16


Temen di hari santai😁. Sudah tamat di Karyakarsa.

####

Setelah insiden di kamar Gara, Kinara mencoba menghindari pria itu. Dia meminimalisir pertemuan dengannya. Kinara juga membatasi interaksi mereka, sebisa mungkin tidak muncul di hadapannya meskipun ia tahu itu mustahil. Kinara tidak ingin rasa cintanya tumbuh dengan subur layaknya jamur yang menempel di batang pohon.

Sama seperti saat ini Kinara berusaha menghindar dengan tidak turun saat makan malam. Ia pikir Gara tidak akan mencarinya namun ia salah, pria itu membawakan nampan berisi makanan untuk dirinya ke kamar. Kalau sudah begini Kinara bisa apa? Mau mencari alasan apa lagi? Mungkin secepatnya ia harus keluar dari rumah ini jika ingin selamat dari pesona Gara.  

Pria itu mendekatinya, Kinara tanpa sadar menahan napasnya. Kenapa dia terlihat mempesona? Tidak ada satu pun yang bisa mengurangi paras rupawan itu. Rambut Gara sedikit panjang membuatnya terlihat menggoda, mata tajam yang mampu membekukan siapa saja. Serta hidung dan bibir menawan membingkai paras tampan itu. 

"Hai," sapa Gara. Laki-laki itu meletakkan nampan di atas kaki Kinara yang terjulur. Gara lalu duduk di samping kaki Kinara.

"H … hai." Ia menunduk tak berani menatap. Degup jantungnya pun berirama tak keruan. 

"Kata Bik Nah kepalamu pusing?" Gara memandang sendu ke arah Kinara. Wanita itu mengangguk. "Besok aku antar kamu kontrol dan lepas jahitan." 

Kinara mendongak. Ia bingung dengan perubahan sikap Gara selama beberapa minggu ini. "Tidak usah!” tolaknya. Ia tidak ingin lebih dekat lagi dengan pria ini. Dia harus pergi sejauh mungkin. “Aku sudah minta Bian mengantarku."  

"Baiklah." Gara mengalah untuk kali ini. Ia tidak akan memulai pertengkaran di masa pemulihan Kinara. "Apa kamu masih belum ingin bertemu dengan mereka? Mereka hanya ingin berterima kasih dan minta maaf karena sudah salah paham padamu." 

Sendok berisi makanan terhenti di ujung mulut Kinara. Ia melihat Gara tanpa ekspresi. “Mereka? Siapa?" Ia kembali memakan makanannya. 

Helaan napas panjang terlontar dari Gara. Kinara benar-benar keras kepala. "Pak Edi dan keluarganya. Juga orang tua dua bocah lainya,” terang Gara. “Ayolah, Ra. Beri mereka kesempatan, mereka hanya ingin berterima kasih." 

Kinara diam. Ia memilih meneruskan makannya tanpa menghiraukan Gara yang mungkin saja kesal padanya. "Kenapa mereka harus bilang terima kasih padaku? Mengapa mereka sekarang jadi baik? Apa karena aku tidak sengaja menyelamatkan anak-anak itu? Kamu bisa bilang sama mereka bahwa itu hanya kebetulan saja. Jadi mereka tidak perlu bilang terima kasih atau mengirimkan buah tangan untukku.”

Kinara tidak akan lupa begitu saja dengan sikap permusuhan mereka padanya. Sesungguhnya ia bukanlah orang pendendam hanya saja perlakuan mereka membuatnya berubah. “Kamu juga … apa yang membuatmu begini? Kenapa tiba-tiba baik padaku padahal selama ini kamu membenciku, bahkan kamu ingin aku pergi sejauh mungkinkan? Lalu kenapa tidak kamu biarkan saja aku mati kemarin? Dengan begitu keinginanmu terkabul tanpa susah payah,” ucapnya terus terang.  

Gara diam. Ia memandang lekat paras Kinara yang merah padam karena marah. Kelebat pembicaraan dirinya dengan Paman Tomo beberapa waktu lalu membuatnya merasa bersalah. Apalagi mengetahui perbuatan Mama juga Vina. Awalnya Paman Amir menemuinya untuk bertanya keadaan Kinara, setelah beliau pergi, Paman Tomo menemuinya di ruang kerja sesuai permintaannya. Tidak lama saat mereka berbicara, Bik Nah datang mengantar kopi yang ia minta.

"Bagaimana keadaan Kinara, Ga?" tanya Paman Tomo.

Gara menuang kopi untuknya dan Paman Tomo sebelum menjawab pertanyaan Paman Tomo. "Mulai membaik, Paman. Mungkin satu atau dua hari lagi sudah boleh pulang." 

"Apa kalian belum berdamai? Apa kamu masih membencinya?" cerca Paman Tomo. “Ya Tuhan.”

Pria 32 tahun didera rasa bersalah dan semakin yakin bahwa dirinya benar-benar berbuat tidak adil pada Kinara. “Paman, tolong ceritakan semuanya, jangan ada yang terlewatkan,” pintanya. Ia harus tahu sekarang juga agar semuanya jelas.

"Kebencianmu salah sasaran. Bukan dia yang harus kamu salahkan, tapi adikmu. Vina selalu menyakitinya, entah apa yang membuat Vina begitu tidak suka dengan Kinara. Setiap hari ada saja yang diperbuat Vina membuat Kinara selalu menerima kemarahan dari Aries. Mamamu juga tidak bertindak selayaknya Ibu yang mendamaikan kedua putrinya malah menjadi pemantik kemarahan Aries. Kinara pasrah menerima semuanya, terkadang Aries juga memukulnya. Dia tidak pernah bercerita pada siapa pun termasuk kami.

Saat itu tidak sengaja kami lewat, ketika Vina mengatakan dirinya melihat Kinara berciuman di pinggir jalan dengan laki-laki tidak jelas. Mengatakan Kinara sering dijemput pria yang berbeda-beda. Papamu marah dan menamparnya." Paman Tomo menjeda. Ia menghela napas sebelum melanjutkan. Ia begitu marah tapi tak bisa berbuat apa-apa.

"Jangankan dijemput pria, keluar rumah saja Kinara tidak pernah kecuali ada perlunya dan itu pun tidak sendiri. Terkadang aku, Amir, atau Bu Mo yang mengantarkan itu pun tidak lama.

Sampai puncaknya hari itu, saat Aries dan mamamu pergi keluar kota selama dua hari Vina mengadakan pesta mengundang teman-temannya. Mereka minum-minum, alkohol dan rokok, musik di setel dengan kencang memekakkan telinga. Kinara menegur Vina agar mengecilkan volume suara musik karena sudah tengah malam, Vina bukannya mengecilkan malah menyuruh teman laki-lakinya mengerjai Kinara.

Kau pasti bertanya kenapa aku tahu? Karena aku yang menyelamatkan dirinya meski aku terpaksa melihat tubuhnya. Kinara sudah seperti anakku dan hal itu membuatku sedih.

Saat itu perasaanku tidak enak melihat rumah ini. Lampu masih terang dan musik masih terdengar karena itu aku bermaksud menegur Vina tapi apa yang aku lihat sungguh mengerikan. Kamu pun jika di posisiku pasti akan marah.

Gadis itu ketakutan di tengah-tengah tawa mereka. Kinara meringkuk memeluk tubuhnya berusaha menutupi badannya yang hanya mengenakan bra dan rok. Ia hanya menangis, Kinara bukan wanita kuat seperti adikmu.

Aku kira kejadian itu berakhir ternyata Vina menunjukkan rekaman video itu pada Aries. Papanya murka dan menamparnya di depan aku juga Amir. Ingin rasanya aku menghajar Aries kalau tidak ingat aku masih memerlukan pekerjaan ini. Paginya aku melihat mereka bertengkar di pinggir jalan, aku mendekat hendak melerai. Aku mendengar teriakan Vina yang mengatakan akan menyebarkan video tersebut, Kinara berusaha merebut handphone Vina.

Terjadi tarik menarik yang dimenangkan Vina tapi naas saat benda itu lepas dari tangan Kinara, Vina tidak bisa menjaga keseimbangan. Vina terhuyung ke belakangan dan tertabrak mobil yang melaju dengan kencang." Paman Tomo mengakhiri ceritanya dengan helaan napas panjang.

Gara terpaku dengan cerita Paman Tomo bahkan saat beliau pamit, ia tidak menyahut. Ia tidak percaya adiknya bisa berlaku seperti itu dan mamanya … ya Tuhan! Gara mengusap wajahnya dengan kasar. Kelakuan mereka membuatnya malu dan juga marah. Apa yang mereka inginkan sampai berbuat keji begitu?

"Apa kamu mendengar ku?" Kinara mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. “Ga! Apa kamu mendengar ku?” serunya dan cukup berhasil. Laki-laki itu menatapnya.

Pria itu kaget. Suara Kinara menariknya kembali dari lamunannya. "Apa?" 

"Setelah aku pulih benar, aku pindah ke kontrakan. Dengan begitu kamu tidak perlu terus menerus melihatku."

Rasa tak suka menghinggapi Gara. Ia tak suka membayangkan Kinara pergi dari sini. "Kenapa harus pindah? Ini rumahmu." 

Perempuan itu memandang dengan sinis. "Rumah? Apa kamu lupa kalau ini rumahmu? Aku tidak mau tinggal di tempat di mana orang-orangnya membenciku." 

"Ra, ka …." 

"Keluarlah! Aku ingin istirahat," usirnya. "Katakan juga pada pekerjamu, mereka tidak perlu berterima kasih padaku." 

Kinara menyerahkan nampan ke tangan Gara, laki-laki itu menghela napas berat. Keras kepala! Wanita ini benar-benar keras kepala. Gara keluar membawa nampan tersebut, meletakkannya di dapur. Ia kemudian ke ruang tamu menemui Edi dan istrinya, menyampaikan pesan Kinara.

Melihat mereka pulang dengan langkah gontai Gara merasa kasihan tapi bagaimana lagi, Kinara enggan menemui mereka. Ia tidak ingin memaksa Kinara. Dia tak mau hubungan yang sedikit terjalin harus renggang lagi. Gara masuk ke kamar Kinara, dilihatnya wanita itu sudah tidur. Ia mendekat menghidupkan lampu tidur, mengecup sebentar kening Kinara takut membuat perempuan tersebut terbangun.

"Maaf,” gumamnya. “Maafkan aku. Maafkan Mama juga Vina," bisiknya lirih 

Gara mematikan lampu utama kemudian menutup pintu kamar Kinara. Ia berjalan ke kamarnya, merebahkan tubuh lelahnya ke ranjang empuk miliknya.

Tbc.

Hmmm …

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top