5
Happy reading guys😚😚
🍁🍁🍁
Apa suratnya sudah datang?"
Kinara menjauhkan ponsel dari telinganya karena teriakan Gara.
"Surat apa?"
Ia bingung surat apa yang dimaksud pria itu. Kapan ia menerima surat? Rasa-rasanya tidak pernah.
"Kau jangan pura-pura bodoh, ini sudah lebih dari dua minggu, harusnya surat itu sudah datang."
Kinara kembali menjauhkan benda pipih persegi panjang itu dari telinganya, lengkingan Gara bisa membuat telinganya tuli.
"Aku tidak tahu surat apa yang kamu maksud. Satu lagi jangan pernah mengatai aku bodoh!"
Kinara mematikan sambungan telepon Gara. Dia pikir siapa berani mengatainya bodoh, dulu mungkin ia akan diam saja tapi jangan harap sekarang karena ia akan membalasnya. Sudah cukup dirinya menerima hujatan yang ditujukan padanya sekarang ia harus mampu melindungi dirinya sendiri.
Kinara kembali berjalan melanjutkan langkahnya menuju flat kecilnya, ia sangat lelah hari ini. Tadi ia harus mengerjakan empat tempat sekaligus tapi dia senang artinya gaji Kinara bulan ini bertambah. Dengan begitu tabungannya akan bertambah lebih banyak lagi. Ia sudah tidak sabar lagi ingin segera mewujudkan cita-citanya.
Ia masuk ke flat kecilnya, kemudian ia membersihkan badannya. Tubuhnya terasa segar setelah bebas dari keringat kemudian ia membuat makan malam untuk dirinya. Selalu begini hari-harinya menonton, terkadang ia berpikir sampai kapan harus begini. Kinara memimpikan membentuk keluarga kecil dengan kasih sayang penuh di dalamnya, dirinya berjanji jika memiliki anak ia akan membuat anaknya bahagia, tidak kurang kasih sayang, juga cinta darinya. Kinara tidak ingin anaknya seperti dirinya, terbuang.
🌰🌰🌰
Dalam kegelapan ruang kerjanya yang hanya diterangi lampu kecil di meja, Gara tengah memaku netranya pada langit-langit ruangan. Tatapan itu tak terbaca tapi mengandung kesedihan. Jari-jarinya mengapit sebatang rokok yang menyala.
Pikirannya kalut karena semua rencananya tidak berjalan sesuai keinginannya, terutama Kinara. Gadis bodoh itu mungkin lupa menerima surat yang ia kirimkan, sebab ini sudah hampir tiga minggu. Benar-benar membuat susah.
Gara mengembuskan napas panjang lalu mematikan rokoknya, saat itulah perhatiannya tertarik pada potret kebersamaannya dengan keluarga barunya. Jarinya mengusap kaca pigura foto mama juga adiknya, Vina.
Jika tahu begini akhirnya, mungkin ia akan mentang keras pernikahan Mama dan papanya Kinara. Sungguh tak pernah terbersit dalam benaknya, adik juga mamanya secepat itu meninggalkan dirinya. Peristiwa naas yang mengguncang mental mamanya, membuat wanita paruh baya tersebut jatuh dalam kubangan ratapan pilu.
Awal pernikahan mamanya bahagia tapi itu tak berlangsung lama.
Senyum mamanya tak terlihat lagi, wanita paruh baya tersebut seperti bunga layu menunggu kering lalu mati. Tak ada pancaran keceriaan di bola matanya, tak ada pelukan hangat menyambutnya. Ini begitu berat untuknya, Gara merasa gagal menjaga keluarganya.
Dia lelah, semua pikiran juga tenaga terkuras habis, bebannya pun bertambah dengan kematian papa tirinya. Dia harus mengurus semua bisnis Aries, sampai-sampai bisnisnya sendiri terbengkalai, untung saja orang kepercayaannya piawai mengurusnya jadi dirinya tidak khawatir dan fokus mengurus bisnis milik Aries.
Gara ingin segera menyelesaikan semua urusan di rumah ini agar ia dapat kembali ke rumahnya sendiri. Rumah ini membuatnya terus-menerus mengingat Vina, mamanya, dan Kinara.
🌰🌰🌰
Kinara terkejut ketika masuk flat-nya mendapati surat terselip di bawah pintu, pengacara papanya. Dahinya berkerut, ada apa ini? Kenapa mereka mengirimi dirinya surat? Ada hubungan apa dengannya? Mengapa orang-orang itu masih saja mengusiknya? Tidak bisakah membiarkan dirinya hidup tenang. Ia sudah menjauh tapi kenapa sekarang mereka mendekat, apa yang sebenarnya mereka inginkan? Bukankah ini yang mereka mau?
Kinara meletakkan tasnya begitu saja di lantai, ia duduk di sofa lusuh yang ia beli di acara pelelangan amal. Ia menarik napas panjang, matanya terpejam menyiapkan hatinya sebelum membuka surat itu. Dia berharap semuanya baik-baik saja.
Dengan perlahan ia membuka surat di tangannya. Tersirat ketakutan di manik matanya saat ia mulai membuka dan membaca surat tersebut. Tuhan! Kertas tersebut jatuh dari tangannya yang gemetaran, tidak bisa dicegah air mata Kinara mulai jatuh. Tangisnya mengencang, isakan lolos dari bibirnya. Tidak! Ini tidak mungkin. Ia tidak percaya kalau papanya telah meninggal dunia.
Mereka pasti berbohong. Bagaimana bisa Aries pergi begitu saja tanpa membersihkan namanya?
Tidak! Pria itu bahkan masih membencinya dan belum memeluknya dengan tulus. Ini …
Sebesar itukah Papa membencinya? Membenci anak kandungnya sendiri? Darah daging yang ia titipkan di rahim mamanya. Tubuh Kinara bergetar keras. Kenapa mereka tega melakukan padanya? Menyembunyikan kematian papanya dua bulan lalu. Apa Kinara benar-benar dibuang? Apakah dirinya benar-benar orang asing bagi mereka? Meskipun ada rasa benci di hati Kinara untuk papanya, tapi ia anaknya, ia berhak tahu.
“Pa, apa Papa tidak mencintaiku lagi? Apa Papa benar-benar membenciku? Apa sedikit pun rasa sayang Papa tidak tersisa?” batinnya lemas seketika.
Ia sekarang benar-benar sebatang kara, kenyataan pahit yang harus diterima. Dia menangis sejadi-jadinya, menumpahkan semua perasaan. Kinara harap ini hanya mimpi buruk saat dirinya terbangun besok semuanya baik-baik saja.
🌰🌰🌰
"Pulanglah!" Nada tidak bersahabat yang sering ia dengar dulu.
Kinara menatap lekat laki-laki di depannya. Wajah tanpa ekspresi, tatapan tajam layaknya elang. Arogan tapi sungguh mempesona. "Untuk apa? Aku tidak punya kepentingan di sana."
Gara menggeram mendengar jawaban Kinara. "Jangan mempersulit keadaan, Kinara! Surat wasiat itu tidak akan dibuka jika kamu tidak pulang," ucapnya lantang, menggema di dalam flat kecil itu.
Wanita itu tertawa sumbang. Benar-benar tidak bisa dipercaya. "Mempersulit katamu? Kamu bodoh atau bagaimana? Justru aku mempermudahnya. Kamu bisa membuka surat wasiat itu tanpa kehadiranku. Aku jamin tidak akan yang protes karena kamu anak kesayangan tuan Aries, jadi tidak ada pengaruhnya aku pulang apa tidak. Lagi pula aku tidak berminat dan tidak mau tahu isi surat itu," kata Kinara enteng, memang kenyataannya begitu. "Sebaiknya kau keluar dari sini, Tuan Gara Restu Pribumi!"
"Jangan membuatku marah Kinara!"
"Membuatmu marah? Apa yang aku perbuat?" Kinara balik membentak Gara. Dia membalas sorot tajam dari netra Gara tanpa rasa takut. Dia pikir dirinya siapa berani benar membentak Kinara. Ia bukan Kinara yang dulu, hanya karena bentakan akan menangis. "Aku tidak akan pulang. Jadi sekarang pergilah!!"
"Kau akan pulang. Bagaimanapun caranya!"
"Jangan memaksaku. Aku akan teriak!"
"Teriaklah. Mereka tidak bisa mencegahku membawamu pulang!" Gara kemudian mengeluarkan ponsel. “Bersiaplah.” Ia lalu memutus sambungan telepon itu kemudian beranjak dari sofa guna membuka pintu unit Kinara. “Cari sampai ketemu,” perintahnya.
Tidak lama ruangan kecil itu dipenuhi oleh orang-orang berpakaian serba hitam. Mereka mengeledah semua tempat tanpa terkecuali.
“Apa … apa yang kalian lakukan?” teriak Kinara yang diabaikan oleh orang-orang suruhan Gara. Ia berusaha menghalangi pria-pria berbadan tegap itu untuk menyentuh barangnya, tapi ia kalah tenaga.
“Dapat, Tuan,” teriak salah satu orang-orang itu dari kamar Kinara.
Entah apa maksud dari teriakan pria itu yang jelas tiba-tiba saja tubuhnya melayang dan dipanggul seperti beras. Ia meronta, kakinya menendang-nendang tubuh Gara, tangannya memukuli punggung pria itu, tapi tidak menyurutkan langkah Gara. Dia terus melangkah keluar dari flat Kinara. Teriakan Kinara membuat tetangga kanan kirinya keluar. Mereka hanya menyaksikan tanpa berusaha menolong sampai security menghentikan Gara.
"Ada apa ini?” Edward—security—menghampiri dan menghadang Gara.
Kinara yang mendengar suara Edward seperti mendapat angin segar, pertolongan datang. “Ed, tolong aku. Pria ini jahat. Dia mau menculikku.”
Edward segera merentangkan tangan di hadapan Gara untuk menghentikan pria itu. “Maaf, Sir, sepertinya Nona ini tidak bersedia ikut. Tolong turunkan sekarang juga.”
Gara mengangkat tangannya yang bebas saat menyadari pergerakan bodyguard yang ia sewa dari temannya, Kevin. Bola mata sekelam malam itu menggelap. Tatapannya lurus memancarkan sinar kebencian.
Gara tidak suka urusannya dicampuri. Ia tetap melangkah tanpa menghiraukan Edward di depannya. Namun, langkahnya terhenti karena dorongan sekuriti tersebut. Ia menatap lurus mata Edward. Tangan gatal sekali ingin melabuhkan tinjunya di wajah pria ini.
Dengan menahan geram, Gara membuka suaranya, "Apa aku tidak boleh membawa pulang ISTRIKU?” Gara menekan kata istri agar pria di depannya ini menyingkir. “Apa perlu izinmu?" jawab Gara menantang.
"Jangan percaya dia, Ed!" pekik Kinara dari balik punggung Gara. Ia berharap Edward menolongnya.
"Bisakah kau menyingkir dari hadapanku? Aku sedang tidak ingin diganggu!" desis Gara. Amarahnya sudah mencapai ubun-ubun. Jangan sampai ia memukul pria tidak bersalah ini. lagipula ia sedang tidak ingin berurusan dengan pihak berwajib.
"Ed! Tolong aku, aku tidak tahu dia siapa?" teriak Kinara. Kepalanya terasa pusing karena posisinya dan harus terus meronta juga berteriak minta dilepaskan.
Edward tampak kebingungan, siapakah yang benar di antara mereka. "Tuan tolong tun ….” Belum sempat Edward meneruskan perkataannya, ia menerima pukulan yang cukup keras di rahang kirinya sampai tersungkur. Teriakan terkejut keluar dari orang-orang yang menyaksikan.
"Aku sudah memintamu menyingkir tapi kau tidak menurutinya. Jangan salahkan bila aku memukulmu," ujar Gara tanpa rasa bersalah. Ia melanjutkan langkahnya ke mobil.
Dengan langkah lebar Gara menuju mobil yang pintunya sudah dibuka bodyguard-nya. Tubuh Kinara diempaskan dengan keras di kursi penumpang. Untung saja tidak terantuk pintu, bisa tambah pusing kepalanya. Kinara belum sempat duduk dengan benar, Gara masuk dan mobil bergerak membelah jalanan.
tbc.
Halooo. Cerita lama aku repost hehehe. btw, di Karyakarsa Mbak Tika atau cari aja judulnya sudah tamat ya. Ada 6 ato 8 part gratis.
Dan juga numpang promo wkwkwk. Short story Jalu dan Caca. Tersedia di Playstore dan Karyakarsa juga. Isinya sama jadi yang udah beli di KK nggak usah beli lagi. Makasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top