30. Kanza Lagi?
Niken, aku tunggu kamu di taman, pukul tiga sore.
--Kanza
Niken mendengus, segera melemparkan ponselnya ke atas bantal. Sejak tadi pagi, tepat setelah Melvin dan kawan-kawannya digiring ke ruang BK, Niken mendapatkan pesan singkat super menyebalkan. Kanza, entah apa maunya, mengajak Niken bertemu di taman.
"Padahal gue udah block nomor lamanya, masih aja dia chat gue pakai nomor baru." Niken bergumam.
Empat hari menuju pesta yang entah apa itu namanya. Niken semakin giat berlatih bernyanyi. Sesekali ia mencoba lagu lain agar tidak bosan. Tapi entah kenapa, rasanya tetap berbeda; membosankan. Semangat Niken jauh menurun dibandingkan beberapa minggu yang lalu. Berlatih sendirian, di dalam kamar, tanpa hiburan.
Niken merasa ada yang kurang. Seperti ada yang hilang dari hidupnya. Entahlah, aneh sekali.
Menggeleng, Niken mencoba mengusir pikiran nggak jelas itu dari kepalanya, bangkit, lantas meraih gitar hitam milik kakaknya.
Sepanjang sore Niken habiskan untuk bermain gitar. Sendirian.
Pukul tiga sore, tanpa Niken ketahui, Kanza sudah tiba di taman.
***
Keesokan harinya. Semua perwakilan kelas diperintahkan untuk berkumpul. Bukan di lapangan, melainkan di aula sekolah, tempat di mana pesta itu akan diselenggarakan. Hari ini aula masih seperti biasanya, tidak terlalu ramai. Mungkin besok baru akan padat, karena besok adalah jadwal persiapan. Aula akan dipercantik dengan pernak-pernik pesta.
"Lo mau ikut, Al?"
Aliya menggeleng. "Nggak, ah, ntar kamu sibuk nyanyi, akunya dianggurin."
Niken terkekeh. Baiklah, Aliya benar, Niken akan disibukkan dengan latihan, Aliya pasti tidak diacuhkan. Niken pergi setelah dua-tiga kalimat selanjutnya.
Niken memasuki Aula. Beberapa murid kelas sepuluh sempat menyapanya. Gadis berambuat panjang itu tersenyum, balas menyapa. Padahal, Niken tidak kenal. Bu Eli dan beberapa guru kesenian lainnya berdiri di bagian depan, bersiap memberikan pelatihan untuk terakhir kalinya.
Para guru teladan, claas meeting pun mereka sempat-sempatin dateng. Niken membatin.
Saat Niken hendak memutar badan, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kehadiran perempuan. Niken hampir menjerit, namun dengan cepat ia tahan. Perempuan di hadapannya tertawa kecil, tergelitik menyaksikan ekspresi lucu Niken.
"Kak Tasya, bikin kaget aja!" dengus Niken.
"Lo mikirin apa, Ken? Kok melamun gitu?" Tasya tak mengindahkan celutukan juniornya.
Niken menggeleng, nggak mikirin apa-apa.
"Kak Tasya ngapain di sini?"
Wakil Ketua Umum Paskibra itu mulai menjelaskan. Ternyata Tasya merupakan salah satu dari puluhan perwakilan kelas. Berbeda dari Niken yang akan menampilkan pertunjukan accoustic, cewek yang sempat menjadi musuh besar Niken itu akan menunjukkan bakatnya dalam bidang fashion show.
Niken tersenyum. Tasya memang pantas melakukannya. Lihatlah, dengan tubuhnya yang ramping, rambut ikal, dan mimik muka yang tegas, Tasya akan menjadi pengisi acara paling memesona dalam kategori fashion show.
"Kamu juga cocok, kok, jadi pengisi acara accoustic," puji Tasya.
"Cocok dari mananya?" Niken mengernyit. Jangan-jangan dia ngejek gue.
"Kamu 'kan pernah nyanyi sama Melvin di lapangan. Suara kamu bagus, kok."
Niken diam. Melvin lagi, Melvin lagi.
***
Niken mendapatkan banyak pujian dari Bu Eli. Beliau mengatakan, bahwa kemajuan Niken sangat tajam. Terakhir kali beliau mendengarkan nyanyian Niken, masih banyak fals-nya, namun sekarang sudah berubah. Jauh lebih baik.
"Ken, Aliya mana?" Tasya, lepas dari acara kumpul-kumpul, mengajak Niken pergi ke kantin.
"Nggak tahu. Tadi gue udah ajak ke aula, tapi dianya nolak, takut dianggurin."
Tasya terkekeh, lantas kembali bertanya, "Kalo Melvin?"
Niken hampir tersedak. Pergerakan sendoknya terhenti. Kenapa pula Tasya menanyakan tentang cowok itu?
"Nggak tahu."
Ekspresi Tasya berubah. Untuk pertama kalinya Niken menyaksikan ekspresi mantan nenek lampir yang seperti itu. Entahlah, tampak sangat serius. Niken menelan ludah, kembali fokus pada nasi gorengnya.
"Gue tahu semuanya, Ken." Tasya berujar, memecah lengang, setelah sekian menit hanya terdiam.
Niken menengadahkan kepala, kembali menatap mata bulat Tasya.
"Tahu apanya?"
"Tentang hubungan lo sama Melvin."
"Eh?" Niken tersentak. Kak Tasya tahu?
"Kalian berantem, kan?"
Niken mematung, lidahnya kelu seketika.
"Ken, gue tahu Melvin emang keterlaluan. Dia nyembunyiin rahasia besar dari lo. Dia tahu di mana Kanza. Jahat memang, tapi bukan berarti nggak bisa dimaafkan."
Niken semakin terperangah. Suasana kantin yang gaduh seolah angin lewat, tak terdengar. Bagaimana mungkin Tasya mengetahuinya?
"Ka-Kakak, tahu dari mana?" Patah-patah Niken bertanya.
"Nggak penting gue tahu dari mana." Tasya mengembuskan napas ringan. "Sekarang, gue tanya. Apa sih, definisi 'cinta' menurut lo?"
Niken mengernyit. "Cinta?"
Tasya mengangguk.
"Ehm ... ci-cinta adalah perasaan kasih sayang terhadap seseorang...," jawab Niken ragu.
"Itu aja?"
Niken bergeming. Tidak mengangguk, juga tidak menggeleng.
"Biar gue jelasin." Tasya membenarkan posisi duduknya, menyingkirkan mangkuk yang hanya tersisa kuah ke tepi meja. "Cinta itu pengorbanan. Ibarat lilin, dia rela terbakar, untuk memberikan cahaya terang dan kehangatan. Cinta adalah rasa nyaman yang mampu membuat kita menyadari arti pentingnya seseorang dalam hidup kita. Cinta memang menyakitkan, tapi dari sanalah kita tahu arti dari perjuangan. Dan yang terpenting, cinta itu bukan sekadar kata-kata, cinta adalah pembuktian."
Tasya tersenyum simpul. Di hadapannya, Niken tak dapat berkata apa-apa. Niken spechless.
"Ken," panggil Tasya, "lo tahu 'kan, kalo gue sempat naksir sama Melvin? Gue sempat ngelabrak lo demi dapetin dia. Lo tahu nggak, seberapa marahnya Melvin saat itu? Bahkan dia sampai mengancam gue, sampai-sampai gue nggak berani lagi ngapa-ngapain lo. Masih inget, kan?"
Niken mengangguk, tentu saja.
"Lo tahu nggak, seberapa mengenaskannya kondisi Melvin di saat tahu lo kecelakaan. Di saat kumpul Paskibra, di saat semua orang berlatih penuh semangat, dia malah lemes. Berantakan banget. Gerakan banyak yang salah, dipanggil nggak nyahut-nyahut, udah kayak orang ling-lung. Lo tahu soal itu?"
Niken menggeleng. Dia di rumah sakit waktu itu. Sama sekali tidak tahu kondisi Melvin.
"Satu pertanyaan lagi. Lo nyaman, kan, dekat sama Melvin?"
Nyaman?
Niken mengangguk, meski gerakannya terlihat samar.
"Nah, sekarang, lo gabungin definisi cinta tadi dengan perkataan gue barusan!"
Niken bungkam.
***
Niken meringuk dalam selimutnya. Sesekali ia menggaruk hidungnya yang terasa gatal. Pukul 19.00. Lagi-lagi Niken hanya mengurung diri di kamar.
Pembicaraan singkat bersama Tasya tadi pagi benar-benar mengganggu pikiran Niken. Terdapat dua pertanyaan yang menghantuinya: dari mana Tasya tahu mengenai masalah Niken dan Melvin; apakah semua yang Tasya katakan benar adanya?
Memang, Melvin terlihat sangat marah di saat Tasya hampir menampar Niken. Untuk seorang teman baru ... itu terlalu berlebihan. Namun, tidak ada yang salah, jika itu benar-benar cinta.
Katanya, Melvin tampak kacau ketika tahu kabar kecelakaan Niken. Untuk seorang teman biasa ... itu terlalu berlebihan. Namun, jika itu benar-benar cinta, maka tidak ada yang salah.
Jujur, Niken merasa nyaman ketika bersama Melvin. Niken terhibur dengan tingkah dan guyonan Melvin. Untuk seseorang yang baru dikenali satu bulan ... itu terlalu berlebihan. Namun, lagi-lagi, tidak ada yang salah dengan cinta.
"Apa Melvin cinta sama gue?" Niken menyingkap selimutnya, mengembuskan napas panjang, lantas mengarahkan pandangan ke langit-langit kamar.
Jika jawabannya adalah "iya", lalu mengapa ia tega mempermainkan Niken? Dengan menyembunyikan keberadaan Kanza, merahasiakan hubungannya bersama Kanza, membuktikan jika Melvin tidak peduli dengan Niken. Melvin tidak peduli dengan perasaan Niken.
Namun, jika jawabannya adalah "tidak", lantas mengapa semua yang Tasya katakan itu seolah benar? Mengapa Melvin melindungi Niken? Mengapa Melvin selalu menghibur Niken? Mengapa Melvin gelisah ketika tahu tentang kecelakaan Niken? Masuk akal jika itu karena permintaan Kanza, namun lebih masuk akal jika itu karena cinta.
"Apa gue maafin Melvin aja, ya? Gue nggak mau menyesal karena sia-siain dia, tapi gue juga nggak mau sakit hati karena hal yang sama." Niken mengusap kasar wajahnya.
Untuk seorang remaja, tampaknya kisah ini terlalu berlebihan. Niken merasa ini tidaklah rasional, bagaikan cerita fiksi, persis cerita di novel-novel teenlit yang pernah ia baca. Tapi, ini memang nyata. Niken benar-benar mengalaminya.
Ruangan bernuansa putih itu lengang, sebelum akhirnya dipecahkan oleh suara notifikasi pesan. Niken bangkit dari posisi tidurannya, bergeser ke tepi kasur, dan meraih benda pipih di atas nakas.
Niken, kenapa kamu nggak datang? Aku udah nungguin kemarin sore. Kata Melvin, kamu sibuk latihan, ya? Oke, nggak masalah. Semoga besok kamu punya sedikit waktu. Aku tunggu, ya, di taman, dengan waktu yang sama.
Niken tergeming, mulutnya ternganga. Kanza Lagi?
-TBC-
Entah kenapa diksiku bisa seperti ini, wkwk. Mungkin efek mupeng ceritanya Bang Tere. Hoho, kusuka Hujan dan Ayahku (bukan) Pembohong :'v
Abaikan curcol di atas. Cuma mau kasih tahu, Vitamin Cinta akan tamat di chapter 31, dan akan ada epilog sebagai akhirnya. Oke, sampai jumpa di hari Selasa!
❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top