21. Ujian Akhir Semester

"Lo keliru, Ken, kalo beranggapan bahwa si Kanza itu pengecut. Bahkan kita semua nggak ada yang tahu kan, apa yang sebenarnya terjadi? Masalah apa yang buat dia pindah, berhenti sekolah, sampai ninggalin pacarnya gitu aja."

Niken yang tengah memeluk gitarnya kala itu hanya terdiam, tidak mengerti dengan apa yang tengah Melvin bicarakan.

"Menurut gue dia udah gantle banget, sempat-sempatin buat mutusin hubungan sama lo. Gue sebagai cowok aja salut sama dia, Ken. Coba deh lo pikir, dia ngilang nggak sendirian, sama keluarganya. Dia nggak ngasih kabar bukan ke lo aja, tapi ke semua orang. Meskipun hubungan kalian udah nggak keruan, tapi dia masih merasa bertanggung jawab, dia mau lo bebas, Ken."

Niken bergeming. Alisnya yang tertarik ke atas tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Awalnya Niken berpikir bahwa Melvin akan turut menjelek-jelekkan Kanza, mengatakan bahwa Kanza cowok pengecut, dan menyisipkan sedikit lelucon di sela pembicaraan--agar Niken terhibur.

Namun, siapa sangka akan menjadi seperti ini? Niken yang semula kepikiran Kanza akhirnya bisa sedikit berlapang, mencerna semua kata yang Melvin ucapkan. Akan tetapi, kedamaian itu tidak bertahan lama, karena percakapan itu terus berlanjut.

"Gue tahu, gue nggak berhak ngatur-ngatur kehidupan lo, Ken. Tapi...," Melvin mengembuskan napas pelan, sedikit ragu. "lo pasti bisa kok, maafin Kanza."

Salah satu sudut bibir Niken terangkat dengan cepat, sinis. Melupakan? Boleh-boleh saja. Tapi jika memaafkan ... rasanya itu terlalu berlebihan. Ayolah, bahkan Melvin dan Kanza tidak pernah bertemu, bagaimana bisa dia mengatakan semua itu dengan mudahnya?

"Maaf?" Niken tertawa kecil.

Melvin sedikit tersentak, tidak menyangka akan mendapat respons seperti itu.

"Vin, dilihat dari sisi baik manapun, tetap aja dia jahat. Enggak susah kok ngasih kabar, nggak butuh waktu bertahun-tahun," ujar Niken mantap. "Kalo emang sayang, dia nggak bakalan biarin gue nunggu."

Melvin mencoba bersikap senormal mungkin, lantas berkata, "Pasti ada alasan, Ken."

Seperti yang tadi Melvin katakan, Kanza adalah cowok yang bertanggung jawab. Melvin sudah sering mendengar cerita seperti ini. Seorang cowok menghilang begitu saja, tidak dapat dihubungi, dan beberapa waktu kemudian muncul bersama kekasih baru. Bedanya, cowok-cowok di cerita itu hanya menghilang sendirian, tidak bersama keluarganya.

Berbeda dengan Kanza. Dia menghilang dalam arti yang sesungguhnya, pergi tanpa jejak. Kepergiannya bukan tanpa alasan, pasti tengah terjadi sesuatu pada Kanza dan keluarganya. Ya, Melvin yakin akan hal itu.

"Memang, selalu ada alasan kenapa seseorang pergi. Tapi ... apakah alasan itu sebanding dengan kekecewaan?"

Niken menghela napas. Apa pun alasan itu, sebesar apa pun masalahnya, apakah salah jika Kanza memberitahukannya kepada Niken?

"Meskipun alasannya baik?"

Niken mengangguk mantap. Tentu saja, apa pun alasannya. "Karena ketika sudah kecewa, apa pun yang baik akan tetap terlihat buruk."

Mereka terus terlibat dalam pembicaraan serius. Tidak hanya Niken, Melvin pun tidak pernah menyangka akan seperti ini jadinya. Melvin datang kemari untuk mengajari Niken bermain gitar, dan memberi sedikit masukan ketika mendengarkan curahan hati Niken. Bukan untuk berdebat.

Beruntung cowok asli Palembang itu berhasil mengatasinya. Mengatakan bahwa latihan bermain gitar jauh lebih penting daripada berdebat membahas mantan. Tidak mudah, karena saat itu Niken sudah kehilangan mood belajar, pikirannya hanya terfokus pada satu nama; Kanza.

"Gimana gue bisa belajar, Vin. Pikiran gue aja ngelantur nggak jelas kek gini," lirih Niken.

"Ken." Melvin memperbaiki posisi duduknya, lantas tersenyum. "Terkadang, kehilangan seseorang yang kita sayangi adalah bagian dari hidup. Kita harus siap menerimanya."

Telak. Kalimat terakhir dari Melvin itu sukses membuka pikiran dan hati Niken. Tidak memiliki perkataan sebagai penyangkal, Niken setuju untuk memulai latihan. Sesuai jadwal, Niken mulai belajar membawakan lagu yang sesungguhnya; Bukti.


***

Hari demi hari terus berlalu, Ujian Akhir Semester sudah di depan mata. Guru-guru mulai menjalankan tugas, membagikan kisi-kisi pada tiap peserta didiknya. Fakta itu membuat Niken sedikit terganggu, mempelajari setiap kisi-kisi membuat waktu latihan gitarnya kian berkurang. Maka dari itu, beberapa hari terakhir ini latihan semakin dipertambah. Melvin selalu membawa gitar ke sekolah, mengunjungi rumah Niken lebih awal, dan untuk beberapa kali cowok itu bolos latihan futsal.

Hari ini adalah Jumat. Itu artinya, besok merupakan kali terakhir bagi mereka untuk berlatih. Tidak banyak, karena Niken sudah menghafal kunci-kuncinya. Satu minggu ke depan akan Niken habiskan untuk menghafal materi pelajaran. Entahlah dengan Melvin, murid yang hanya terampil dalam bidang olahraga itu tampak santai-santai saja.

Saat ini misalnya, ketika sekretaris tengah sibuk mencatat kisi-kisi di papan tulis, Melvin lebih memilih untuk mendengarkan lagu di pojokan kelas. Hanya karena materi itu disampaikan melalui sekretaris--sedangkan gurunya tidak hadir--Melvin dapat berkutat ria dengan ponsel dan earphone putihnya.

"Ken, kira-kira besok kita dapet kisi-kisi bahasa Inggris nggak, ya?" Aliya bertanya sembari memindai isi papan tulis ke buku PKN-nya.

"Kayaknya dapet, Al." Niken membalik halaman bukunya, melanjutkan catatan ke lembaran yang baru. "Ma'am Sisil kan udah janji Rabu kemaren. Mau ngasih kisi-kisinya hari Sabtu."

Kabar baik datang dari persahabatan mereka. Niken memaafkan Aliya sehari setelah kandasnya percintaan Niken. Hari itu Aliya mendapat kabar dari Melvin, tentang putusnya hubungan Niken dan Kanza. Entah itu kabar baik atau buruk, Aliya memutuskan untuk segera menemui sahabatnya. Niken pasti butuh tempat curhat, begitu pemikirannya.

"Sebenarnya gue udah curhat sama Melvin, tapi ... nggak apa-apa deh, tetap gue maafin."

Niken sudah hampir menguasi kunci-kunci gitar, tidak ada alasan lagi untuk tetap kesal kepada Aliya. Lagi pula, hidup Niken terasa sunyi tanpa bawelan sahabatnya itu. Untuk masalah kedekatan Aliya dan kak Aldi, Niken belum berani menyinggungnya. Biar waktu yang menjawab.

Jam istirahat kedua, Melvin ikut bergabung bersama Niken dan Aliya. Mereka pergi ke kantin untuk mengisi perut, lelah setelah berkutat dengan papan tulis dan buku catatan. Tanpa diduga-duga, peristiwa mengejutkan terjadi saat itu. Di kantin, saat berdesak-desakan memesan makan, tubuh Niken terdorong ke kebelakang, lantas menabrak seseorang di belakangnya.

"Aw!" Korban yang ditabrak meringis, menahan sakit ketika ujung sepatunya terinjak.

"Eh, ma-maaf." Niken balik kanan, meminta maaf. Aliya yang menyadari telah terjadi sesuatu kepada Niken menoleh, lantas menatap cemas wanita cantik di hadapan Niken. Tasya, berdiri tertatah dengan sebelah kaki yang terangkat.

Sengaja tak sengaja, berurusan dengan kakak kelas garang bukanlah perihal baik. Terlebih lagi Melvin tidak ada di sana, dia sudah duduk di salah satu bangku, menunggu Niken dan Aliya membawa pesanannya.

"Niken, kok mendadak gitu sih, mundurnya?" ujar Tasya. Berbeda dari biasanya, kali ini dia berbicara dengan volume normal, tidak terkesan membentak.

"Maaf, Kak, tadi ada yang dorong." Niken mengikuti langkah Tasya menuju salah satu bangku. Dia sudah siap dengan hal terburuk sekalipun. Namun, tiada disangka-sangka Tasya malah mengangguk, tersenyum tipis setelahnya.

"Iya, nggak apa-apa, kok. Gue cuma kaget."

Niken tidak segera menjawab, masih termangu dengan respons yang Tasya berikan. Aliya yang memperhatikan dari kejauhan pun hanya mematung.

"Udah, nggak usah kaget gitu mukanya. Gue nggak bakal marah-marah, kok. Gue tahu itu bukan salah lo. Lo nggak sengaja, kan?"

Niken mengangguk. Tasya sudah berubah. Pantas saja dia tidak pernah membuat keributan di ekskul Paskibra. Apa pun alasannya, bagaimana dia bisa berubah, Niken tidak peduli. Setelah mengatakan itu, Tasya kembali bangkit menuju stan yang hendak ia kunjungi tadi.

Niken tersenyum bahagia, semua masalahnya telah terselesaikan. Tidak ada lagi bayang-bayang Kanza, tidak ada lagi masalah dengan Aliya, dan sekarang ... tidak ada lagi permusuhan antara dirinya dan Tasya. Niken hanya perlu fokus pada satu hal; Ujian Akhir Semester.


-TBC-

Bonus Pic*
-Melvin Arsha Nugraha-


[A/N]

Wah, bahagianya Melvin, wkwk. Fyi, ada something di chapter 23. So, jangan lewatkan ya. Saya harap kalian tetap setia mantengin Vitamin Cinta :')
Oke, happy weekend, and thank you for reading :)


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top