10
Masih tersedia di Karyakarsa saja dengan judul yang sama. Lope-lope dah.
###
Gara memperhatikan Kinara yang terus memaksanya agar secepatnya mengurus surat pengalihan dengan Pak Johan. Kinara sepertinya benar-benar ingin segera lepas dari hal yang bersangkutan dengan Aries. Apalagi kemarin malam ia menuduhnya membuat ulah, keinginan perempuan itu semakin kuat. Sebenarnya bisa saja Gara membeli bagian milik Kinara tapi bukan itu yang dia mau.
Gara ingin mengembalikan semua yang diwariskan padanya untuk Kinara, karenanya ia masih mencari cara untuk memberikan pada gadis tersebut. Hati nuraninya menolak menerima. Ia tidak pantas sama sekali, selain itu Gara tidak mau melihat Kinara bekerja sebagai tenaga bersih-bersih lagi. Sebenci apa pun dia, Kinara berhak mendapatkan yang semestinya.
"Apa kamu mendengarku!" Kinara membentaknya. Sungguh andai membunuh tidak berdosa dan mendapat hukuman, sudah dari kemarin Gara ia bunuh, dengan begitu ia akan lepas dari semua ini.
"Dengar ... aku akan mengurusnya setelah nilai saham juga perusahaan Papa stabil," balasnya dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Jadi sebelum perusahaan stabil kamu tidak bisa ke mana-mana."
Kening Kinara berkerut. "Apa maksudmu?”
“Apa telingamu tuli?” balas Gara dari kursinya.
Saat ini mereka berada diruang kerja Gara. Pria itu duduk di balik meja, sedangkan Kinara berdiri di depan meja. Tangannya terbuka dan bertumpu di meja kayu berlapis kaca tersebut. Terlihat sekali binar kemarahan di mata sayu itu.
Kinara menantang. Ia memaku pandangan tajam ke arah Gara. “Itu bukan urusanku,” ujarnya penuh penekanan. Riak wajahnya dingin seolah apa pun yang terjadi tak akan menghalangi rencananya. “Besok aku akan kembali ke Aussie. Terserah kamu setuju atau tidak aku tetap pergi." Kali ini Kinara tidak mau dibantah karena tekadnya sudah bulat.
Pria itu menyeringai lebar. "Oh ya? Apa kamu lupa semua identitasmu tidak ada? Apa kamu mau berurusan dengan hukum? Lagi pula kunci flatmu ada padaku," sahutnya dengan senyum licik.
Wajah Kinara kini merah. Emosinya telah merambat cepat ke ubun-ubun. "Kalau begitu berikan semua dokumenku dan kunci itu!"
Apa dia kira akan semudah itu? Sungguh bodoh Kinara ini. Gara berdiri. Menekan tangannya di meja lalu mencondongkan tubuh ke depan sampai membuat tubuh Kinara menekuk ke belakang. "Tidak sebelum semuanya beres. Kamu dengar itu?" Namun, ucapan itu bukanlah sebuah pertanyaan tapi pernyataan atau bisa dikatakan juga perintah yang harus Kinara patuhi.
"Kamu tidak berhak menyita flat itu lagipu ...."
"Cukup, Ra!” hardik Gara. Tangannya terangkat di depan Kinara. “Aku tidak mau dengar alasan apa pun. Keluarlah!"
Kinara sedikit terjengkit. Tidak sekali ini dirinya dibentak laki-laki arogan di depannya. Walaupun kemarahannya belum mereda tapi ia memilih keluar, karena melawan Gara saat ini seperti mencari mati. Laki-laki itu benar-benar menakutkan.
🌰🌰🌰
Kinara menuju teras belakang. Ia duduk di ayunan yang terbuat dari kayu dengan atap membentuk segitiga. Ia menarik napas panjang seraya berpikir, kenapa jadi rumit seperti ini? Mengapa sukar sekali kembali ke kehidupannya sebelum ini seolah ada belenggu tak kasat mata yang merantainya. Lagipula apa yang diinginkan pria itu sebenarnya?
Bukankah dia seharusnya senang karena dirinya tak mempersulit jalan Gara untuk menguasai semua harta Aries, tapi ini ... ah Kinara pusing dibuat bingung oleh Gara. “Ck.” Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk menelepon Bian.
"Bin."
"...."
"Apa di tempatmu ada lowongan pekerjaan?"
"...."
"Bukan itu alasannya. Ia memberi tapi aku ingin bekerja untuk mengisi waktu luangku sampai dia mengembalikan semua barang-barang pentingku. Lagipula aku tidak bisa terus menerus menggunakan uangnya. Aku tidak mau berutang banyak padanya."
"..."
"Baiklah, kabari aku jika ada lowongan. Tolong ya, Bin."
Perempuan itu turun dari ayunan kemudian berjalan ke samping rumah. Di sana ada bangun baru yang mirip dengan rumah, mungkin sebuah gudang pikirnya, sebab saat ia di sini bangunan itu belum ada. Kinara masuk lebih dalam karena penasaran. Benar saja, banyak tumpukan pakan kuda, pupuk tanaman, alat-alat berkebun, pelana, dan masih banyak lainnya.
Matanya terus menyusuri tumpukan-tumpukan tersebut sampai tak sengaja ia menangkap suara anak kecil. Ia terus melangkah mencari sumber suara itu, ternyata di balik lemari kayu ada tiga anak kecil bermain yang Kinara tak tahu permainan apa itu.
"Kalian sedang apa?" Suara Kinara membuat kaget ketiga anak-anak itu. Mereka tidak menjawab dan ketakutan. "Di mana orang tua kalian? Apa kalian tidak takut dicari Ibu kalian?" tanyanya lagi.
Ketiga anak itu menangis ketakutan dan tiba-tiba seorang wanita berusia kurang lebih empat puluh tahun melewatinya lalu memeluk ketiga anak itu. Wanita di depan Kinara itu menatap marah. "Apa yang sudah Anda lakukan?" tanya wanita itu dengan sedikit membentak. Ia tidak terima anak-anaknya ditegur Kinara.
"Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya bertanya dan sebaiknya kamu awasi anak-anakmu," jawab Kinara dingin kemudian keluar lebih dulu meninggalkan gudang.
Bahkan para pekerja pun tidak menyukai dirinya lalu untuk apa ia di sini? Sampai kapan ia bertahan di sini yang penuh dengan orang-orang picik seperti mereka? Oh Tuhan, mengapa Engkau menuliskan takdir yang penuh liku? Dan bolehkah ia berharap agar semuanya cepat berakhir?
Sore itu Kinara duduk di ruang tengah menyaksikan acara pencarian bakat di televisi saat Gara masuk. Memang matanya menatap lurus ke depan tapi sepertinya pikiran wanita itu melayang jauh. Entah apa yang dipikirkannya Gara tidak bisa menerkanya. Ia mengamati dengan saksama, apakah mungkin dengan tubuhnya yang tidak terlalu besar dan tinggi sanggup mencelakai Vina yang memiliki ukuran badan lebih dari Kinara? Rasanya sangat mustahil tapi bukankah penampilan bisa menipu? Bahan seorang pembunuh pun memiliki perangai layaknya malaikat.
"Ra, kenapa kamu melanggar laranganku?" ucap Gara cukup keras dari belakang Kinara.
Kinara terjengkit kaget mendengarnya Gara. Ia berdiri memutar badannya ke belakang. "Kali ini apa yang sudah ku perbuat?"
"Aku memintamu untuk menjauhi pekerja dan keluarganya tapi kamu melanggarnya. Apa kamu tuli tidak hingga tak mendengar peringatanku!"
Awalnya Kinara tak mengerti yang dibicarakan Gara tapi setelah ia berpikir ah rupanya … " Tapi aku tidak melakukan apa-apa!" balasnya dengan teriakan. Sungguh ia lelah jika selalu disudutkan rasanya ia ingin menjauh dari sini.
Gara membenamkan tangannya di saku untuk meredakan emosinya. Ia perlu mengalihkannya agar segera reda. "Tidak melakukan apa-apa katamu? Aku menerima laporan dari salah satu isteri pekerja bahwa kamu memarahi anak mereka."
"Aku tidak memarahi mereka. Aku hanya bertanya. Lagi pula kenapa aku tidak boleh memarahi mereka karena bermain di bawah lemari besar yang terus mereka goyang-goyangkan. Itu bahaya, Ga. Harusnya wanita itu berterima kasih padaku karena aku memergoki anaknya."
"Tapi dia tidak mau kamu memarahi mereka," balas Gara cepat.
"Aku hanya bertanya bukan memarahi mereka! Apa kamu dengar? Ber-ta-nya bukan memarahi mereka. Apa kalian tidak berpikir, lemari itu sudah tua juga berbahaya bagaimana jika roboh menimpa mereka?!" Kinara menatap tajam pada laki-laki itu.
Pria itu mengerang lirih, mengusap wajahnya kasar dengan tangan kanannya. Ia mengembuskan napasnya dengan kasar. Perdebatan ini sepertinya tidak akan menghasilkan apa-apa Gara tahu maksud Kinara baik hanya saja istri pekerja itu tidak menyukainya.
"Menjauhlah, Ra. Aku membutuhkan mereka, aku harap kamu mengerti," ujarnya mengakhiri perdebatan ini dengan lemah. Ia pulang karena ingin istirahat tapi harus mendapati perdebatan alot ini.
Gara naik ke lantai dua menuju kamarnya. Ia butuh mandi lalu istirahat. Mungkin malam ini ia akan menyuruh Bibi membawakan makan malamnya ke kamar. Gara sedang dalam suasana hati kurang baik karena menerima kabar dari orang rumahnya sendiri bahwa ternak mereka mati.
Sedangkan Kinara sendiri mengempaskan badannya kembali ke sofa. Tayangan di depannya sudah tidak menarik minatnya. Mengapa sulit sekali pria itu mempercayainya? Memangnya ia sudah gila sampai harus mencelakai anak kecil. Jika di pikir-pikir, tiga bulan hidup satu atap dengan Gara membuatnya sensitif. Gampang terpancing emosi bahkan suka berteriak-teriak.
Ini sangat bukan dirinya. Sifatnya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Astaga! Kinara tidak tahan dan ingin rasanya ia pergi dari sini. Mungkin ia bisa minta tolong pada Bian untuk menguruskan paspor dan visa yang baru untuk kedua dokumen itu tapi apakah bisa? Sedangkan baru saja ia perbarui. Ya Tuhan! Bisa gila jika dirinya terus-menerus seperti ini. Mungkin ia perlu bicara sekali lagi pada pria itu agar mempercepat proses pengalihan hak waris. Sudah cukup ia menanggung beban jadi dirinya tidak ada niat untuk menambahnya lagi. Ia tidak ingin dihantui arwah Aries karena harta warisan milik papanya itu.
🌰🌰🌰
Kinara mendongak menatap gedung bertingkat di hadapannya. Gedung besar dan tinggi itu memiliki dinding kaca mengkilap menutupi seluruh bangunan. Di bagian paling atas gedung terpampang dengan kokoh nama perusahaan milik keluarganya. Sungguh sukar dipercaya perusahaan besar ini milik keluarganya dan akan dimiliki oleh orang asing, Gara. Ya bagaimanapun baginya pria itu tetap orang asing.
Huft! Semangatnya berkobar. Akhirnya ia bisa bekerja—setelah mendesak, memaksa, mendebat, dan menyetujui persyaratan yang Gara berikan—di bidang yang sudah ia pelajari selama di negeri Kangguru—bekerja dan sekolah. Usai menarik napas dalam-dalam serta mengumpulkan keberanian, Kinara memasuki gedung tersebut. Senyum ramah ia dapatkan dari security di pintu. Di dalam Kinara langsung menghampiri meja resepsionis.
"Selamat pagi. Maaf apa saya bisa bertemu dengan Bapak Tomi bagian personalia?"
Wanita cantik yang mungkin berumur pertengahan dua puluhan itu tersenyum pada Kinara. "Maaf, apa sudah membuat janji?" tanya perempuan di depannya yang bernama Sekar.
"Sudah," jawab Kinara yakin. Jelas saja yakin karena ia sudah menghubungi beliau usai Gara menyetujui keinginannya. Beliau adalah teman dari almarhumah mamanya, jadi sedikit banyak ia mengenalnya.
Resepsionis itu mengangguk kecil. "Baik. Silakan Ibu ke lantai delapan, ruangan Pak Tomi berada di ujung sebelahnya kanan," terang Sekar dengan ramah seraya menangkupkan kedua tangan di dada.
“Terima kasih,” sahut Kinara seraya membungkuk kecil. Ah, rupanya pegawai papanya tidak ada yang mengenali dirinya. Wajar saja sebab Aries melarang keras dirinya datang ke kantor ini. Kinara kemudian masuk lift dan menekan angka delapan. Pintu besi tersebut terbuka, Kinara keluar kemudian mencari ruang kerja milik Pak Tomi. Sekretarisnya mempersilakan dirinya masuk segera setelah menerima instruksi dari Pak Tomi. Pria paruh baya itu menyambutnya dengan senyum semringah. Ia juga memeluk Kinara dengan hangat.
"Bagaimana kabar, Om?" tanya Kinara begitu mendudukkan pantatnya di sofa empuk di sudut ruangan.
Pria itu tersenyum bahagia sambil mendudukkan diri di kursi singel sisi Kinara. "Seperti yang kamu lihat, Om baik. Om senang akhirnya kamu mau pulang dan bekerja di kantor ini. Sudah seharusnya perusahaan ini jatuh ke tanganmu tapi papamu malah memberikannya pada Gara."
Kinara tersenyum kecil yang mengandung kesedihan. "Ini juga terpaksa om. Sebenarnya aku tidak mau pulang kalau bukan karena laki-laki itu membawaku secara paksa. Aku sudah tidak mau berurusan dengan keluarga ini, termasuk soal perusahaan ini, aku tidak butuh. Hidupku cukup tenang di sana lepas dari orang-orang picik yang melihatku terus-menerus sebagai pembunuh," jelas Kinara.
"Bagaimana hubungan kalian sekarang setelah lima tahun tidak bertemu? Apa kamu masih membencinya?" tanya Tomi hati-hati. Ia tidak ingin membuat Kinara mengingat kejadian lima tahun silam.
Wanita ayu tersebut menggeleng kecil. "Sama seperti dulu dan bukan aku yang membencinya tapi dia. Yah aku tidak peduli dengan semua itu. Apa pun alasan dia membenciku, aku tidak mau tahu. Cukup pengadilan memutuskan aku tidak bersalah jadi apa pun kata orang-orang tidak berpengaruh buatku."
Tomi tidak ingin memperpanjang topik yang menyangkut hubungan antara Gara dan Kinara, dia tahu ada tembok penghalang tak kasat mata berdiri dengan kokohnya di antara mereka. “"Sudah lupakan itu semua, yang terpenting sekarang selamat datang dan bergabung di perusahaan ini, semoga kamu betah bekerja di sini."
"Terima kasih, Om. Kapan aku bisa mulai bekerja?"
"Besok. Jangan datang terlambat di hari pertamamu."
"Siap Om!"
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top