37



🍁🍁🍁

"Surat dari dokter Imel tidak lupa? Vitamin juga obat-obatan sudah?" Gara menunggu jawaban dari istrinya yang sedang mengecek kembali tas miliknya.

"Sudah." jawab Kinara mantab.

Saat ini mereka menunggu jadwal keberangkatan pesawat ke kota Malang. Gara mempunyai pertemuan bisnis dengan Eru juga Arlan, lalu sahabat gilanya itu berpikir untuk mengadakan reuni kecil-kecilan bersama beberapa teman mereka semasa SMA.

Rencana yang cukup mendadak, akan sulit mengundang mereka mengingat teman-temannya orang sibuk dan tersebar di pelbagai kota. Namun sahabatnya itu tetap pada pendiriannya dan memfasilitasi semua akomodasi, jika dihitung tidak sedikit yang Eru keluarkan. Karena itu, Gara sungkan menolaknya.

Sebelum naik pesawat Kinara harus mengisi dan menandatangani formulir MEDIF yang merupakan syarat wajib bagi ibu hamil. Seluruh maskapai penerbangan nasional menerapkan hal tersebut dengan tujuan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dan membebaskan pihak maskapai dari tuntutan keluarga. Tidak lupa wanita hamil diwajib melampirkan surat keterangan dari dokter.

Perjalanan dari Jakarta ke Malang memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Mereka tiba di bandara Abdurrahman Saleh hari sudah beranjak siang, orang suruhan Eru sudah siap di terminal kedatangan. Mereka langsung menuju ke villa milik sahabat itu. Ternyata Malang sama saja dengan Jakarta maupun kota-kota besar lainnya. Macet!

Selama dalam perjalanan Kinara terlihat mengantuk, tanpa bisa dicegah ia pun tertidur. Mungkin karena kehamilan yang mulai membesar, membuat istrinya cepat lelah padahal tidak lebih dari 5 jam mereka menempuh perjalanan. Kinara tidur dengan bersandar di lengan atas Gara. Pria itu mengubah posisi tidur istrinya, menariknya masuk dalam rangkulannya.

Wanita berambut panjang tersebut bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya karena tidak nyaman, Gara menyapukan tangganya di perut Kinara separti biasa. Dan, benar saja istrinya kembali tenang. Sungguh kebiasaan yang patut ia syukuri Kinara ketagihan sentuhan darinya di perut besarnya. Ia juga harus berterimakasih pada jagoannya bersekutu untuk selalu mendekatkan dirinya dengan Kinara.

🍁🍁🍁

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, mereka sampai di villa milik Eru. Bangunan besar yang mungkin bisa menampung 40 orang itu terletak di lokasi strategis dekat dengan tempat-tempat wisata dan pusat perbelanjaan, selain itu pemandangan villa tersebut langsung mengarah ke pegunungan Panderman.

Saat pintu mobil terbuka, udara dingin menyergap masuk ke dalam mobil membuat wanita itu tanpa sadar merapatkan tubuhnya pada Gara mencari kehangatan. Eru tersenyum sumringah menyambutnya sedangkan pria itu hanya mengangguk.

Gara secara pelan-pelan menarik tangannya dan menjauhkan badan Kinara agar dirinya bisa turun. Ia menahan istrinya dengan dua tangan supaya tidak jatuh ke samping lalu ia turun. Gara meletakkan satu tangan di bawah lutut dan satu belakang punggung Kinara, kemudian mengangkatnya pelan dari mobil agar tidak terbangun. Beruntung Kinara memakai celana legging dan blouse katun sehingga Gara tidak bingung menutup tubuh istrinya yang terbuka.

"Pak Karno tolong angkat koper milik temannya saya ke lantai dua kamar paling ujung barat." titah Eru yang kemudian diangguki Pak Karno.

Setelah itu Eru berbalik badan dan jalan mendahului Gara, tanpa di perintah pria itu mengikuti sahabatnya naik lantai dua ke kamar yang sudah di persiapkan untuknya. Sehabis membaringkan Kinara dan menyelimuti tubuh istrinya, Gara berganti pakaian santai kemudian turun bergabung dengan Eru dan keluarganya di ruang tengah.

"Yang lain belum datang?" tanya saat menghempaskan pantat di sofa sebelah Eru.

"Belum nanti sore sepertinya. Yang, tolong bikinin kopi ya," pinta Eru pada Arumi. Wanita itu beranjak dari duduknya dan ke dapur, "gimana kalian?" sambung Eru lagi.

"Baik, hanya saja Nara sedikit membatasi dirinya."

Alis Eru bertaut mendengar jawaban Gara, "kenapa dia seperti itu?"

Gara menghela napasnya panjang kemudian mengembuskan pelan, "dia sepertinya masih berpikir semua perhatianku hanya untuk anak dalam kandungannya."

Eru menoleh sebentar kemudian kembali mengawasi Rey yang bermain sedikit jauh darinya, "pasti ada sebabnya dia seperti itu, kan?"

"Salahku. Aku belum mengatakan perasaanku yang sebenarnya."

"Mau sampai kapan? Sampai istrimu pergi? Jangan sampai menyesal! Aku katakan sekali lagi jangan sampai menyesal. Apa kamu ingin seperti Arlan? Dia pasti sudah cerita bagaimana dia bisa mendapatkan istrinya kembali." ujar Eru yang kemudian berdiri menghampiri Rey di atas meja makan.

Gara terdiam, pikirannya melayang mengingat cerita Arlan dan bagaimana Eru benar-benar menutup akses istri Arlan ketika temannya itu mencarinya. Atas permintaan Arumi, Eru akhirnya turun tangan. Dan, bagi Arlan saat itu adalah saat-saat terburuknya.

Gara tidak ingin itu terjadi, bukan tidak mungkin jika Eru kembali turun tangan apabila Arumi memintanya dan merasa Gara membuat kinara terluka. Lelaki itu tahu istrinya dan Arumi bersahabat dekat, kalau itu sampai terjadi apa yang bisa diperbuatnya. Tidak. Itu tidak boleh terjadi.

"Diminum, Ga, kopinya." Arumi meletakkan cangkir berisi kopi di meja depan Gara lalu ikut duduk di sofa, "kamu egois! Kamu tidak kasihan dengan istrimu? Apa susahnya bilang cinta? Wanita itu butuh kepastian, Ga. Jangan membuatnya menebak-nebak pikiranmu, kami bukan dukun yang bisa membaca pikiran laki-laki.

"Lagipula istrimu lagi hamil stress tidak baik untuknya, saat ini dia pasti ingin bermanja-manja tapi menahannya." tutur Arumi cukup panjang. Tadi saat ia membawakan kopi buatannya untuk suaminya dan Gara, ia tidak sengaja mendengar ucapan Gara kepada suaminya. Eru sendiri sudah menceritakan keadaan sahabatnya itu.

"Aku menunggu momen yang tepat, Rum, dan itu sebentar lagi." sahut Gara, pria itu mulai menyesap kopinya lalu meletakkan kembali.

"Susah ngomong dengan orang gengsi besar. Memang kalau sekarang momennya tidak pas? Tidak tepat? Feel-nya kurang dapat?" sungut Arumi sebal lalu memutar bola matanya ke atas, "Ga, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, jangan sampai kamu terlambat mengatakan cinta. Mungkin bagimu itu hal sepele dan memalukan atau bahkan menjatuhkan harga dirimu, tapi tidak untuk Kinara.

3 kata itu bagi Kinara sebuah keajaiban dikala dirinya berpikir bahwa ia tidak beruntung. Sebuah kekuatan disaat dia terpuruk. Kebahagiaan diwaktu sedihnya. Menjadi semangat ketika dia lelah. Sebagai benteng pertahanan saat musuh menyerangnya. Apa kamu memikirkan hal itu? Pernahkah terlintas dalam pikiranmu betapa terlukanya hati Kinara saat mengetahui perlakuanmu bukan untuknya.

Perempuan itu kuat, Ga, tapi kami juga punya batas. Kami tidak selalu terlihat tegar, adakalanya kami lelah berjuang. Kinara pun seperti itu, Ga. Ada saatnya dia memilih menyerah bertahan di sisimu tanpa kepastian. Mencabut akarnya meski resikonya dia harus layu dan mati. Dan, bila waktu itu tiba, bersiaplah untuk menyesalinya.

Menangisi hari-hari sepimu, sakit hatimu saat melihatnya tersenyum bukan untukmu dan saat anakmu memanggil orang lain dengan sebutan Papa. Kamu tahu, Ga, kehilangan orang yang mencintai kita sangat menyakitkan meski tidak kita sadari dan sakitnya sungguh terasa. Pikirkan itu!" Arumi berdiri dari duduknya dan menghampiri suami juga anaknya.

Gara terdiam, tidak disangkanya jika Arumi yang terlihat lemah lembut bisa mengeluarkan kalimat sepanjang itu dan cukup menohok hatinya. Apa benar kata Arumi dirinya egois? Ucapan perempuan itu seolah menamparnya dengan keras. Arumi benar selama ini dirinya secara kasat mata menuntut Kinara mengerti dirinya, namun tidak sekalipun dia memahami keinginan istrinya. Pemikiran Kinara.

Jika yang dikatakan Arumi benar, entah bagaimana ia menjalani hari-harinya. Sepi, gelap, dan suram mungkin ia akan membusuk dalam penyesalan. Membayangkan saja sudah membuat dirinya takut, merasa hampa dan sakit ini sungguh terasa, apalagi jika itu terjadi Gara tak bisa bayangkan.

Tidak! Bagaimanapun Kinara harus tetap di sampingnya. Istrinya tak boleh berpaling darinya. Tidak sekarang ataupun nanti. Kinara hanya miliknya. Miliknya. Gara dengan cepat berdiri kemudian berlari secepat yang ia bisa ke kamarnya. Bahkan ia tidak sadar saat menaiki anak tangga dua sekaligus. Yang ia pikirkan ingin segera memeluk istrinya.

Sampai di kamar sesudah menutup pintu kamar Gara segera naik ke atas ranjang memeluk erat istrinya, mencium rambut hitam Kinara, mengusap perutnya berulang. Tindakan Gara membuat Kinara terjaga dari tidurnya, ia membuka matanya tepat saat indera pendengarannya menangkap kalimat itu.

"Aku mencintaimu, Ra." ucapnya dengan mata terpejam.

Kinara sedikit menolehkan kepalanya ke belakang melihat suaminya.

"Aku mencintaimu, Ra."

🍁🍁🍁

Yang mau baca cepat bisa ke Karyakarsa. Link di bio.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top