat di depan jalan masuk, kumasukkan mobil sampai terdengar bunyi hantaman. Para Liberal mulai keluar dari tempat persembunyian mereka saat mendengar suara itu.

Yang jelas, aku sudah berhasil mengantarkan makanan bebas racun ke mereka, walaupun tugasku seutuhnya masih belum selesai. Aku masih harus membuat perhitungan dengan Cluster dan tidak akan kubiarkan mereka meracuni kami lagi.

———
Heyo, oh I miss this story so much!
Semoga kalian suka chapter ini ya.

Btw, klo dipikir-pikir, tokoh V ini kayak Day dalam cerita Legend karya Marie Lu, tapi versi ceweknya.

Cerita ini juga bakal banyak menyangkut isu-isu yg kita hadapin sekarang ini. Semoga bisa nyelesainnya tahun ini ya ^^

Thanks,
B. K

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top