12. Jagain Niken

Melvin sudah tampak rapi pagi ini. Seragam putih abu-abu yang ia kenakan tak dapat menyembunyikan tubuh bugarnya. Cowok bersurai hitam itu memandangi pantulan dirinya di cermin, Melvin merasa bangga dengan tubuh yang ia miliki. Walaupun tidak sebesar Agung Hercules, setidaknya olahraga yang selama ini ia lakukan telah membuahkan hasil.

Setelah merasa rapi dan keren, cowok berlesung pipi itu langsung melesat ke meja makan. Beberapa lembar roti gandum mungkin bisa mengganjal perutnya pagi ini. Setibanya di meja makan hanya tampak mama tercinta, sedangkan sang Kepala Rumah Tangga tengah sibuk mengurusi perusahaannya di luar kota. Melvin sudah terbiasa dengan kondisi ini, jadi ia tidak perlu memikirkannya.

"Good morning, Gigi Hadid!" goda Melvin pada mamanya.

"Apa sih, Vin? Suka banget deh ledekin Mama." Sang mama salah tingkah dibuatnya. Walaupun tidak semodis Gigi Hadid ataupun Kendall Janner, wanita tiga puluh tahunan itu masih tampak awet muda. Jika kalian mengira ia sering melakukan perawatan di salon-salon kecantikan, kalian salah! Semua itu ia dapatkan secara alami, mamanya itu memang rajin merawat diri. Mulai dari menjaga pola makan, pola tidur, hingga olahraga-olahraga ringan sering ia lakukakan. Jadi, tidak heran jika anaknya terlahir menjadi cowok sehat dan tampan.

"Ma, Jojo mana? Dari malam Melvin nggak liat," ujar Melvin seraya mengedarkan pandangannya.

"Masih di rumah sakit, jagain tante kamu."

"Tante Dewi gimana kabarnya? Udah hampir satu bulan dia masuk rumah sakit, kasihan Jojo-nya."

"Masih gitu-gitu aja, Vin. Doain aja ya supaya cepat sembuh," ujar mamanya seraya menyerahkan segelas susu kepada Melvin. "Nih, habisin susunya!"

Melvin mengangguk dan langsung meminum susu cokelat favoritnya itu. Setelah selesai menyantap sarapan, Melvin bergegas menggendong tasnya dan tak lupa berpamitan pada mamanya.

Pagi ini, Melvin mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Suasana kota tidak terlalu ramai, membuat Melvin bersyukur akan hal itu. Mungkin weekend adalah alasan dari sepinya jalanan ibu kota. Berbeda dengan hari-hari kerja yang selalu ramai dan macet-macetan. Setelah beberapa menit menyusuri jalanan ibu kota, cowok yang masih menyandang sebagai murid baru itu tiba di parkiran.

Langkah kaki perlahan membawa Melvin menuju kelasnya. Namun di tengah perjalanan menuju kelas, bola mata hitamnya menangkap siluet cewek berukuran minimalis. "Aliya!" seru Melvin. Ia berlari cepat menyusul Aliya. Berhubung kaki Melvin panjang sedangkan kaki Aliya yang, ya ... ala kadarnya. Maka tidak heran jika Melvin bisa menyusuli langkahnya.

Aliya menoleh, aroma maskulin langsung memanjakan indera penciumannya. Menurutnya, Melvin benar-benar tampan. Ya, sudah tidak bisa dipungkiri. Cukup lama Aliya memandangi wajah Melvin, sebelum akhirnya ia bertanya, "Ada apa?"

"Mau ke kelas, kan? Barengan aja," ucap Melvin. Aliya hanya mengangguk. Detik itu juga mereka sudah menjadi pusat perhatian. Baik cewek maupun cowok yang melewati mereka sempat berbisik dan kesemsem sendiri. Bagimana tidak? Yang satu tampan, yang satu cantik. Bikin iri saja!

"Niken masih belom masuk?"

"Belum, besok baru boleh pulang. Mungkin lusa dia baru bisa sekolah," balas Aliya.

"Yay! Akhirnya...." Melvin tampak berseri-seri.

"Kenapa, Vin? Kamu kangen sama Niken?"

Melvin menoleh--sedikit menunduk. "Bukan kangen, tapi rindu."

"Sama aja, Melvin!" celutuk Aliya. Yang dicelutuki hanya terkekeh seraya melewati pintu kelas.

Tepat sepuluh menit setelah bel masuk berkumandang, guru paling syantik di SMA itu memasuki kelas dengan tatanan jambul terbarunya. Jambul itu diberi nama 'Jambulku belum mandi tak tung tuang tak tung tuang'.

"Selamat pagi, Bu Syahrini!" sapa seisi kelas kompak. Belum sampai ke meja guru, langkah bu Syahrini terhenti begitu mendengar ucapan murid-muridnya itu.

"Kenapa bilang selamat pagi saja? Kalau begitu ... siang, sore, dan malam kalian mendoakan saya tidak selamat, ya?" protes guru matematika itu dengan logat khas-nya.

"Selamat pagi, siang, sore, dan malam, Bu!"

Bu Syahrini menggelangkan kepalanya frustasi. "Kenapa panjang sekali? Tidak pernah orang mengucapkan selamat seperti itu. Katakan saja selamat sejahtera! Bukankah lebih bagus didengar dan penuh makna? Lagipula, ucapan ini meliputi semua masa dan keadaan."

"Selamat sejahtera, Bu Syahrini!" Sapaan itu lebih terdengar seperti jeritan kekesalan. Guru yang satu ini benar-benar merepotkan!

"Bagus, silakan duduk!" ujarnya sembari berjalan menuju meja guru. "Omong-omong, siapa yang mengajar Bahasa Indonesia di kelas ini?"

"Bu Neti," jawab Nabila cepat.

"Hm, setahu saya ... Bu Neti itu bagus dalam mendidik, tapi kenapa murid-muridnya jadi seperti ini? Bahkan cara memberi salam pun kalian tidak bisa!"

"Bahasa Bu Syahrini tuh yang terlalu rumit!" celutuk Melvin.

"Apa kamu bilang?" Bu Syahrini mendelik. "Coba, ulangi sekali lagi!"

"Eee ... anu, Ibu cantik banget hari ini." Melvin cengingiran. "Kayak dedemit!"

Seisi kelas tertawa seketika. Bu Syahrini memang nyeleneh, tapi tidak pernah ada yang berani berbicara seperti itu. Bisa hancur galaxy bima sakti.

"Melvin!" Bu Syahrini menggebrak meja. "Sekali lagi kamu mengejek saya, saya panggil orang tua kamu!"

"Eh ... jangan, Bu! Panggil sayang aja, biar lebih romantis."

"MELVIN!!!"


***

"Ken, kamu kan udah janji buat lupain Kanza? Tapi kenapa...."

Niken bergeming, ia hanya bisa tertunduk mendengarkan luapan emosi kakaknya. Dalam hal ini Niken sepenuhnya bersalah, ia sudah berjanji pada Danu untuk melupakan Kanza, tapi ia tidak menepati itu. Bahkan dia sampai mengalami kecelakaan hanya karena kelalaiannya.

"Kenapa kamu diem aja? Kamu sadar nggak sih, kamu jadi kayak gini cuma gara-gara ketemu Kan--"

"Maaf," lirih Niken. "Maafin aku, Kak. Aku emang bodoh, aku selalu mikirin Kanza, aku masih ngarepin cowok brengsek itu. Maafin aku!"

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Niken. Isakan kecil mulai terdengar seiring pergerakan bahunya yang mulai bergetar. "Aku janji, kali ini aku bener-bener akan ngelupain Kanza."

Niken mengangkat kepalanya. Hanya ada dia dan Danu di ruangan ini. "Kak Danu, please ... percaya sama aku kali ini. Aku juga udah cerita sama mama, jadi Kak Danu nggak perlu ngelakuin apa-apa. Cukup percaya aja sama aku!"

Danu menatap prihatin adik kesayangannya itu, air mata yang begitu kentara di pipi mulus Niken membuat dadanya terasa sesak. Terdapat sedikit keraguan dalam hatinya, namun sebisa mungkin ia memberi kepercayaan kepada Niken. Ini bukan masalah besar, Danu yakin adiknya itu pasti bisa mengatasinya.

"Ya, Kakak percaya."


***

"Al, gue mau nanya sama lo."

Aliya menutup buku catatannya dan menoleh ke arah Melvin. "Nanya apa?"

"Soal hubungan Niken sama Kanza."

"Enggak ah, buat apa?" balas Aliya cepat. Ia paling tidak suka membahas tentang orang yang sudah menyakiti sahabatnya.

"Ya ... gue kan penasaran. Ayo, ceritain!"

"Enggak!"

Melvin menghela napas. Tiba-tiba sebuah ide melintasi otaknya. "Ayolah! Nanti gue kasih deh, apa yang lo mau."

"Serius?" Aliya terlonjak di atas bangkunya. Dasar cewek, pikir Melvin. Ia hanya mengangguk dan langsung duduk di samping Aliya--di bangku Niken. Kelas lumayan sepi saat ini, banyak siswa yang masih berkeliaran di luar kelas karena memang waktunya istirahat. Hanya ada beberapa teman cewek mereka yang bercengkrama di bangku bagian depan, sedangkan Melvin dan Aliya tengah duduk di bangku bagian belakang.

Aliya mengedarkan pandangannya, memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan mereka. "Janji ya, kamu bakal turutin apa aja yang aku suruh?"

"Iya, buruan cerita!" Melvin sudah tidak sabaran.

"Jadi gini, mereka itu udah pacaran sejak kelas sepuluh. Awal mulanya lucu banget, karena saat itu mereka masih polos-polosnya. Kanza terlalu pendiam, Niken terlalu cuek. Semenjak mereka pacaran, banyak orang yang nggak suka sama Niken. Yang cewek benci karena udah ngerebut Kanza, yang cowok benci karena nggak bisa dapetin dia."

"Terus, terus?" Melvin senyum-senyum sendiri.

"Pas hari ulang tahun Niken, si Kanza enggak masuk sekolah. Niken jadi bingung, kan? Soalnya Kanza nggak kasih kabar apa-apa. Karena nggak bisa dihubungin, jadi Niken ngajak aku datangin rumahnya si Kanza. Eh, ternyata rumahnya kosong, pagarnya juga udah di gembok. Setelah kita tanya sama bapak-bapak di dekat sana, katanya, keluarga Pak Retno udah pindah."

Melvin masih tersenyum, tapi tatapannya sudah berbeda. Aliya dapat melihat tatapan sendu yang ia pancarkan. Melihat itu Aliya langsung bertanya, "Kamu kenapa?"

Melvin mengerjap. "Kenapa apanya?"

"Kok jadi sedih?"

Melvin menarik ingusnya yang hampir terjatuh, lalu menjawab, "Enggak apa-apa, kasihan aja."

"Ya, gitu deh. Aku juga kasihan banget lihat Niken, udah aku bilangan buat move on, tapi dia nggak mau. Alhasil, dia kecelakaan karena nggak sengaja lihat Kanza di jalanan."

"Tunggu, Niken kecelakaan karena lihat Kanza di jalan?" Melvin tampak heran.

Aliya mengangguk. "Iya, dia cerita sama Tante Meri sambil nangis-nangis, katanya waktu itu hujan dan dia lagi nunggu angkot. Tiba-tiba ada Kanza, pas Niken mau ngejar ada motor yang nabrak dia. Dan juga nih ya, dia sempat mimpiin Kanza pergi sama cewek lain. Aneh banget, kan?"

"Gi-gimana caranya Kanza ada di sini? Bukannya dia...."

Aliya mengedikkan bahunya. "Itu yang jadi pertanyaan. Artinya, si Kanza masih tinggal di Jakarta."

Tepat setelah Aliya menyelesaikan kalimatnya, bel masuk menggema seantero ruangan. Melihat suasana kelas yang mulai ramai membuat Melvin beranjak dari bangku Niken. Teman-teman di kelasnya ini suka membuat gosip murahan, dia tidak mau menjadi bahan omongan karena terlihat dekat dengan Aliya.

"Eits, mau ke mana?" sergah Aliya.

"Mau balik ke bangku gue lah, takutnya lo jadi nyaman kalo deket-deket gue."

"Tunggu!"--Aliya menarik ujung baju Melvin--"Kamu lupa sama perjanjiannya?"

Melvin memutar bola matanya malas dan kembali menduduki bangku itu. "Iya, mau apa?"

"Beneran ya, awas kalo nggak kamu laksanain!"

"Iya, gue beliin apa yang lo mau. Dengan syarat ... nggak boleh lebih dari goceng!"

"Goceng your head!" celutuk Aliya. Melvin sendiri sudah terbahak di tempatnya, tanpa memperdulikan teman-teman lain yang kini menatapnya.

"Aku mau...." Aliya menggantung ucapannya. "Tapi ini enggak mudah, lho?"

"Iya buruan!" Melvin mulai sudah mulai jengah.

"Aku mau ... kamu ... Jagain Niken!"

-TBC-

Big thank's to DNidya, aku suka banget cover-nya 😍
Dari sekian banyak persediaan cover yang aku punya, cover ini yang terpilih. Itu artinya Vitamin Cinta gak bakal ganti cover lagi, sebelum dapet cover baru dari penerbit 😂

Happy new year! Oke, ini udah telat. Tapi gak papalah, daripada gak sama sekali, hehe. Makasih ya udah baca ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top