24
🍁🍁🍁
Bian memasuki lobi kantor milik Gara dengan amarah bergemuruh di dadanya. Laki-laki berengsek itu perlu mendapat pelajar agar tidak semaunya. Masih terlihat beberapa karyawan bekerja padahal jam pulang sudah lewat. Bian menghampiri Ob yang membersihkan pajangan kantor.
"Permisi, apa Pak Gara ada di ruangannya?" tanya Bian.
OB tersebut menolehnya. "Ada. Kebetulan baru saja datang."
"Terima kasih," ujarnya yang diangguki OB itu.
Bian masuk ke lift dan membawanya naik ke lantai 8. Bian tidak perlu bertanya karena pernah ke ruangan itu untuk membicarakan kontra kerjasama mereka. Meskipun secara personal Bian tidak suka dengannya tapi untuk urusan pekerjaan ia harus bersikap profesional.
Kemarahan menguasai dirinya hingga melupakan sopan santun. Tanpa perlu repot-repot mengetuk pintu, Bian membuka pintu ruangan Gara. Pria itu berdiri dari duduknya lalu menghampiri Bian dengan wajah heran. Mungkin Gara bertanya-tanya kenapa dirinya datang di luar jam kantor.
"Ada a ...."
Hantaman keras dari kepalan tangan Bian mengenai rahang Gara membuatnya limbung ke belakang. Ia tidak siap menerima pukulan tiba-tiba dari Bian. Laki-laki itu kembali melayangkan bogem mentah ke wajah Gara beberapa kali.
"Kena ...."
Gara kembali menerima pukulan di perutnya bertubi-tubi sampai ia tidak bisa bangkit saat pukulan Bian bersarang di perutnya untuk yang terakhir kali. Wajahnya pasti tidak berbentuk, perut sakit, kalau saja ia dalam posisi siaga pasti laki-laki di depannya ini yang menerima bogem mentahnya.
Bian seakan belum puas menumpahkan semua amarahnya, manarik krah kemeja Gara hingga dia berdiri kemudian melayangkan tinjunya ke perut Gara. Tak lama Bian melepaskan Gara, dirinya sudah kehabisan tenaga menghajar Gara, dia berusaha mengatur napasnya.
"Brengsek! Kenapa kamu lakukan itu padanya? Kenapa kamu hancurkan hidupnya?" sentak Bian marah. Darahnya sudah sangat mendidih dan siap untuk menghancurkan Gara.
Tendangan Bian mengenai tubuh bagian kanan Gara yang tergeletak di lantai. Gara meringis menerima tendangan itu, ia tidak melawan. Ini pasti berhubungan dengan Kinara, karena ia tahu siapa Bian.
"Bangun!"
Gara berusaha berdiri meski badannya sakit semua.
"Katakan apa maksudmu?" ujar Gara meringis menahan sakit dan memegangi perutnya.
Bugh
"Bangun bajingan!!"
Laki-laki itu bangkit dengan susah payah.
Bugh bugh bugh
Kembali Gara terbungkuk lalu bersujud akibat pukulan Bian di perutnya, rasa asin pun kembali dia rasakan. Sudut bibirnya pasti sobek, wajahnya pasti juga lebam.
"Katakan maksudmu. Aku menghancurkan hidup siapa?" ucap Gara pelan bangun dari sujud nya, ia membersihkan sudut bibir dari darah dengan punggung tangannya.
Bian melangkah maju mencengkram kuat krah kemeja Gara. "Kamu tahu siapa yang aku maksud. Katakan kenapa kau memperdaya dia? Apa kamu tahu sekarang dia hamil. Kamu laki-laki bajingan, brengsek, pengecut. Hanya demi balas dendam kamu menyakiti dirinya. Belum cukup kah semua perlakuan mamamu, Vina, dan papanya? Belum cukup kah separuh hak miliknya kamu kuasai? Sekarang kamu membuatnya menanggung malu. Brengsek!" ucap Bian geram penuh amarah sampai giginya bergemeletuk.
"Kamu yakin Kinara hamil?" tanya Gara disertai ringisan. Ya Tuhan, badannya seperti ayam yang dipresto, tinggal senggol sedikit sudah hancur.
"Kamu pikir Kinara perempuan seperti apa? Dia perempuan baik-baik!" teriak Bian yang tiba-tiba melepaskan cengkeraman tangannya membuat Gara terhuyung ke belakang hingga membentur meja.
Bukan senang hati Gara mendengar kabar baik ini meski dengan bayaran badannya babak belur. Bian masih menatapnya dengan tajam, kemarahan jelas terlihat di wajahnya. Kentara sekali dari embusan napasnya yang memburu, mata Bian memerah dan gemeletuk giginya.
"Aku akan menikahinya."
Seringai merendahkan lolos dari bibir Bian. "Wow! Kukira kamu sama saja dengan keluargamu yang lain, menyalahkan Kinara atau bahkan lari dari tanggung jawab. Yah cukup jantan, meski aku tidak suka denganmu tapi keponakanku butuh papanya. Kalau tidak mengingat anak dalam kandungan Kinara, aku tidak sudi menemuimu. Kamu boleh menikahinya tapi ingat sampai membuatnya menangis, aku tidak segan-segan membunuhmu," ucap Bian dengan jari telunjuk persis di depan wajah Gara.
Keponakan? Itu artinya Bian dan Kinara tidak ada hubungan apa-apa. Oh God! Ini hadiah terindah untuknya, mengetahui dua kenyataan yang menjadi beban pikirannya.
Bian berbalik pergi tapi ditahan Gara, "Di mana dia?"
"Di rumahku," jawab Bian tanpa menoleh.
"Aku ikut!"
Tanpa mengatakan apa-apa Bian terus berjalan ke arah lift, Gara mengikutinya bahkan dalam lift mereka tidak saling bicara. Saat di parkiran mereka masuk ke mobil masing-masing. Gara mengekori mobil Bian menuju rumah Vya.
🍁🍁🍁
"Vy," panggil Kinara.
Vya mendengar panggilan Kinara tergopoh-gopoh ke depan. Vya mendapati Kinara duduk di sofa depan televisi.
"Kamu sudah baikan?" Via tampak khawatir. Wanita itu lalu duduk di samping Kinara.
"Sudah. Maaf aku pasti merepotkan kalian. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba pingsan."
Vya tersenyum manis. "Tidak! Kamu tidak merepotkan kami. Eumm ... Kin, boleh aku bertanya?"
Kinara mengangguk.
"Apa kamu pernah berhubungan dengan seseorang?" tanya Vya berhati-hati, ia tidak ingin membuat Kinara salah paham dengan maksudnya.
Dahinya berkerut bingung dengan pertanyaan Vya. Berhubungan? Berhubungan bagaimana yang Vya maksud?
"Aku tidak mengerti maksudmu, berhubungan yang bagaimana yang kamu maksud?"
"Maaf kalau aku bertanya. Apa kamu pernah berhubungan intim dengan seseorang? Pria maksudku."
Kinara diam berpikir, dia hanya berhubungan dengan Gara. Lalu ia mengangguk, "Kenapa?" tanyanya takut-takut. Sekelebat pikiran itu datang, bagaimana kalau benar terjadi. Ya Tuhan! Apa yang harus ia lakukan.
Vya menghela napas berat, "kalian tidak menggunakan pengaman?" Kinara menggeleng. "Dugaan dari temen Bian kamu tapi kami belum tau pastinya berapa usia kandunganmu."
Wajah Kinara berubah pucat mendengar kata-kata Vya. Hamil? Ya Tuhan. Bagaimana bisa ia melupakan kemungkinan itu saat dia menyerah dalam gairah yang Gara ciptakan untuk mereka. Astaga cobaan apalagi ini? Mengapa dia hadir saat dirinya tidak siap? Sekarang apa yang harus ia lakukan? Memberitahu pria tersebut? Itu tidak mungkin, pasti dia tidak akan percaya. Lalu apa mesti ia gugurkan anak ini? Tidak. Tidak! Dirinya tidak akan tega apalagi ini darah dagingnya. Mamanya di surga pasti akan marah padanya bila dia melakukan itu.
"Kin ... hei Kin."
Kinara gelagapan. "Ya?"
"Aku tanya siapa laki-laki itu? Dia harus tahu dan bertanggung jawab dengan kehamilanmu."
Kinara menggeleng pelan. "Itu tidak mungkin, Vy. Aku tidak bisa memberitahunya. Kalaupun dia tahu pasti dia tidak percaya. Dia membenciku."
Wajah Kinara menjadi sayu. Kalau sudah begini ia bisa berbuat apa? Siap tidak siap ia harus siap. Bagaimanapun ini semua sudah terjadi, menyesal juga tidak ada gunanya. Yang perlu ia lakukan menerima kehadiran anak ini.
Secara refleks Kinara mengusap lembut perutnya, perasaannya menghangat. Paling tidak dirinya tidak sendirian, anaknya akan menemani dia. Ia tidak pernah bermimpi bersatu dengan Gara dengan perbedaan yang begitu besar dan nyata. Namun Tuhan rasanya berbaik hati padanya mengirimkan anak dalam rahimnya untuk ia miliki.
Bulir bening menetes haru, ia sudah membayangkan mulut mungil memanggilnya Mama. Tangan-tangan kecil merabai wajahnya, warna mata yang sama dengan Gara. Ah, rasanya ia sudah tidak sabar melihat bayinya kelak.
Terima kasih Tuhan engkau kirimkan dia untukku
Vya memeluk Kinara, memberi kekuatan untuk dirinya. Meyakinkan Kinara bahwa dirinya akan selalu mendukung semua keputusannya.
"Vy... Vya..."
Vya melepaskan pelukannya dari tubuh Kinara. "Di tengah, Bi." jawabnya. Vya berdecak kesal, laki-laki itu apa tidak bisa mendatanginya tanpa berteriak.
Bian menghampiri mereka mencium pipi kanan kiri Vya, mengacak rambut Kinara lalu duduk di sofa single sebelah Vya. "Bagaimana? Sudah baikan?"
Kinara mengangguk. "Iya, aku sudah tidak apa-apa."
"Emm ... Kin, Vya sudah memberitahumu?" Kinara mengangguk pelan. "Kurasa dia membutuhkan ayahnya," ucap Bian.
"Tidak perlu, Bi. Aku bisa mengurusnya."
"Kamu jangan egois, Kin. Mungkin kamu bisa hidup tanpa laki-laki itu, tapi pikirkan juga anakmu, bagaimana nanti saat dia bertanya kenapa dia tidak mempunyai ayah? Sedangkan ayahnya masih hidup."
"Tapi, Bi. Dia pasti tidak akan percaya dengan ucapanku."
"Memangnya siapa laki-laki itu?" tanya Bian. Dia ingin mengetahui apakah Kinara akan berkata jujur padanya.
Perempuan itu menunduk, menjalin jari-jarinya menjadi satu. "Gara," ucapnya pelan.
"Siapa, Kin?" Bian mengulangi pertanyaannya.
"Gara."
Vya hanya mendengarkan percakapan dua orang sahabat yang sudah seperti saudara.
"Kamu harus memberitahunya," saran Bian.
"Tidak, Bi, dia pasti tidak percaya. Lagipula dia membenciku, apa kamu lupa?"
"Tapi anakmu membutuhkan dia, Kin."
"Tidak, Bi, aku ti ...."
"Aku akan menikahimu!"
Suara serak dan berat itu memotong ucapan Kinara, mengusik gendang telinganya. Secara perlahan dia menoleh ke belakang memastikan kupingnya tidak salah mendengar.
Gara!
🍁🍁🍁
Baca cepat di Karyakarsa. Link ada di bio ku ya. Makasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top