04. Cari Pengganti Kanza
Waktu istirahat baru saja tiba, satu per satu siswa beranjak pergi meninggalkan kelas. Ada yang pergi ke kantin, toilet, bahkan perpustakaan. Berbeda dengan Niken dan Aliya yang kini masih menetap di UKS.
Niken sudah mengisi perutnya dengan sepiring nasi uduk dari kantin Tante Lina, Aliya yang membelikannya. Ia sengaja membelikan Niken nasi uduk, biar lebih kenyang katanya. Sedangkan ia masih setia dengan nasi goreng nampol-nya.
Tak lupa jua Niken mengonsumsi obat magh yang tersedia di UKS. Sebenarnya gadis itu tidak mau mengonsumsi obat-obatan, dari kecil dia selalu begitu. Tapi karena Aliya yang memaksa, dengan berat hati Niken melakukannya.
"Ayo!" ajak Aliya.
"Kemana?"
"Tadi katanya mau ngucapin makasih sama Melvin?"
Niken menghela napas pelan. Entah kenapa Aliya tampak bersemangat saat mendengar bahwa Niken akan berterima kasih pada Melvin. Entahlah, aneh sekali. Padahal Niken bisa mengucapkannya kapan saja, tapi Aliya terus mendesaknya.
"Entar aja, Al. Di kelas kan bisa?"
"Ya udah, ayo ke kelas! Mau sampai kapan kita di sini?"
Sepertinya Aliya benar kali ini, mau sampai kapan mereka berdiam diri di UKS? Niken bosan, sangat.
"Hm ... oke!"
Niken memisahkan diri dari kasur, kemudian merapikan seragamnya yang tampak berantakan. Setelah membereskan UKS seperti sedia kala, dua bersahabat itu langsung bergegas mencari sosok Melvin.
Selang beberapa menit, mereka tiba di kelas. Sekarang adalah jam istirahat, tidak heran jika kelas sepi. Hanya ada Melvin di sana, duduk dengan posisi menenggelamkan kepalanya di atas meja.
Tidur? Entahlah.
"Wih, kebetulan ada orangnya!" seru Aliya. Aliya langsung menarik pergelangan tangan Niken menuju bangku Melvin. Tiba-tiba Niken merasa canggung, padahal baru kemarin sore dia melakukannya--saat Melvin mengantarnya pulang.
Entahlah, mungkin karena Niken sempat berpikiran yang tidak-tidak, hingga ia merasa bersalah sekarang.
"Ayo!" bisik Aliya.
Niken melirik Aliya, lalu menggeleng pelan. Menurutnya ini sangat kekanak-kanakan, terlalu berlebihan.
"Buruan, Ken!" dengus Aliya.
Niken menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Aliya memaksa, itu artinya Niken tidak bisa menolak. Niken memang tidak suka dikekang, tapi entah kenapa Aliya bisa menaklukkannya dengan mudah. Apa pun yang Aliya katakan akan Niken turuti. Apa pun.
Kecuali untuk melupakan Kanza. Niken tidak bisa!
"Melvin...," panggil Niken pada akhirnya. Yang dipanggil tidak merespon, masih menenggelamkan kepalanya di atas lipatan tangan.
"Melvin."
Hening.
"Arsha!"
Niken mulai geram. Sepertinya cowok itu sudah tidak bernyawa.
"ALIANDO!!!"
Melvin terlonjak di atas bangkunya, kondisinya sangat berantakan. Rambutnya acak-acakan, matanya terlihat sayu, bibirnya pun tampak menggoda. Eh?
"Niken, udah siuman?" katanya.
"Cih, baru bangun!" Niken tidak mengindahkan pertanyaan Melvin.
"Kamu tidur, Vin?" tanya Aliya.
Melvin menggeleng pelan. "Nggak, kok. Cuma tutup mata aja."
"Terus kenapa nggak nyahut gue panggilin tadi?" timpal Niken. Ia paling tidak suka dikacangi, terutama yang mengacangi cowok. Dulu Niken pernah curhat sama Danu, tapi kakaknya itu justru mengabaikannya. Alhasil, perang dunia ketiga pun dimulai.
"Gue nggak denger nama gue dipanggil," balas Melvin seraya menguap lebar.
"Enggak denger? Terus, kenapa lo bisa bangun sekarang?"
"Awalnya gue nggak denger, tapi tadi ada yang teriakin nama Aliando. Sebagai Aliando ... gue harus nyahut dong?"
"Najis!" balas Niken cepat.
Melvin hanya terkekeh geli. Begitu juga dengan Aliya, menurutnya Melvin memiliki bakat lucu yang alami. Baru bangun tidur seperti ini pun ia bisa membuat lelucon.
"Ngapain kalian ke sini? "Enggak ke kantin?" tanya Melvin setelah menetralkan tawanya.
Niken melirik ke arah Aliya dan Aliya hanya mengangguk, memberi kode agar Niken segera melakukannya--berterima kasih.
"Em, anu ... gu-gue...." Niken gugup. Ini peristiwa langka, Niken tidak pernah gugup seperti ini. Terlebih hanya sekedar mengucapkan rasa terima kasih.
"Iya?" Melvin mengerutkan dahi, membuat alis tebalnya menyatu seperti ulat bulu.
"Gue ... mau--"
"Lo mau nyatain perasaan ke gue?" potong Melvin.
Niken membesarkan pupil matanya, giginya gemerutuk, ingin rasanya ia menyeleding kepala cowok sialan itu. Pemikiran macam apa itu? Niken kan cewek. Lagipula, Niken sama sekali tidak tertarik padanya.
"Ge-er banget sih!" geram Niken. "Gak jadi ah!"
Niken melengos, melangkah keluar kelas dengan wajah memanas. Ia membatalkan niatnya, ia tidak mau berterima kasih pada cowok tengil seperti Melvin. Selain berisik, pemaksa, nyebelin, ternyata anak baru itu juga memiliki tingkat percaya diri yang sangat tinggi. Membuat Niken semakin geram dan ingin mencakar-cakar wajah imutnya.
"Niken! Mau kemana?" Aliya berlari, menyusul Niken yang kini sudah menghilang di balik pintu.
Melvin sendiri bergeming di tempatnya. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Cewek itu mengganggu acara tidurnya, berteriak di depannya, dan pergi meninggalkannya.
"Dia nggak jadi nembak gue?"
***
Niken mendengus kesal seraya menduduki salah satu bangku yang terletak di sisi lapangan upacara. Cewek itu sedang kesal, jadi ia membutuhkan tempat yang nyaman. Niken tidak pergi ke kantin karena ia sudah kenyang, tidak pergi ke perpustakaan karena ia sedang malas membaca buku.
Jadi, Niken memutuskan untuk pergi ke tepi lapangan, duduk-duduk manja di bawah pepohonan rindang. Tak lama kemudian, Aliya datang dengan napas yang terengah-engah.
"Ken, kenapa cabut, sih?" ucapnya sembari membungkuk dan memegang lutunya.
"Lo denger sendiri, kan? Itu anak ke-PD-an banget!" balas Niken kesal.
"Iya, tapi nggak harus cabut kek gini juga!" kata Aliya. "Apa susahnya sih ngucapin makasih?"
Niken memutar malas bola matanya. "Nggak susah, Aliya. Kalo orangnya bukan Melvin!
"Kenapa? Lo ada rasa sama dia?" Aliya tersenyum jahil.
Niken terbelalak untuk yang kesekian kalinya. Bagaimana bisa sahabatnya memiliki pemikiran gila seperti itu?
"Ya nggak, lah! Gue udah punya Kanza."
Aliya mendudukan pantatnya di samping Niken. "Ken, lo pernah denger lagu Balonku, nggak?"
Niken mengangguk heran. Kenapa tiba-tiba Aliya menanyakan tentang lagu anak-anak padanya?
"Lagu Balonku ngajarin kita, genggam erat yang masih ada, bukan menangisi dia yang telah pergi."
Niken speechless. Lagi-lagi Aliya berhasil membuatnya terdiam. Entah dari mana Aliya mendapatkan kata-kata seperti itu, hingga berhasil membuat Niken merasa tersindir.
Niken tersenyum miris. "Nggak bisa, Al. Gue sayang sama Kanza. Cuma Kanza."
"Ken," panggil Aliya. "adakala kita harus berhenti mencintai, saat orang yang kita cintai lebih memilih untuk menjauh."
Niken diam seribu bahasa. Mata cantiknya mulai berkaca-kaca. Niken memang terkenal dengan sifatnya yang ketus, tegas, dan tidak suka dikekang. Namun di balik semua itu, Niken memiliki hati yang sangat lembut, ia bisa saja menangis hanya karena terbawa perasaan. Jangankan mengingat tentang Kanza, menonton drama Korea saja ia bisa menangis semalaman.
"Sorry, Al, gue gak bisa. Gue masih sayang sama Kanza," jawab Niken pelan.
"Kamu nggak akan bisa, sebelum kamu Cari Pengganti Kanza."
-TBC-
Pendek? Iya, emang sengaja kok. Awalnya 1800 kata, tapi karena takut readers bosan bacanya, jadi tinggal 1000, hehe.
Oh iya, lumayan bisa liburan satu minggu, jadi bisa lanjutin nulis, hoho.
Happy Weekend!
❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top