10. Niken Kecelakaan
"Al, ke Perpus, yuk!" ajak Niken.
"Aku mau ke kantin aja, Ken. Istirahat pertama tadi aku nggak makan apa-apa, sibuk bersihin rok kamu."
Niken mengembuskan napas, terpaksa dia sendirian lagi. "Ya udah, gue sendirian aja ke Perpusnya."
Aliya mengangguk, dia paham dengan keadaan Niken. Sahabatnya itu pasti sedang menghindar dari Tasya. Aliya terus menatap Niken yang tengah berjalan ke luar kelas, hingga punggung itu menghilang di balik pintu.
"Aduh." Aliya meringis. Baru saja hendak bangkit dari kursi, tubuhnya menyenggol seseorang.
"Sorry, Al. Gue buru-buru."
"Kamu mau ke mana, Vin?"
Melvin menyengir manja. "Nyusulin Niken, ada yang mau gue omongin sama dia."
"Ngomongin apa?"
"Soal kejadian di kantin tadi, gue jadi ngerasa bersalah."
"Oh, ya udah, buruan susul sana!" Aliya tampak excited. Tanpa basa-basi Melvin langsung bergegas menyusul Niken.
Bagus, Vin! Sering-sering aja kamu deketin Niken. Aliya tersenyum puas.
***
Melvin mendorong pintu kayu besar yang tertutup rapat. Seketika suhu dingin ruangan memanjakan indera perabanya. Melvin tersenyum ke arah penjaga perpustakaan, kemudian sedikit menangangguk tanda meminta izin. Setelah dipersilakan, langkah kaki membawa Melvin menuju deretan rak buku khas Perpustakaan.
"Ngapain di sini?" Melvin menghentikan langkahnya. Baru saja hendak mengejutkan Niken, rupanya cewek itu sudah mengetahui keberadaannya.
"Kok lo bisa tahu kalo gue di sini?"
Tanpa melepaskan pandangannya dari rak buku, Niken menjawab, "Setiap kali pintu Perpus kebuka, orang yang ada di dalamnya pasti langsung nengok ke arah sana."
Melvin manggut-manggut sembari manarik sebuah buku yang terletak di bagian atas. "Gue ke sini mau ngomong sama lo."
"Oh."
"Dih, singkat amat jawabnya."
"Oooh."
Bukannya kesal, Melvin malah tersenyum mendengar respons dari Niken. Menurutnya ... Niken itu lucu.
"Gue seriusan, Ken. Gue mau minta maaf sama lo."
Niken melangkah dengan sebuah buku di tangan kanannya, dan langsung menghenyakkan diri di salah satu bangku Perpustakaan. Setelah duduk, barulah Niken angkat suara. "Maaf kenapa?"
Melvin yang duduk di hadapannya pun menjawab, "Ya ... gara-gara gue, lo dilabrak sama kakak kelas."
"Udah nggak usah dibahas, lagian itu bukan salah lo, kok. Dianya aja yang nggak tahu diri," jawab Niken santai. Melvin hanya tersenyum menanggapi jawaban itu.
Niken kembali tenggelam dalam dunianya sendiri--membaca buku. Jadi, Melvin memutuskan untuk meneliti tiap sisi permukaan wajah Niken. Menikmati ketika gadis itu mengerutkan dahi, mengerucutkan bibir, bahkan saat ia berdecak kecil. Ah, betapa sempurnanya sosok Niken di mata Melvin.
"Eh, Ken." Melvin mencoba untuk menarik perhatian Niken. "Lo udah cek grup Paskib, belum?"
Niken menggeleng. "Belum, HP gue mati."
"Pulang sekolah kita disuruh kumpul."
"Hah? Ngapain?"
"Enggak tahu." Melvin mengangkat bahunya. "Mungkin ... mau bahas tentang masalah di kantin tadi."
"Aish, pulang sore lagi deh!" Niken menopang dahinya dengan sebelah tangan.
"Udah tenang aja, nanti gue anterin lo balik."
"Eh, nggak ... nggak usah!" Niken kembali ke posisi awal--duduk tegap.
"Kenapa?"
Gimana kalo yang Aliya omongin itu bener? Lo suka sama gue kan, Vin? Niken hendak mengatakan itu. Tapi yang kaluar dari mulutnya adalah: "Em ... hari ini gue dijemput Kak Danu, kebetulan hari ini dia nggak ngampus."
Melvin tersenyum kecut. "Oh, bagus deh."
***
Hujan mulai menaungi tempat Niken berpijak. Ia terjebak dan tak bisa pulang untuk sekadar melepas lelah setelah seharian beraktifitas di sekolah. Ingin rasanya Niken berlari menerobos hujan. Tapi, dengan seragam putih abu dan seluruh isi tas, menjadi faktor terkuat untuk mengurungkan niatnya itu. Dan di sinilah Niken, berdiri sendirian di pelataran toko, menanti tangisan sang awan mereda.
Hujan semakin deras, udara pun samakin sejuk hingga terasa menusuk tulang. Niken menggigil, hanya dengan mengenakan seragam sekolah, membuat tubuh gadis itu semakin kedinginan. Niken menggosok-gosokkan telapak tangan sambil sesekali meniupnya, terus ia ulangi sampai rasa hangat dapat dirasakan.
"Aduh, mana sih angkotnya?" gumam Niken. Meraih telepon pintarnya yang kini telah mati, berharap jika-jika benda itu dapat hidup dengan sendirinya. Powerbank yang selalu ia bawa pun kini tak berguna, sudah tak berdaya karena terlalu sering digunakan. Bukan hanya Niken, teman-teman yang lainnya juga turut berkontribusi dalam menghabiskan daya powerbank itu.
Alhasil, Niken tak bisa memesan taksi online dan harus pulang dengan menaiki angkot. Beruntung saat ini semesta mendukungknya, sehingga Niken tidak perlu berpanas-panasan di dalam angkutan umum itu. Namun, sedari tadi tak ada satupun angkot--jurusan menuju rumahnya--yang terlihat. Sudah hampir setengah jam Niken berdiri di pelataran toko.
Aliya sudah pulang lebih dulu, Niken pun sudah menolak tawaran Melvin. Tentu saja Danu tak akan menjemputnya, karena yang ia katakan pada Melvin tadi pagi adalah tidak benar. Niken cuma tidak mau dirinya semakin dekat dengan Melvin, bisa-bisa Niken baper dan jatuh hati. Duh ... jangan sampai deh pokoknya!
Niken mengedarkan pandangan. Jalanan tak begitu ramai saat ini, hanya ada beberapa kendaraan roda dua yang melintasinya. Niken menatap lurus ke depan, tiba-tiba matanya menangkap siluet seorang cowok yang baru saja keluar dari apotek. Cowok itu berlari menerobos hujan dari seberang jalan--menuju tempat Niken berdiri. Namun, langkah besar itu terhenti ketika tanpa sengaja mata mereka bertemu.
Niken menggeleng, tak percaya dengan apa yang dia lihat. Niken pasti sedang berhalusinasi. Ya, pasti. Namun, sosok itu masih berdiri di tengah jalan. Sebelum akhirnya tersadar dan kembali memutar arah.
"Enggak, nggak mungkin." Niken mencoba meyakinkan dirinya. "Itu nggak mungkin Kanza."
Cowok itu semakin mempercapat langkahnya, Keraguan Niken mulai runtuh. Sosok itu tampak seperti nyata, dia hidup, dia berlari ketika tak sengaja bertatapan dengan Niken. Niken yang mulai yakin jika sosok itu adalah Kanza langsung bergegas mengejarnya.
"Kanza!"
Ketika kakinya sudah melangkah menyebrang jalan raya yang tampak sepi, dari arah kiri sebuah motor berkecepatan tinggi melaju ke arahnya. Niken tercekat, tubuhnya membatu, kakinya tak dapat digerakkan. Hingga akhirnya....
BRAAAK!!!
Motor itu mengahantam tubuh Niken dengan sangat keras. Niken terkapar di tengah jalan, terpental beberapa meter dengan kondisi mengenaskan. Tubuhnya tergeletak dengan darah yang sudah mulai merembes membahasahi aspal. Hari itu, hari Rabu. Pukul dua empat puluh menit. Niken kecelakaan.
-TBC-
Itu beneran Kanza lho. Jadi jangan meresa di-PHP-in lagi, ya :v
Mulai hari ini, Vitamin Cinta akan update secara teratur. Yaitu setiap hari Selasa dan Sabtu. Yeay! Biar nggak pusing aja mikirin update-annya, hehe.
Oh iya, tahun baru nanti Vitamin Cinta akan hadir dengan tampilan yang lebih fresh, alias mau ganti cover. Semoga ceritanya juga lebih menarik dan lebih dilirik 😂
Oke, sampai jumpa di hari Sabtu :))
❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top