31

🍁🍁🍁

Keheningan menyelimuti dalam mobil milik Gara. Setelah berpisah dengan Eru dan keluarganya, Gara bersikeras mengantarkan Kinara pulang ke rumah Vya, tempat tinggalnya selama beberapa Minggu ini. Dengan ekor matanya ia melirik istrinya, wanita itu bertopang dagu dengan sikunya ditumpukkan di pintu mobil menyaksikan pemandangan di luar jendela. Gara tidak tahan jika didiamkan begini.

Lirikannya turun ke perut istrinya, sudah terlihat meskipun tidak begitu besar. Rasanya ia rindu membelai perut tempat bernaung anaknya. Selam berjauhan apa istrinya tidak menginginkan sesuatu seperti kebanyakan wanita hamil umumnya?

"Ra."

Kinara menolehnya, "ya?" jawabnya spontan.

"Sampai kapan kamu menghindariku?"

Mata perempuan cantik itu berkedip beberapa kali. Apa suaminya tahu ia menghindarinya? Jelas sekali kah?

"Eemm...aku..aku tidak menghindarimu," jawabnya pelan namun cukup terdengar di telinga Gara.

"Yakin? Kalau tidak kenapa menginap di rumah Vya lama sekali? Di kantor juga selalu pergi kalau melihatku? Apa seperti itu seorang istri pada suaminya?"

Perempuan itu menunduk kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya, "maaf, aku tidak bermaksud begitu."

"Kalau begitu sekarang aku minta kamu pulang."

Raut terkejut terlukis di wajah Kinara, "tapi aku masih ingin di sana."

Gara tidak menyahuti, jika itu keinginan Kinara ia tidak akan memaksa. Gara mengarahkan mobilnya kearah rumah Vya. Kinara tidak berkutik karena suaminya tidak menjawab kalimatnya. Ia masih ingin menjauh, dirinya belum siap harus berdekatan dengan Gara. Takut akan sakit yang harus ia rasakan saat mereka berpisah.

Mobil berhenti di depan pagar rumah Vya, di carport sudah terparkir mobil Bian. Gara turun lalu memutar ke bagian penumpang membukakan pintu untuk Kinara. Ia berjalan di belakang istrinya setelah mengunci mobilnya.

🍁🍁🍁

"Wah, tumben bareng? Janjian?" tanya Bian yang duduk di sofa menonton televisi waktu melihat Kinara masuk dengan Gara di belakangnya.

Tanpa dipersilahkan duduk, Gara mengambil tempat di samping istrinya, "iya, sekalian ketemu teman lama."

"Ouhh," Biang mengangguk, "Kin, bikin minum sana buat Gara."

"Tahu sesuatu?" tanya Gara segera setelah Kinara tidak terlihat.

Hah! Bian membuang napas keras. Meskipun ia sudah berjanji pada Kinara namun ini juga demi kepentingan mereka, Bian terpaksa melanggarnya, "dia tidak sengaja mendengar saat kamu bilang ke perempuan ular itu kalian menikah karena bayi dalam kandungannya. Ia juga melihat kalian berpelukan sore itu. Kinara merasa dirinya jahat sudah memisahkan kalian yang saling mencintai."

Perempuan ular? Siapa yang di maksud?

"Kapan? Lalu siapa perempuan ular itu?"

"Aku tidak tahu pastinya kapan, yang jelas sebelum dia minta menginap di sini. Dia sengaja memberimu waktu dengan perempuan ular itu agar kalian bisa bersama. Aku tidak suka ini tapi aku rasa perlu memberitahumu. Bersiaplah surat cerai segera datang ke kantormu."

Gara terkejut tanpa dirinya sadari merentak berdiri dan berteriak, "APA?!!"

Bian menendang kaki Gara dengan keras, "bodoh!! Kenapa berteriak?!!" desisnya. Mata Bian mendelik ke arahnya.

Pria itu meringis mengusap-usap tulang kering kakinya, "sialan! Sakit, Bi."

"Siapa suruh berteriak. Kalau dia tahu pasti marah. Bodoh!!"

Tangan Gara terus mengusap-usap kaki agar sakitnya mereda, "refleks, Bi. Siapa yang tidak kaget mendengarnya," Gara tetus menggosok  tulang keringnya, "Ck!Apa yang di pikirnya? Siapa yang akan menceraikan dirinya? Dasar."

Bian menyandarkan tubuh di sofa belakangnya, "wajar, Ga. Setelah dipermalukan di depan umum lalu melihatmu berpelukan dengan wanita ular itu siapa yang tidak berpikir macam-macam."

"Sebentar, Bi, perempuan ular yang kamu maksud siapa? Aku tidak tahu?"

"Sheila. Kami teman kampus, aku tidak tahu kenapa dia begitu membenci Kin. Setahuku dia tidak pernah berbuat yang tidak-tidak ke Sheila. Ucapannya waktu itu yang membuat Kin susah makan, mimpi buruk, dan akhirnya pingsan saat itu," ujar Bian mengambil kopi buatan Vya dan menyesapnya, "sudah dua kali Sheila menghinanya di depan umum dan kamu dengan bodohnya malah membiarkan dia dekatmu," lanjut Bian meletakkan cangkir kopinya.

Dua kali? Kinara tidak pernah bercerita? Ah! Bagaimana dia akan bercerita, selama ini aku tidak pernah mempercayainya. Ia tidak percaya Sheila bisa berbuat seperti itu. Apa Sheila juga terpengaruh cerita Vina? Jadi ini alasan Kinara keluar dari rumah? Ini tidak bisa dibiarkan, bagaimanapun caranya dia harus berhasil membuat Kinara pulang kembali.

Pria itu sudah akan membuka mulutnya saat istrinya datang meletakkan cangkir kopi di depannya kemudian duduk di sampingnya meskipun ada jarak. Pantas saja lama ternyata sekalian mandi. Wangi yang sama membuatnya kecanduan. Tidak lama Vya ikut bergabung dengan mereka.

"Makan malam di sini saja, Ga. Aku masak banyak kebetulan kamu mampir," tawar Vya dengan ekor matanya melirik Kinara yang memberi kode agar tidak menawari suaminya.

"Boleh. Sekalian aku menginap di sini. Bolehkan, Vy?"

Kinara sontak menolehnya, "tidak boleh! Kamu pulang saja."

"Boleh kok, Ga. Syukur kamu mau menginap jadi aku bisa libur mendengar rengekan dia," dengan dagunya Vya menunjuk Kinara.

Kening pria itu berkerut bingung, apa maksudnya?

"Maksudnya?"

"Vy!"

"Tiap malem aku harus elusin perutnya kalau tidak begitu dia tidak bisa tidur. Sudah seperti suaminya saja aku, tangan sampai pegel," gerutuan Vya membuat Gara tersenyum.

Wajah istrinya jangan ditanya benar-benar merah seperti buah cherry masak. Bian dan Vya tertawa keras. Puas akhirnya bisa membuat sahabatnya tidak berkutik di dekat Gara.

🍁🍁🍁

Gara menarik tubuh istrinya sampai punggung Kinara menempel ke dada. Lengan ia jadikan bantal untuk Kinara seperti biasanya. Sudah lama dirinya tidur tanpa istrinya dan itu sungguh menyiksa. Ia bisa menghirup kembali aroma shampo dari rambut tebal wanita ini, ia bisa berlama-lama di ceruk leher Kinara dan yang paling dia senangi mengusap-usap perut istrinya juga berbicara dengan anaknya.

Tubuh dalam dekapannya sedikit kaku, mungkin Kinara kikuk harus tidur satu ranjang lagi setelah sekian minggu tidur sendiri. Embusan napas Gara di belakang telinga membuatnya merasakan gelayar aneh sulit ia artikan. Membuat bulu kuduknya meremang dan usapan kasar telapak tangan Gara di kulit perut membuatnya tak dapat mengontrol pikirannya.

"Jadi..."

Kinara tidak berani menoleh ke belakang menatap Gara, ia masih malu karena Vya membongkar rahasianya, "a..apa?"

"Tidak, tidurlah. Aku akan memelukmu."

Usapan telapak tangan Gara di perut Kinara membuat mata perempuan dengan pipi tembam sedikit demi sedikit berat namun ia berusaha menahannya.

"Ga.." panggil dengan suara lirih hampir tidak terdengar.

"Hemm?" jawab Gara dari balik rambut istrinya. Ia menciumi rambut halus Kinara.

Kinara benar-benar tak bisa menahan kantuknya yang menghantamnya, "aku.. mencintaimu.." ucapnya dengan mata terpejam rapat.

Gara sontak menarik wajahnya lalu melongok ke depan melihat muka istrinya. Senyum lebar menghiasi wajah Gara. Tidak peduli istrinya mengucapkan di ujung kantuknya, bagi dirinya itu ungkapan jujur dari Kinara. Ia mengecup lembut bibir perempuan itu lalu menyingkap baju tidur Kinara mencium perut buncit tersebut dengan perasaan bahagia. Akhirnya! Thanks, God! Kalimat ajaib itu terlontar dari bibir istrinya.

Tbc.
Yang mau baca cepat, sudah aku post di Karyakarsa. Link di bio ya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top