Chapter 16

Sepertinya Tuhan belum--atau mungkin tidak membiarkan Arthur mengistirahatkan pikiran ataupun tubuhnya walau sebentar saja.

Buktinya, belum sempat Raja bersurai pirang itu menemukan jawaban atas pertanyaannya soal kesatria-nya kemarin malam, kabar gagal panen di Camelot--atau mungkin Britania--terdengar sampai ke telinganya dan kabar bahwa sekelompok pemberontak sudah mulai menunjukkan batang hidungnya di perbatasan menyambut pagi harinya dengan sangat indah.

"Gagal panen dan para pemberontak. Sepertinya pemerintahanmu di Camelot tidak berjalan terlalu mulus ya? "

Suara si penyihir bunga menyambut Arthur kala sang Raja keluar dari kamarnya.

"Merlin..."

Merlin menyandarkan punggungnya ditembok tepat di sebelah pintu kamar Arthur. Tangannya terlipat didepan dada dengan tongkat yang ia pegang dengan sebelah tangannya dan tak lupa dengan senyuman yang tidak pernah lelah ia tunjukkan pada siapapun.

"Seperti yang dilaporkan Sir Percival, pemberontak sudah mulai menunjukkan diri mereka di perbatasan--"

"--mereka juga mencuri hasil panen dan merusak ladang warga perbatasan." Merlin menjelaskan sembari mengekor Arthur dengan langkah tergesa-gesa menuju lapangan tempat kesatria-nya tengah bersiap.

"Jadi intinya penyebab kedua masalah ini adalah satu hal yang sama?"

"Tepat sekali."

Tidak ada jawaban dari Arthur. Sang Raja perlahan memakai helm yang sedari tadi ia bawa tanpa sedikitpun melirik Merlin. Helm bertanduk itu menunjukkan kilauan keperakan yang sama dengan baju zirahnya kala terkena sinar matahari pagi.

"Apakah engkau yakin akan menang? Raja Arthur?" tanya Merlin.

Langkah Arthur terhenti. Dari celah helmnya, ia menatap Merlin dengan sorot mata seolah tak percaya.

Seharusnya masing-masing dari mereka tahu bahwa pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang bodoh bahkan sudah jelas jawabannya.

Tiba-tiba salah satu tangan Merlin terangkat tepat didepan wajahnya. "Tidak, sepertinya pertanyaan itu tidak perlu--"

Memijat keningnya, Merlin kembali berkata. "--belakangan ini entah mengapa aku mudah sekali paranoid." sang penyihir tertawa renyah.

Meski tak terlihat oleh sang penyihir, pandangan kedua manik sewarna batu emerald itu perlahan melembut.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan, Merlin. Aku pernah mengalahkan makhluk yang sempat menjadi mimpi buruk Britania. Dibandingkan itu, lawanku kali ini tidak seberapa."

"--Aku akan kembali. Pasti."

Satu sudut bibir Merlin terangkat. Ia mendengus pelan lalu mengacak-ngacak rambut putihnya.

"Hah, bodohnya aku. Tentu saja seorang Raja Arthur yang mengalahkan Vortigern tidak akan kalah oleh sekelompok pemberontak rendahan."

Merlin berdeham kemudian membungkukkan badannya didepan Arthur, memberi hormat sebelum Sang Raja berbalik badan meninggalkannya sendirian di lorong istana.

***

***

Walau hanya bersama Gawain, Tristan, Palamedes, Gaheris, Percival beserta beberapa prajuritnya yang lain, kemenangan dapat diraih dengan mudah oleh Arthur.

Meski begitu, dibalik senyuman ramah Sang Raja, pria itu masih belum merasa puas.

Fakta bahwa pasukan mereka hanya dapat merebut sebagian kecil dari hasil curian para pemberontak tidak dapat ia abaikan begitu saja.

Bahkan sambutan dari warga Camelot dan kesatria-nya yang lain saat kepulangannya tidak bisa meredakan sedikitpun rasa kecewanya akan dirinya sendiri.

"Tidak akan ada yang berubah meski kau terus menerus muram, Raja Arthur." ucap Merlin yang sedari tadi ada disamping Arthur.

"Bukankah akan lebih mudah jika kau membicarakan ini dengan kesatria-mu yang lainnya? Setidaknya mungkin bebanmu bisa berkurang." lanjutnya.

Arthur menggeleng.

"Aku hargai saranmu itu, tapi kau salah, Merlin." Arthur menjeda ucapannya.

"Seorang Raja itu adalah orang yang harus menanggung semua penderitaan dan beban orang-orang yang dipimpinnya." jawabnya tanpa sedikitpun melirik Merlin.

Si penyihir bersurai putih itu menatap Arthur dingin dari sudut matanya. Ia lalu menghentikan langkahnya, membiarkan sang Raja Camelot itu berjalan sendirian.

Dengan tatapan yang tidak dapat diartikan, Merlin menatap punggung Arthur yang perlahan menjauhinya.

--Ah, bagaimana aku bisa lupa?

Merlin memejamkan matanya, mengambil nafas dalam-dalam.

--" Jika kau ingin menyelamatkan banyak orang, maka kau harus membuang perasaanmu sebagai seorang manusia. "

Ketika ia kembali membuka matanya,--

--Itulah hal yang telah kau katakan dan putuskan ketika mencabut Caliburn dari batu, bukankah begitu?

Yang ia lihat hanyalah lorong kosong, tanpa adanya sosok Arthur disana.

--Arthur...

***

Hari demi hari.

Minggu demi minggu.

Bahkan bulan demi bulan telah berlalu.

Dan dalam jangka waktu itu, para pemberontak masih belum menandakan tanda-tanda menyerah sekecil apapun itu.

Bahkan mereka malah makin sering menyerang dan setiap mereka menyerang, mereka selalu membawa persenjataan yang makin lama makin banyak.

Dan selama itu pula Arthur beserta kesatria-nya berperang melawan mereka.

Selama beberapa bulan ini, Arthur beserta Percival, Tristan, Gawain, Palamedes, dan Gaheris jarang sekali kembali ke Camelot.

Tiada hari yang mereka lalui tanpa adanya satupun rapat untuk menentukan strategi, ataupun tiada malam tanpa adanya tenda yang didirikan.

Camelot sendiri dijaga oleh Merlin, Bedivere, Agravain, dan Gareth.

Sedangkan Sang Ratu, Guinevere, dipilihkan salah seorang kesatria paling kuat diseluruh Camelot untuk menjaganya selama Arthur pergi berperang.

--kesatria itu tak lain dan tak bukan, adalah Sir Lancelot, putra dari Ban dan Elaine dari Benoic.

"Semenjak Arthur pergi, Camelot terasa sangat sepi~" ucap Merlin.

Matahari sudah berada di atas kepala, tapi yang Merlin lakukan sedari tadi pagi hanya berleha-leha, berbaring di bawah pohon di taman istana.

Angin sepoi-sepoi membelai lembut wajahnya, berhasil membuat si penyihir bunga menguap lebar.

Pandangannya lalu terkunci pada langit berwarna biru cerah tanpa awan diatasnya. Warna yang indah dan begitu menenangkan itu mengingatkannya pada seseorang.

--warnanya sama seperti mata Rei...

Tanpa Merlin sadari, sebuah senyuman berkembang di wajah.

--tunggu, kenapa ia jadi merindukan Rei sekarang?

"Apa yang sedang anda lakukan disini? Tuan Penyihir?"

Merlin menolehkan kepala, mendapati sosok Bedivere tengah berdiri tak jauh darinya dengan membawa nampan dengan piring dan gelas kosong.

Sebelah alis Merlin terangkat, penasaran.

"Halo Beddy~ hanya bersantai seperti biasanya. Kau sendiri? Kenapa kau membawa benda itu?" Merlin bangkit, sekarang posisinya menjadi duduk dan menunjuk nampan di tangan Bedivere.

"Benda itu? Maksud anda nampan ini? Tadi aku mengunjungi Lucan dulu, lagipula ini sedang istirahat."

--he...

"Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Sudah lumayan membaik." jawab Bedivere dengan wajah berseri. "Kemungkinan bulan depan ia bisa mulai berlatih seperti biasanya."

"Aku turut senang mendengarnya."

Tak lama setelah Merlin mengucapkan kata-kata itu, Bedivere meminta izin untuk pergi meninggalkan taman, membuat Merlin kembali sendirian.

Si penyihir itu tidak berpikir dua kali untuk melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat terganggu oleh kehadiran Bedivere.

Ia memejamkan matanya, menikmati angin dan suara daun yang bergesekan di atasnya.

--tenang...

--tenang sekali...

Meski membosankan, Merlin tidak pernah bilang bahwa ia membenci suasana seperti ini. Malah kalau boleh jujur, Merlin cukup menyukai suasana seperti ini.

--tapi..

Merlin membuka matanya. Kedua netra keunguan itu menatap jauh ke langit. Tangannya perlahan terangkat, membuat gerakan seolah ia sedang mencoba menggapai langit biru cerah itu.

Pemberontakkan sudah terjadi, jika Merlin tidak lupa akan gambaran yang ia lihat dengan clairvoyance-nya, maka kejadian ini adalah pertanda dari segalanya.

"Maafkan aku. Uther, Arthur. Ternyata aku salah."

Dengan lengannya, Merlin menutup matanya.

"Seharusnya sejak awal aku tahu, masa depan Camelot tidak dapat diubah dengan cara apapun--"

Merlin tersenyum pahit.

"--dan saat ini, kita hanya tinggal menghitung mundur..."


***


"...jika saja Rei tahu, ia pasti akan membenciku...



update waktu hari pertama uts gais~

//cari mati :")

chap ini agak pendek karena chap ini berperan sebagai 'prolog' arc berikutnya ヾ(*'∀ ˋ*)ノ
Selain chap ini juga, akan ada beberapa chapter yang diceritakan dari sudut pandang beberapa kesatria.

Dan sepertinya ff ini akhirnya akan mulai masuk masalah utama (/◕ヮ◕)/
.
お楽しみください。。

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top