25
Diingetin lagi ya kalo cerita ini cerita lawas, belum diedit atau lainnya. Makasih
🍁🍁🍁
"Aku akan menikahimu!"
Dengan tertatih-tatih dan memegangi perutnya, Gara masuk kemudian duduk di sofa single sebelahnya. Kinara menatap laki-laki itu, wajahnya lebam hampir di seluruhnya. Sudut bibir Gara jelas terlihat sobek, apa yang terjadi dengan pria ini? Siapa yang membuatnya babak belur seperti itu?
Gara menatap balik Kinara, ada kerinduan yang ia tangkap dalam tatapan perempuan itu. Begitu juga dirinya. Sejak Kinara keluar dari rumah, hidupnya kembali sepi, apalagi setelah mereka menghabiskan malam bersama. Masih jelas dalam ingatannya kulit halus lembut Kinara, aroma tubuhnya dalam dekapannya. Suara manja saat ia mencapai puncak kenikmatan. Hah! Gara menginginkannya kembali. Mendekapnya, menciumnya, dan membelai kulit halusnya.
"Ehem...Bi, ayo antar aku ke minimarket depan," pinta Vya. Ia tahu dua orang berbeda jenis itu membutuhkan waktu berdua.
"Ayo!"
Vya dan Bian pergi meninggalkan mereka meski dalam hati Bian tidak suka, namun bagaimanapun mereka harus menyelesaikan masalah mereka.
"Kenapa tidak memberitahuku kalau kamu hamil?"
Kinara jengah dipandangi dengan lekat, ia mengalihkan pandangannya melihat jalinan jari-jarinya, "aku baru tahu."
"Setelah tahu, apa kamu berniat memberitahuku atau kamu ingin menyembunyikan dia?" ucap Gara dagunya menunjuk perut Kinara.
Perempuan itu diam, apa yang dikatakan Gara benar. Ia tidak berniat memberitahu pria di depannya akan kehadiran anak dalam perutnya. Ia tidak ingin memaksa pria itu menikahi dirinya. Kinara tidak ingin kelak anaknya mengalami nasib serupa dengannya.
"Eemm... aku...aku..." Kinara tergagap menjawab pertanyaan Gara.
"Aku mendengarnya. Semuanya! Jangan harap kamu bisa menyembunyikan anakku."
Gara mengucapkannya dengan penuh tekanan. Ia sengaja mengintimidasi Kinara agar perempuan itu setuju menikah dengannya. Ia tidak bisa menunjukkan kegembiraannya di depan Kinara.
Kinara mendongak melihat pria itu dengan raut wajah sendu. Akhirnya apa yang ia takutkan terjadi, Gara menikahinya karena terpaksa, "tapi ak--"
"Kita akan segera menikah."
Gara tidak ingin dibantah, ia tidak ingin rencananya gagal.
"Aku tidak mau memaksamu, kamu tidak perlu--"
Tatapan tajam yang Gara layangkan membungkam mulutnya. Ia tidak siap berdebat dengan laki-laki itu, tidak dengan kondisinya yang masih lemah.
"Aku akan segera mengurus surat-suratnya. Kita bisa menikah di sini atau di rumah!"
"Ga, jangan seperti ini. Kita saling membenci, ini tidak akan berhasil," ujarnya pelan, Kinara berusaha membujuknya agar pernikahan ini tidak terjadi.
"Apapun alasanmu tidak akan mengubah keputusanku, jadi bersiaplah."
"Please, Ga. Kamu tidak perlu seperti ini."
"Dengar, Ra. Apapun yang kamu katakan pernikahan ini tetap akan terjadi. Dan, satu hal yang perlu kamu ketahui. Jangan pernah berpikir pergi dariku, kalau sampai itu terjadi aku tidak segan-segan akan mematahkan kakimu."
Ia dengan susah payah menelan ludahnya mendengar ancaman yang Gara lontarkan. Laki-laki itu beranjak dari sofa kemudian pergi meninggalkan dirinya. Kenapa jadi semakin rumit hidupnya.
🍁🍁🍁
Acara ijab qobul yang di selenggarakan di rumah Vya telah usai dengan Bian sebagai wali dari Kinara. Upacara yang hanya dihadiri sahabat terdekat itu berlangsung hikmat. Terlihat Eru beserta anak istrinya, Arlan juga istrinya yang tengah hamil besar, tidak lupa Lady dengan seseorang yang Gara belum kenal. Dan beberapa undangan yang Gara anggap orang penting.
Selama acara berlangsung tangan Gara tidak lepas dari pinggangnya, senyum juga terus tersungging dari bibirnya. Entah itu senyum tulus atau hanya untuk kamuflase saja. Dengan balutan kebaya berwarna biru tosca membuat Kinara tampak semakin cantik. Gara menghampiri Eru dan istrinya di meja sebelah yang terletak di dekat kolam ikan.
Eru menyuapi Rey dengan sabar, Gara tidak menyangka sahabatnya itu berubah seperti itu. Ini benar-benar suatu mukjizat mengingat bagaimana Eru dulu.
"Hei.. bagaimana akhirnya kamu bisa membuatnya setuju menikah denganmu?"
Gara meninju lengan Eru sedikit keras, "sialan! Ini semua karena saran gilamu."
Hahaha
Pria di depannya itu tertawa keras, "jadi akhirnya kamu mengikuti anjuran ku? Sudah berapa bulan?" kedua alis Eru naik turun ekspresi menggoda sudah terlihat di wajah sahabatnya.
"15 minggu."
"Wah, kenapa nikahnya baru sekarang?" sahut Arumi yang baru kembali dari mengambil minum untuk mereka.
Hah!
"Baru ketahuan, Rum. Itupun karena dia pingsan, dia tidak tahu sebab dia tidak mengalami gejala orang hamil pada umumnya," jawab Gara lalu menyesap minuman yang sedari tadi dipegangnya.
"Mual? Muntah? Tidak?" Gara menggeleng, "wah bagus itu. Jadi ingat waktu Bunda hamil, Ayah. Kamu muntah-muntah tiap pagi. Baru reda kalau sudah minum teh buatan Bunda. Ingat tidak, Ayah?"
Eru mengangguk pelan, teringat saat menyiksa baginya. Beruntung hanya selama satu bulan setelah itu hilang, "ingat dong, Bun."
Ekor mata Gara menangkap pergerakan Kinara yang berniat mengangkat kotak kayu berukuran sedang. Dia langsung bangkit tanpa pamit kepada Eru pergi menghampiri Kinara dengan setengah berlari. Tangannya mencekal pergelangan tangan Kinara, "mau apa?"
Sedikit terjengkit Kinara menarik tangannya, "Eh itu.....kotaknya menghalangi jalan, aku mau pindahkan."
Pandangan Gara membuatnya mengkerut takut. Entah kenapa dia jadi bukan seperti dirinya, dia akan membantah semua omongan Gara, tapi sekarang hanya dipandangi dengan tajam dia menjadi takut.
Hah! Gara menghela nafas berat, ia tahu Kinara takut kepadanya dan itu bukan yang dia mau, "kenapa tidak minta tolong? Apa kamu tidak ingat apa yang dikatakan dokter Imel?"
Kinara mundur tiga langkah memperlebar jarak mereka, ia gugup bagaimana jika Gara memarahinya, "itu....tadi kamu sedang bicara dengan tamu mu."
"Itu bukan hal penting, harusnya kamu memanggilku. Tolonglah jangan bertindak ceroboh yang bisa membahayakan anakku."
"Maaf," cicitnya lirih kepalanya menunduk.
Pria itu memasukkan take dalam saku celananya untuk menahan agar tidak menarik istrinya dalam dekapannya dan memberitahu bahwa ia tidak marah.
"Sekarang masuklah, ganti bajumu dan bersiap-siaplah untuk pulang ke rumah." Gara berbalik menuju meja di mana teman-temannya berkumpul.
Hati Kinara terasa sakit layaknya di cubit dengan keras, perhatian Gara selama satu minggu ini hanya karena anak dalam kandungannya bukan karena dirinya. Sungguh bodoh ia berharap Gara berubah karena dirinya. Dengan langkah gontai juga senyum yang ia paksakan, Kinara masuk ke kamar tamu Vya yang sudah ia tempati selama beberapa minggu.
Dia mengganti kebaya dengan gaun sederhana namun tetap terlihat elegan. Memasukkan sedikit baju-baju yang masih muat ia kenakan. Rambutnya sudah ia urai dari bentuknya dan mengikatnya. Beruntung perias yang ia sewa menuruti keinginannya agar membentuk rambutnya dengan sanggul modern yang terbuat dari rambutnya sendiri, sehingga ia tidak perlu khawatir dan repot menyisirnya.
Matanya menerawang jauh, tatapannya kosong. Ya Tuhan! Sanggupkah ia menjalani pernikahan ini? Ia tidak tahu bagaimana perjalanan mereka nantinya. Pernikahan yang terjadi karena keterpaksaan dan mungkin akan menyakiti laki-laki itu. Sekarang apa yang harus ia lakukan untuk membebaskan Gara dari tanggung jawabnya. Sepertinya mereka perlu duduk bersama membicarakan semua ini.
🍁🍁🍁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top