29

Aku datang dengan cerita yang klo menurutku sekarang ini agak lebay ya sayyyy 🤣🤣 tpi aing terlalu malas untuk revisi wkwkwk. Eh revisi ding tipis-tipis aja gtu di Karyakarsa.

Dah lah, selamat membaca. Jika anda menghujat, tolong hujat saja dalam hati 🤣🤣 Babayyyy

🍁🍁🍁

Gara menggiring Maxime pelan mendekat ke pinggir lapangan, Sheila wanita cantik bertubuh sintal menggoda menunggunya. Perempuan itu teman Vina waktu mereka pindah ke sini. Rumah Sheila juga tidak jauh dari rumah ini hanya beberapa blok.

"Hai, tumben kemari? Biasanya juga di kantor atau di luar, La," Gara turun dari punggung Maxime menahan tali kekang nya lalu menambatkan di pagar kayu.

"Ada yang ingin aku tanyakan dan tidak mungkin di luar, jadi aku ke sini saja."

Mereka duduk di bangku panjang samping rumah. Mereka sering jalan berdua, menghadiri acara berdua, bagi Gara hubungan mereka tidak lebih dari teman. Bukannya Gara tidak tahu kalau teman adiknya menyukai dirinya, hanya saja perasaannya terhadap istrinya lebih besar meskipun saat itu dia membencinya.

Mereka duduk berdampingan menyaksikan matahari mulai tenggelam, langit biru menjadi jingga keemasan, "apa yang aku dengar itu, benar?" tanyanya dengan menatap wajah Gara dari samping.

Gara memutar wajahnya menatap balik Sheila, "maksudmu?"

"Ada sletingan yang mengatakan kamu menikahi Kinara karena dia hamil. Apa itu benar?" Sheila tidak akan percaya begitu saja dengan sletingan yang beredar sebelum mendengarnya dari bibir laki-laki di sampingnya.

Hah!

"Itu benar, La. Kami menikah karena dia hamil anakku. Aku menginginkan anak itu, aku tidak akan membiarkan dia membawa pergi anakku," Gara memutar wajahnya kembali memandang lurus ke depan. Perasaan membuncah bahagia tengah ia rasakan mengetahui dia akan segera memiliki penerus dari wanita yang ia cintai.

Tanpa mereka sadari Kinara yang berniat keluar menyusul suaminya di lapangan mendengar ucapan Gara. Sakit! Itu yang dia rasakan. Dugaannya benar, Gara terpaksa dan harus bertahan dalam pernikahan yang tidak pria itu inginkan. Kinara pergi dari tempatnya kembali naik ke kamar yang mereka tempati. Ia tidak akan tahan mendengar kelanjutan ucapan Gara.

Ia masuk ke kamar mandi menyalahkan shower untuk meredam tangisnya. Ia pukul-pukul dadanya yang sesak. Bongkahan batu besar seakan menghantamnya dengan keras hingga sakitnya sangat terasa. Mengapa Tuhan harus menghadirkan anak ini di tengah kekacauan? Apa memang sudah takdirnya ia selalu sendiri. Tangisnya semakin pecah. Bodohnya dia masih saja berharap padahal ia tahu jika suaminya tidak akan memandangnya lebih dari wanita yang mengandung anaknya.

Sheila memandang sendu Gara, apakah perasaannya tidak akan terbalas?

"Apa hanya karena anak itu, kamu menikahinya?" pertanyaan Sheila memecah keheningan senja itu.

Gara menolehnya lagi dengan senyum tersungging di bibirnya, "tidak! Anak itu bonusnya dan menggunakannya untuk memaksa dia menikah denganku. Tanpa bayi itupun aku akan tetap menikahinya dengan cara apapun," senyum Gara semakin lebar mengucap syukur kepada Tuhan mengabulkan keinginannya, "aku mencintainya, La. Sangat! Sebelum aku membencinya. Selama ini kita salah membencinya tanpa tahu kebenarannya. Sudah banyak luka yang mereka torehkan di hatinya, La, dan aku ingin menebusnya. Aku ingin membahagiakan dirinya, memberi semua yang Vina rebut darinya. Tidak ada alasan cukup kuat untukku terus membencinya."

Sheila mendengarkan setiap kata Gara dengan seksama. Jelas terlihat raut bahagia di wajah pria itu, tidak ada keterpaksaan. Sheila meringis menahan sakitnya, ia tidak mempunyai celah untuk masuk ke dalam hubungan mereka.

"Kamu tahu, La?" Sheila menggeleng pelan, "aku rasa tahun-tahun sepiku segera berakhir. Aku sudah tidak sabar melihat senyum mereka, tawa mereka orang yang aku cintai."

"Aku ikut bahagia untukmu," ucapnya dengan tersenyum menutupi kesedihannya. Seharusnya ia tahu dan sadar, seperti apapun keadaan Kinara dan Gara mereka akan selalu menyatu, "sudah mulai malam, Ga. Aku pamit dulu. Selamat untuk pernikahan kalian. Emm...Ga boleh aku memelukku sebentar? Paling tidak aku bisa melepaskan cintaku untukmu."

Sheila berdiri begitu pula Gara, laki-laki tersebut merengkuh tubuh Sheila masuk dalam dekapannya. Perempuan itu tidak dapat menahan tangisnya, Gara membiarkan Sheila menangis dalam dekapannya. Setidaknya perempuan ini bisa melupakan cintanya untuk dirinya.

Kinara menutup mulutnya agar tidak semakin terisak. Ia pikir sudah cukup lama menangis dalam kamar mandi, mungkin Sheila sudah pergi. Terlalu lama menangis membuatnya haus dan ingin mengambil minum di dapur. Matanya menangkap sosok dua manusia itu berpelukan, tubuh Sheila bergetar dalam dekapan Gara. Pria itu mengelus punggung wanita tersebut. Sakit dan perasaan bersalah menikamnya, dirinya begitu jahat telah memisahkan dua manusia berbeda jenis yang saling mencintai.

Kinara berbalik mendapati Bik Nah menatapnya lekat. Dia memeluk perempuan itu dengan erat.

"Sabar ya, Non. Ingat Non Kin lagi hamil," bujuknya agar nona ini diam.

Dengan sesenggukan Kinara mengangguk dan mengurai pelukannya, "jangan bilang ke Den Gara ya, Bik. Anggap saja bibik tidak melihat apa-apa."

"Iya," jawab Bik Nah, "Non Kin mau apa tadi? Pasti pengen sesuatu kan makanya ke dapur."

Huh!

"Tidak jadi, Bik, nanti saja."

Kinara naik ke lantai dua bukan ke kamar mereka tapi ke kamarnya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir.

🍁🍁🍁


Sudah beberapa hari ini Kinara seperti menghindari dirinya, di rumah pun ia selalu mencari alasan agar Gara tidak mendekati dirinya. Dia juga tidur terlalu awal, bangun pun selalu pagi. Itu aneh dan tidak biasanya. Begitu juga pagi ini saat istrinya mengutarakan keinginannya untuk menginap di rumah Vya dengan dalih ngidam yang tidak bisa ia tolak.

Setelah penandatanganan kontrak kerja dengan Bian, Gara meminta sahabat dari istrinya itu untuk tinggal di ruang rapat.

"Ada apa?" tanya Bian dingin.

"Aku ingin minta tolong," ucapnya.

Alis Bian naik sebelah, "aku tidak salah dengar? Gara manusia arogan minta tolong? Haha...." Bian menghentikan tawanya wajahnya berubah menjadi serius, "apa kamu sudah menyakiti dirinya dan ingin aku membantumu minta maaf padanya? Jangan harap!"

Gara mengambil napas berat, dia menatap tajam Bian sedetik kemudian tatapan itu melunak," beberapa hari ini dia aneh, seperti menghindariku. Aku tidak tahu apa yang membuatnya begitu, aku tidak bisa mendekatinya di tambah lagi dia minta izin menginap di rumah Vya. Aku tidak mungkin menolaknya, dia bisa sedih dan itu artinya kami akan berjauhan. Aku tidak bisa, Bi."

"Intinya."

"Mungkin Vya bisa mencari tahu kenapa Kinara sebenarnya."

" Apa itu artinya kamu--"

"Ya! Aku mencintainya. Sangat! Dan aku tidak bisa kalau harus jauh darinya. Aku sudah terbiasa dengan dia dalam pelukanku, Bi," mungkin sudah saatnya ia harus jujur dengan perasaannya untuk Kinara kepasa Bian, "aku tahu kamu berpikir jika aku menikahinya karena bayi itu. Perlu kamu tahu tanpa Kinara hamil pun aku akan tetap menikahinya bagaimanapun caranya."

Bian menegakkan duduknya mendengar pengakuan Gara, "apa kamu mengetahuinya?"

"Ya. Aku tahu waktu kecelakaan di gudang. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya. Akan terlihat aneh jika aku tiba-tiba mengatakan cinta kepada Kinara padahal yang ia tahu aku membencinya. Dan, sepertinya Kinara juga tidak berniat menceritakan semua perlakuan Vina dan Mama. Aku ingin minta maaf kepadanya tapi aku terlalu pengecut untuk mengucapkannya."

Bian dapat melihat ketulusan dan kejujuran juga cinta di mata pria itu. Sejak Kinara bercerita perilaku Gara yang berubah menjadi lebih baik kepadanya, Bian curiga Gara mengetahui sesuatu dan ternyata tebakannya benar. Dua orang dengan pemikiran masing-masing tidak akan menemukan kebenaran jika mereka tidak saling mengutarakan perasaannya.

"Baiklah! Aku akan membantumu," Bian berdiri dari duduknya begitu juga Gara.

Senyum kecil terukir di sudut-sudut bibir Gara, satu lagi bebannya terangkat. Gara mengulurkan tangannya ingin menjabat tangan Bian, "terimakasih, Bi. Aku berutang padamu."

Bian tidak menyambut uluran tangan Gara dan menatapnya dengan pandangan meremehkan, "bukan untukmu tapi demi keponakanku juga Kinara. Tidak perlu berterimakasih."

Bian meninggalkan ruang rapat tanpa pamit. Gara menarik tangannya yang terulur. Ia tidak mengambil hati tindakan Bian, ia tahu mungkin pria itu masih belum bisa menerimanya. Setidaknya Bian mau membantunya.

🍁🍁🍁

Tbc.

Boleh lho kalo mau buka koin di Karyakarsa hehehe. Link di bio ya. Mamarika 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top