36
Holaaa! Udah tengah bulan aja ya 😂😂 cepet bener yes.
❤️❤️❤️
Sudah tiga hari Kinara tidak masuk kantor, sebenarnya ia ingin masuk tapi Gara melarang sebelum dokter menyatakan dirinya sembuh benar. Mereka juga sempat berdebat tapi seperti yang sudah-sudah, Gara berhasil membuatnya diam. Seperti sekarang ini. Ia hanya bisa mendengkus sebal, bagaimana Kinara bisa berangkat kerja jika sepanjang lehernya merah-merah bekas gigitannya? Pria itu benar-benar sinting! Ia kira ancaman Gara hanya gertak sambal tapi dirinya salah. Semalam sewaktu ia tidur Gara sengaja membuat tanda itu agar dirinya tidak bekerja.
Gara menyeringai lebar saat usahanya menahan sang istri di rumah berhasil. Wanita itu tidak akan berani ke kantor dengan leher penuh bekas gigitan. Ia tersenyum puas melihat Kinara yang bersungut-sungut. Lihat saja pipinya yang menggelembung, bibir mengerucut runcing, dan menatap sebal padanya. Sebenarnya Kinara bisa saja ke kantor dengan memakai baju turtleneck, sayangnya wanita itu tak punya. Bukan! Bukan tidak punya tapi tidak muat tepatnya. Syal pun entah di mana menyimpannya, make up? Sepertinya Kinara melupakan hal itu. Dari pengamatan Gara, sejak hamil dia jarang menggunakan make up yang berat dan berlapis-lapis jadi tak terpikirkan ke sana. Mungkin ini juga campur tangan Tuhan agar mereka bisa menghabiskan waktu bersama.
Melihat Gara tersenyum kemenangan, membuat emosi Kinara melambung. "Kamu sengaja buat leherku merah-merah gini, kan?" teriaknya.
"Apa?" jawab Gara tenang hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus ke laptopnya. Pria itu duduk bersandar di ranjang, kakinya terjulur dengan laptop di pangkuannya.
"Ini!" tunjuk Kinara ke arah lehernya.
Gara mengikuti arah yang ditunjuk oleh Kinara. "Ohhh." Hanya itu jawaban yang ia berikan membuat Kinara menganga lebar dan kembali mengabaikan Kinara.
Perempuan itu benar-benar jengkel. Ia mengambil bantal sofa kemudian melemparkannya ke Gara. Tidak hanya satu, semua bantal sofa itu melayang ke arah Gara. Pria itu belum sempat menghindar alhasil wajahnya menjadi korban kebrutalan istrinya.
"Ra! Apa-apaan, sih?" Gara berusaha menepis pukulan guling yang Kinara berikan padanya. Bertubi-tubi istrinya memukulnya dengan guling itu.
"Kamu nyebelin!" teriaknya. Tangan Kinara tidak berhenti memukuli Gara.
Gara merebut guling tersebut, menarik sekalian tangan istrinya sampai Kinara jatuh terduduk di pangkuannya. Untung saja laptopnya sempat ia pindahkan sebelum Kinara memukulinya tadi. Ia membuang guling itu sembarangan kemudian mengeratkan pelukannya. Wanita hamil itu meronta minta dilepaskan tapi Gara tak mungkin melepaskan sebab ini kesempatan langka bisa memeluk Kinara yang sadar seratus persen.
Pria itu menangkup jadi satu tangan Kinara dipangkuan wanita itu. Satu tangannya melingkari pinggang istrinya yang membesar. "Kamu kayak istri kurang bercinta aja, Ra. Marah-marah terus," ujar Gara sekenanya. Kinara melotot. "Apa kamu memang ingin bercinta?" bisiknya tepat di telinga Kinara dan sedikit menggigitnya.
Kinara menjauhkan kepala juga tubuhnya. "Ngawur! Lepas. Aku mau makan."
Bukannya melepaskan Kinara, Gara menarik tengkuk wanita di pangkuannya itu lalu menciumnya panjang. Ia rindu rasa bibir itu. Kinara ikut menikmati ciuman itu. Dengan berat hati Gara mengurai pagutannya. Oksigen dalam paru-parunya hampir habis dan menetralkan deru napasnya, mengisi rongga dadanya dengan udara.
Gara kemudian membebaskan tangan Kinara dan mengelus-elus perut istrinya. "Hai jagoan ini Ayah. Selama Ayah tidak ada pintar, kan? Tidak menyusahkan Bunda? Ayah sudah tidak sabar ingin segera melihatmu, Boy."
Hati Kinara menghangat mendengar kata cinta untuk bayinya langsung dari mulut Gara. Setidaknya Gara menerima kehadiran anaknya. Dengan begitu anaknya tak akan mengalami hal buruk seperti dirinya, di mana ia dibenci oleh orang tuanya sendiri. Dan karena itu juga ia mampu bertahan di sisi suaminya demi sang buah hati. Biar saja dikatakan bodoh asal putranya memiliki kasih sayang kedua orang tuanya.
🌰🌰🌰
"Sudah cukup, Ga. Ini terlalu banyak," protes Kinara ketika Gara akan membeli beberapa potong baju lagi untuknya—mengajak dirinya masuk ke salah satu butik khusus menjual baju-baju hamil di sebuah pusat perbelanjaan ternama.
Gara berdecak sebal. Banyak apanya? Hanya beberapa stel blouse dan celana hamil, dress sederhana, dan beberapa pasang underwear. Apa itu yang dikatakan banyak? Bahkan dirinya sanggup membeli seluruh isi butik ini. Ia tidak mengindahkan protes Kinara, menariknya masuk, dan mendudukkan istrinya di sofa yang tersedia.
Dibantu pramuniaga toko Gara memilih pakaian untuk Kinara. Perempuan hanya menghela napas melihat kelakuan suaminya. Bolehkah ia menyimpulkan bahwa Gara mulai menerima kehadirannya? Menganggap pria itu tidak lagi membencinya? Atau ini hanya euforia pria itu semata?
Setelah menunggu hampir satu jam akhirnya mereka keluar dari butik tersebut. Gara menyeretnya lagi ke food court. Kinara memilih menu makanan Sunda sedangkan Gara memilih sate ayam plus lontong, tidak lupa jeruk hangat untuk Kinara dan kopi untuk Gara.
"Kenapa? Capek?" Gara bertanya sewaktu memperhatikan wajah Kinara yang merenggut. Kinara menggelengkan kepalanya. "Terus kenapa?"
Wanita itu menggeleng lagi. Tidak mungkin ia menjawab bahwa ia tidak suka melihat sekelompok wanita di meja sebelah dengan terang-terangan berusaha menarik perhatian suaminya. Apa ia cemburu? Oh tidak! Jangan katakan kalau dirinya cemburu. Apa nanti yang dipikirkan Gara tentangnya?
“Ra."
"Aku ... eumm … tidak ada." Kata yang ingin ia ucapkan sepertinya tersangkut di tenggorokan dan susah untuk dikeluarkan.
"Ra, aku tanya sekali lagi ada apa? Jangan membuatku marah. Katakan ada apa?"
Tatapan tajam Gara membuatnya kesulitan menelan ludahnya sendiri.
"Aku ... aku ... kurang suka mereka berusaha menarik perhatianmu," cicit Kinara pelan dengan wajah menunduk dan meremas jari-jari tangannya.
Gara mencondongkan tubuhnya ke depan agar mendengar ucapan yang Kinara lontarkan. Seulas senyum terbit. Dia tidak salah dengarkan? Kinara-nya cemburu? Dia begitu gembira mendengarnya, dia bersorak dalam hatinya seperti orang yang memenangkan undian dengan hadiah jutaan rupiah.
"Siapa?" tanya Gara berusaha mengontrol kegembiraan.
"Mereka di meja sebelah," jawabnya pelan.
Hanya mengenakan t-shirt polos dan celana jeans saja Gara berhasil menarik perhatian lawan jenis, bagaimana jika pria itu berpakaian formal, lengan baju yang digulung sampai atas siku, dan memakai kacamata baca? Mungkin lebih menjadi pusat perhatian karena terlihat gagah dan keren. Sekarang tidak hanya wanita dari meja sebelah, bahkan yang datang bersama pasangannya tidak mengalihkan perhatian dari pria itu.
Gara menoleh ke arah yang Kinara maksud. Meskipun mereka cantik-cantik tapi baginya wanita di depannya ini lebih dari segalanya. Ia juga tidak akan menukar wanita itu dengan apa pun. "Sudah, biarkan saja. Sekarang makan makananmu."
Kinara mendongak menatap Gara. Pria itu tidak marah? Dan sejak kapan pelayan mengantarkan pesanan mereka? Mungkin waktu ia lebih fokus pada rasa cemburunya sampai tidak menyadari kedatangan pelayan. Kinara menatap makanan di depannya, meskipun terlihat menggiurkan tapu nafsu makannya sudah menguap tidak berbekas. Rasa lapar yang meronta seakan pasrah karena redaman situasi yang tidak menyenangkan ini.
Gara mengambil napas berat ketika mengetahui jika saat suasana hati Kinara buruk. Karena kehamilannya dia jadi mood swing, lihat saja, dia itu hanya memandangi makanan di hadapannya tanpa berniat menyentuhnya. "Apa makanannya tidak enak?" Kinara menggeleng pelan. Gara kembali bertanya. "Lalu kenapa tidak segera makan?"
"Kenyang."
"Kenyang dari mana? Makanan itu baru diantar lima belas menit lalu dan belum kamu sentuh sedikit pun."
Kinara tetap Kinara yang akan keluar keras kepalanya jika sudah bad mood. Sebab tidak ada gunanya berdebat dengan wanita itu, Gara beranjak dari duduknya kemudian pindah di samping kanan Kinara. Ia menarik piring di depan Kinara ke arahnya. Ia mulai memotong daging empuk tersebut kemudian mencampurnya dengan nasi dan mengangkat sendok itu ke depan mulut sang Istri.
Sementara Kinara terkejut dengan tingkah pria itu. Ia tidak menyangka Gara menyuapinya. Apa pria itu tidak malu? "Aku makan sendiri saja." Tangan Kinara hendak mengambil sendok dari pegangan Gara tapi ditepis oleh suaminya.
“Buka mulutmu."
Wanita ayu itu menggeleng. "Malu, Ga. Masa sudah besar masih saja disuapi," bantahnya.
"Buang malu-mu. Ayo cepat buka mulutnya."
"Tapi …."
“Apa perlu aku mengganti sendoknya dengan mulutku?"
Kinara mendelik, ia terlalu terkejut dengan ucapan Gara. Kenapa Gara jadi suka berpikiran kotor dan menjurus ke arah lebih intim? Apa seperti ini sifat asli suaminya? Kinara memilih membuka mulutnya dan menerima suapan dari laki-laki di sampingnya itu. Walaupun malu, tapi ia bisa berbuat apa jika Gara sudah mulai berlagak seperti Bos.
"Kamu lebih segalanya dari mereka," bisik Gara tepat di telinga Kinara dan membuat pipi isterinya merah merona.
Ya Tuhan. Bolehkah aku berharap bahwa pria ini mencintaiku?
Tbc.
Tamat di Karyakarsa. Link di bio.
Mamarika😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top