1. MIMPI-MIMPI ITU

Seseorang sedang berdiri memandangiku. Dia terlihat seumuran denganku, hanya saja dia adalah seorang laki-laki. Kulitnya pucat, membuat mata hijaunya yang indah sangat menonjol. Laki-laki itu kemudian mendekatiku dan berbicara padaku. Aku tidak tahu apa yang dia katakan. Namun, seolah aku mengerti, aku mengikutinya berjalan di belakang.

Udara terasa sangat hangat di sekitarku. Padahal angin terus berhembus dengan kencang dan membuat pakaian tipisku berkibar. Anehnya, aku sama sekali tidak merasakan hembusan angin itu.

Laki-laki itu kemudian berhenti dan aku mengikutinya berhenti. Dia berbalik sambil menyuruhku untuk berjalan di depannya. Aku terus mengkuti perintahnya, padahal aku sama sekali tidak mendengar apa yang dia katakan.

Tiba-tiba sebuah pintu muncul di depanku. Aku menatap laki-laki itu sebelum membukanya, kemudian dia mengangguk. Saat aku membuka pintu itu, cahaya lampu menyeruak dari dalam. Ruangan serba putih yang tiba-tiba membuat kepalaku pusing bukan main. Napasku juga terasa tercekat, seperti ada yang mencekikku dari belakang.

Laki-laki itu tiba-tiba berlari menuju ke arahku dengan wajah marahnya. Dia menerjang sesuatu di sebelah kananku yang sama sekali tidak bisa aku lihat. Pikiranku terus bertanya-tanya. Apakah dia sedang bergulat dengan hantu? Laki-laki itu terus menerjang dan bertarung dengan sesuatu yang tidak kasat mata bagiku.

Aku masih tercekik. Namun sesuatu menghantamku dan aku terjatuh ke lantai berwarna putih yang terus membuatku pusing entah mengapa. Laki-laki yang tadi menyuruhku masuk ke dalam ruangan ini kemudian berlari ke arahku. Namun lagi-lagi seperti ada sesuatu yang menghalanginya dan dia terpental ke belakang. Tubuhnya membentur dinding hingga dia terkapar tidak sadarkan diri.

Aku sudah tidak merasakan cekikan itu lagi. Kemudian aku bangkit sambil mendekati laki-laki yang terkapar itu. Aku membalikan tubuhnya dan melihat wajahnya yang berubah menjadi wajahku. Aku terlonjak kaget sambil mundur beberapa langkah. Saat aku melirik ke belakang, laki-laki yang memerintahku tadi sedang berdiri sambil tersenyum sinis. Ekspresi wajahnya seperti seorang psikopat yang haus akan membunuh siapapun.

Laki-laki itu kemudian berlari menerjangku sambil memegang sebuah pisau di tangan kirinya. Aku hanya berdiam di tempatku. Padahal seharusnya aku berlari darinya. Seperti ada hal yang sudah aku percayai dari dirinya. Namun, sekarang dia bukan lagi dirinya yang aku kenal.

Laki-laki itu menikamku hingga darah keluar dari perutku. Namun, anehnya lagi aku tidak merasakan sakit. Tapi, jantungku mulai berdetak pelan dan kakiku mulai lemas. Mataku berkunang-kunang dan akhirnya semuanya menjadi gelap.

***

Aku bermimpi lagi. Sebuah hal yang sangat tidak mungkin terjadi lagi setelah perang mengubah segalanya. Setelah perang mengubah mimpi dalam tidur seseorang menjadi depresi yang mengakibatkan kematian. Setelah itu, orang-orang tidak berani lagi memejamkan mata mereka, karena takut apa yang akan mereka lihat dalam mimpi. Kemudian, lima tahun setelah perang dunia ketiga berakhir, para ilmuan membuat obat agar semua orang tidak dapat bermimpi lagi. Mereka mengirimkannya melaui udara, yang tersebar seperti virus dengan cepat. Hasilnya benar-benar nyata, semua orang tidak mati lagi karena depresi yang diakibatkan oleh mimpi buruk mereka.

Tapi aku yakin, apa yang aku rasakan sekarang adalah mimpi. Walaupun aku tidak ingat seperti apa mimpi itu. Biasanya semua orang hanya tidur tanpa bermimpi, hanya hitam kosong jika tanpa bantuan memori mimpi.

Angin berhembus sangat kencang dan gemuruh terdengar di mana-mana. Hujan mulai turun saat aku membuka mataku. Pikiranku mulai berkalut pada mimpi yang menghantui beberapa hari ini. Aku pikir, aku tidak akan pernah merasakan mimpi lagi. Setidaknya itu yang aku ketahui setelah obat anti-mimpi menyebar ke seluruh penjuru. Apakah aku akan mati karena mimpi ini? Aku tidak tahu pasti.

Cuaca buruk hari ini juga bukan cuaca terburuk minggu ini, kemarin lebih buruk lagi. Aku menekuk lututku dan mulai menutup telingaku juga. Jika kalian mengira aku takut badai, tentu saja tidak. Bukan karena badai datang dengan dahsyatnya, melainkan karena badai datang menggodaku untuk menjinakkannya. Entah ini anugrah atau kutukan, atau mungkin keduanya. Anugrah, karena tidak semua orang bisa mendapatkannya. Kutukan, karena aku merupakan bahan percobaan.

"Hei! Nak!" panggil seseorang.

Aku mengangkat kepalaku dan mendapati seorang pria berdiri tepat di depanku. Sebenarnya aku terlalu tua untuk dipanggil Nak, karena umurku sudah menginjak delapan belas tahun. Mungkin karena tubuhku yng berpostur kecil, kebanyakan orang mengira aku berumur dua belas tahun.

"Kau takut badai?" tanya pria itu.

Aku tidak menjawabnya dan hanya memandangi pria itu seolah dia aneh.

"Aku punya coklat hangat di dalam, jika kau ingin masuk," tambahnya.

Entah apa yang dia pikirkan sekarang, karena tidak semua orang suka dengan gelandangan dan mengizinkannya untuk masuk ke rumah mereka. Terutama setelah semua orang tidak terikat pada negara, tidak ada yang peduli pada orang lain kecuali diri mereka sendiri.

Setelah perang usai memang muncul kelompok-kelompok yang merekrut orang-orang untuk bergabung. Mereka meyakini bahwa mereka bukanlah sebuah negara yang selalu mengikat orang yang bergabung dengan mereka. Tapi jika bergabung dengan kelompok, akan ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan. Terutama uang dan tempat tinggal.

Ada lima kelompok dominan yang menguasai hampir seluruh benua, mereka menyembut lima kelompok ini sebagai Cluster, kelompok yang paling berpengaruh di seluruh daratan. Kelompok itu adalah Immortal dengan lambang matahari yang ditengah-tengannya dihiasi petir. Breeze yang memiliki lambang api dengan tangan yang menangkupnya. Alpha berlambang phoenix dengan sayap dan matanya yang tajam. Phyton memiliki lambang yang sama dengan namanya, lambang ular phyton dengan segilima dan atasnya yang dihiasi mahkota. Sedangkan Legacy memiliki lambang seperti pentagram dengan dua buah pistol di tengahnya saling menyilang.

Uang saat ini bernilai sama. Kelompok-kelompok itu menggunakan standar yang sama, yaitu mata uang terkecil adalah satu sedangkan terbesar adalah seratus. Mata uangnya berbeda-beda, tapi satu dolar sama nilainya sama dengan satu euro, atau satu pondsterling, dan dengan nilai mata uang lainya. Sedangkan mata uang dari negara yang dulunnya tidak mempunyai nilai satu, maka angka terkecilnya akan diubah menjadi satu, barulah bernilai sama dengan yang lainnya. Kemudian mereka menyebut uang-uang ini menjadi cash, bukan euro, pondsterling, dolar, ataupun nama mata uang yang lainnya.

Aku beritahu satu rahasia kecil mengenai munculnya kelompok-kelompok ini. Mereka terbentuk oleh orang-orang yang dulunya kaya. Orang-orang yang menyimpan uang mereka sedangkan banyak orang kelaparan. Tapi semua orang berpikir, mereka adalah orang-orang terpilih yang bisa menghilangkan semua kesengsaraan ini. Omong kosong.

"Hei, Nak!" panggil pria itu lagi, kali ini dia sudah berada di depan pintu rumahnya. "Kau ingin masuk atau tidak?" tanyanya lagi.

Aku bergeming di tempatku. Aku benci orang-orang. Aku bahkan hampir tidak pernah berbicara dengan orang lain. Gelandangan yang lain bahkan menganggapku tidak bisa berbicara. Tentu saja aku bisa, hanya saja aku tidak suka berbicara.

Pria itu akhirnya masuk tanpa menghiraukanku. Lagipula, tidak ada orang yang menyukai gelandangan masuk ke dalam rumahnya. Itu bisa saja jebakan seperti beberapa bulan yang lalu saat aku ikut dalam sebuah penampungan Phyton di daerah selatan Arsen. Mereka memberikan makanan pada para gelandangan yang ternyata hampir dari setengah gelandangan yang berkunjung ke penampungan Phyton hari itu mengalami kematian mendadak seminggu setelahnya. Untungnya, aku tidak memakan apa pun yang mereka berikan, aku hanya mengambil pakaian mereka dan mencuri beberapa pakaian lainnya untuk aku bagikan pada gelandangan yang membutuhkannya.

Aku tahu, aku membenci orang-orang. Bukan para gelandangan, tapi orang-orang yang hidup terikat pada kelompok. Aku tebak, mereka melakukan pembantaian pada gelandangan sepertiku agar kami hilang dari daratan mereka. Kami, para gelandangan tidak bisa terikat pada salah satu kelompok jika tidak memiliki kemampuan khusus yang menguntungkan kelompok itu sendiri. Bahkan, ahli bertarung adalah yang paling dicari. Sayangnya, tidak banyak yang bisa bertarung dengan sangat baik. Kebanyakan dari mereka sudah mati di medan perang.

Sedangkan aku, tentu aku ahli dalam penyamaran dan mencuri barang-barang. Itu yang aku lakukan untuk bisa tetap hidup. Karena, aku tidak memiliki siapa pun untuk diandalkan. Aku tidak punya keluarga, setidaknya itu yang aku tahu karena ingatanku dihapus saat diubah menjadi seorang kinesis di laboratorium.

Pada awalnya, kelompok-kelompok ini berjanji tidak akan ada perang antar kelompok, tidak ada perebutan wilayah, perebutan kekuasaan, dan yang paling mereka agung-agungkan, kesetaraan bagi semua orang. Omong kosong. Kesetaraan hanya untuk yang bergabung bersama mereka.

Para gelandangan sepertiku tentu saja sangat ingin berada dalam satu kelompok. Mendapatkan rumah, mendapatkan makanan setiap hari, dan cash. Tapi sekali lagi aku katakan, kelompok meminta imbalan pada kita dengan kemampuan kita. Jika kita tidak berguna, tidak akan bisa masuk dalam kelompok.

Sedangkan aku, persetan dengan Cluster. Mereka hanya orang-orang yang memedulikan diri mereka sendiri untuk kekayaan dan kehidupan yang dimanjakan. Aku tidak akan pernah ikut dalam kelompok. Terutama jika mereka tahu mengenai kekuatanku, mereka pasti akan berani bayar mahal untuk mempekerjakanku.

Pria yang tadi memanggilku keluar dari dalam rumahnya dengan memabwa sebuah selimut dan gelas di tangannya. Aku tebak, itu cokelat hangat, seperti yang ditawarkannya. Dia berjongkok di sebelahku sambil menyodorkan gelas itu padaku. Lagi-lagi aku tidak menghiaraukannya. Pria itu akhirnya meletakkan gelas di sampingku dan mengenakan selimut ditubuhku.

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku tiba-tiba. Heran kenapa dia memebrikanku selimut dan cokelat hangat di saat orang lain tidak peduli pada gelandangan sepertiku.

Pria itu seolah bingung dengan pertanyanku, dia mengerutkan keningnya. "Aku memberikanmu selimut dan cokelat hangat," jawabnya sedikit ragu.

"Aku tidak perlu dikasihani." Aku melepaskan selimut yang dia dibalutkan padaku. "Kau bisa masuk ke dalam rumah hangatmu lagi," tambahku.

Pria itu hanya tersenyum seolah perkataanku lucu. Dan dia akhirnya bangkit untuk kembali ke rumahnya. Tapi tanpa membawa gelas dan selimutnya. Meniggalkanku dengan sejuta pertanyaan mengenai isi pikiran pria itu.

------

Setelah mengalami 3 kali publish dan unpublish, akhirnya aku yakin untuk kali ini. Aku buat karakter V berbeda dari sebelumnya. Chapter ini juga isinya agak berbeda dari sebelumnya, sedangkan untuk prolog masih sama. Aku masih berusaha untuk merubah beberapa bagian dan hal-hal kecil lainnya. Tapi semoga kalian suka sama V versi yang ini nantinya.

Btw, aku suka bgt sama tema cerita yg ini. Dan sebenarnya ini cerita juga udah lama di tulis sejak jaman smp dan waktu itu nulisnya masih di buku. Aku pengen buat tokoh wanita yg sekuat Katniss atau Tris. So this is my girl, her name is V!

Thanks,
B.K

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top