Part 12 (21+)
Numpang promo genks😍😍 Risti dan Suami Bayaran, kini sudah tersedia versi lengkapnya di Ebook ya genks😘😘
Adzan shubuh berkumandang dari ponsel Putri, seperti alarm yang telah distel sesuai waktunya. Putri terbangun dari tidurnya, mencoba meraih ponsel yang berada di sampingnya. Putri mematikan alarm tersebut, matanya masih setengah terbuka. Putri mengamati pakaian tidur yang ia kenakan. Alhamdulillah, masih terpasang rapi, tidak terasa aneh juga. Putri mengusap bibirnya juga biasa saja. Ada rasa lega disana. Pelan Putri turun dari ranjang super besarnya, agar Haerul tidak terbangun. Rasanya belum siap saat Haerul menatap dirinya yang sangat berantakan, saat bangun tidur.
Lima belas menit Putri di kamar mandi, akhirnya ia keluar dengan mengendap-ngendap, hanya memakai jubah mandi dan rambut yang digelung handuk. Putri melirik Haerul sekilas, suaminya itu masih tertidur. Putri berbalik, memunggungi Haerul, Putri membuka jubah mandinya, hingga tubuhnya polos, lampu kamar hotel masih remang-remang, sangat pelan dan hati-hati Putri membuka lemari dan mengambil dalaman serta baju gamis, yang sudah tertata rapi di dalam lemari. Sudah rapi, Putri mengambil mukenanya, bermaksud membangunkan suaminya. Putri berbalik, matanya melotot tajam, suaminya kini tengah duduk menatap dirinya, dengan senyuman penuh kebahagiaan.
"Eh...Bapak, sudah bangun!" Putri menunduk kikuk, sedangkan Haerul berdiri, kemudian berjalan pelan menghampiri Putri.
"Saya sudah lihat semuanya, Put. Meskipun dari belakang!" bisik Haerul, penuh minat. Putri tak berani menjawab, susah payah ia menelan salivanya.
"Yang ini begitu menggemaskan!" Haerul meremas bokong Putri. Membuat Putri berjengkit kaget. Dengan cuek Haerul melangkah menuju kamar mandi.
"Sholat jama'ah, kan. Pak?"
"Iya, sayang. Tunggu ya!" sahut Haerul lalu menutup pintu kamar mandi.
Mereka sholat shubuh berjamaah, sekali lagi Putri tersentuh dengan bacaan sholat suaminya yang begitu fasih dan indah didengar telinganya. Setelah salam, Putri mencium punggung tangan Haerul, begitu pun Haerul mengecup kening istrinya. Haerul menangkup kedua pipi Putri, membuat wajah Putri memerah menahan malu.
"Terimakasih, sudah mau menerima saya menjadi pendamping hidup kamu, Saya mencintaimu, Put!" bisik Haerul tepat di wajah istrinya, Putri melihat kesungguhan di mata Haerul. Dirinya memberanikan diri mengecup kening Haerul, satu kecupan sayang dengan segala pengharapan, agar rumah tangga yang mulai ia bina saat ini, bisa langgeng dan penuh dengan keberkahan.
"Kok keningnya sih?"
"Ininya dong!" Haerul memajukan bibirnya, masih dengan mukena lengkap, shubuh ini keduanya menyatukan perasaan. Entah bagaimana caranya, saat ini bukan saja mukena, melainkan pakaian Putri sudah berserakan di lantai. Begitu juga dengan sarung dan baju kaos Haerul. Dua kali Haerul mencoba namun tidak bisa, seperti terkunci rapat. Putri sudah histeris kesakitan, Haerul pun tak tega meneruskan agenda membuat adik untuk Heri.
"Kok susah ya, Put!" Haerul menggaruk kepalanya.
"Hiks...sakit, Pak!" rintih Putri sambil mengusap air mata yang menetes di sudut matanya.
"Iya, sudah. Maafkan saya, ya. Nanti kita coba lagi." ucap Haerul lembut penuh sayang, sembari menghapus air mata Putri.
Haerul menarik Putri ke dalam dekapannya. Mengusap-usap lengan Putri lembut.
"Mau tidur lagi atau mau sarapan?" tanya Haerul berbisik.
"Sarapan aja, Yuk!" Putri hendak bangun dari tidurnya. Namun dihalangi Haerul. Ia malah menggendong Putri, membawanya ke kamar mandi.
"Meski belum jadi nerobos gawang, tapi tetap harus mandi hadas besar ya neng!" ucap Haerul dengan senyuman manisnya. Putri pun mengangguk, di dalam kamar mandi, benar-benar hanya mandi. Haerul mengajarkan pada Putri, bagaimana caranya mandi hadas besar dengan benar.
Kini keduanya tengah menikmati sarapan di hotel, Putri memilih turun ke restoran dari pada makan di dalam kamar. Putri memilih sosis bakar jumbo dan kentang goreng, sebagai menu sarapannya. Mereka sarapan dengan lahap.
"Jadi inget punya Papa tadi!" celetuk Putri di tengah suapan sosis, Putri terkekeh.
Haerul ikut terbahak.
"Gedean saya punya dong!" sahut Haerul cuek.
"Iya, makanya susah masuk! Ga bisa dipres, Pa?" tanya Putri polos, kini keduanya terbahak. Haerul terus saja memperhatikan wajah Putri yang lebih fresh pagi hari ini. Selesai makan, mereka berjalan disekitaran hotel, terdapat taman mini yang diisi oleh aneka permainan anak-anak. Keduanya duduk di bangku taman. Memperhatikan beberapa anak kecil bermain bersama pengasuh, atau kedua orangtuanya.
"Saya ingin segera menimang anak kembali!" bisik Haerul sambil merangkul pundak Putri. Putri menoleh kepada suaminya.
"Kuliah saya bagaimana, Pa?"
"Kamu tetap bisa kuliah, besok sepulang dari hotel. Saya akan ke kampus mengurus kepindahan kamu."
"Bukannya kalau hamil nanti mabok, trus ngidam, ga bisa makan dan muntah-muntah, Pa?"
Haerul tersenyum simpul, mengecup pipi Putri dengan lembut.
"Kita balik ke kamar ya, kita coba lagi." bisik Haerul sambil merangkul pinggang Putri.
Suasana kamar yang tadinya rapi, kini berubah berantakan kembali. Haerul masih terus mencoba membobol gawang pertahanan. Namun sayang sekali, Putri tetap saja merasakan kesakitan luar biasa. Hingga sore hari mereka selalu gagal. Lagi-lagi Haerul kalah, tidak tega menatap wajah kesakitan istrinya.
Hingga malam menjelang, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di luar hotel, menikmati ibu kota yang selalu padat dengan kendaraan. Putri dan Haerul mengunjungi sebuah mall yang terletak tidak jauh dari hotel tempat mereka menginap. Mereka menonton, makan lalu membeli beberapa pakaian untuk Putri dan juga Haerul. Haerul mengajak Putri mampir ke sebuah toko berlian. Mata Putri berbinar.
"Pilih yang mana kamu suka, Neng!" ucap Haerul pada Putri, keduanya duduk berdampingan, menatap antusias aneka perhiasan yang berada di dalam etalase.
"Mahar yang papa kasih masih ada nih." Putri menunjukkan gelang di tangan juga cincin di jari manisnya.
"Ga papa, pilih lagi. Buat ganti-ganti!" sahut Haerul penuh kelembutan. Putri tersenyum simpul, akhir memilih satu buah cincin bermata berlian. Langkah Putri semakin ringan, suaminya terlalu sabar serta royal pada dirinya. Sepanjang jalan Haerul menggenggam jemari istrinya. Sesekali Putri meletakkan kepalanya di lengan Haerul.
"Kita coba lagi ya Pa, nanti!" bisik Putri sambil menyeringai.
"Nanti zonk lagi,Neng!" sahut Haerul sambil terkekeh geli bila mengingatnya. Entah terbuat dari apa gawang Putri, sehingga susah sekali untuk dibobol.
"Coba lagi sampe bisa!" ucap Putri tak mau kalah. Wajahnya cemberut.
Akhirnya mereka sampai di kamar hotel kembali. Keduanya bersih-bersih lalu melaksanakan sholat isya sebelum akhirnya naik kembali ke tempat tidur. Kali ini Putri yang berinisiatif menggoda suaminya, gerakan Putri yang kaku, terasa sangat aneh di mata Haerul, bukannya menikmati Haerul malah tertawa geli.
"Udah sayang, kita tidur saja, besok kita coba lagi di rumah." bisik Haerul sambil menahan hasratnya, namun sang istri terus saja menggoda.
Dengan air mata yang masih menetes, Putri tersenyum penuh kelegaan. Ia tak gagal menjadi seorang istri. Haerul mengecup pipi, kening, mata dan bibir Putri.
"Subhanallah, akhirnya gawang dapat terbuka setelah dapat berlian!" celetuk Haerul. Keduanya terbahak.
Berpelukan dalam remangnya lampu kamar. Diluar tampak hujan gerimis mulai menari indah, menemani senyuman kelegaan pada pasangan pengantin baru beda usia.
"Hhmmm...mungkin Si papa lupa punya anak kali ya, mentang-mentang pengantin baru. Ponselnya aja ga aktif!" gerutu Heri yang kini tengah duduk di teras rumah Putri. Wajahnya murung, menoleh ke dalam, suasana rumah sudah sepi. Heri tidak bisa tidur, berharap Ella menemaninya ngobrol, namun Ella malah sudah tidur dari sore.
"Den, Heri. Kok belum tidur?" suara serak Ella, membuyarkan lamunan Heri. Sedikit kaget Heri menoleh ke asal suara.
"Teh Ella, kok bangun?" tanya Heri balik.
"Teteh haus, Den. Liat ke teras masih nyala lampunya, saya kira siapa?"
"Udah malam, masuk yuk, Den. Nanti masuk angin!" ucap Ella polos. Heri patuh, langkah kakinya mengekori Ella yang masuk ke dalam rumah. Sebelumnya Ella mengunci pintu rumah. Ella hanya mengenakan daster butut sepaha. Heri tergoda. "Duh, Heri lo masih kecil!" Heri mengutuk dirinya sendiri.
Ella sepertinya tahu kalau Heri tak berkedip menatap dirinya.
"Lulus dulu sekolahnya, jadi orang sukses. Baru teteh bolehin, jatuh cinta sama teteh, ya!" Ella mengusap pucuk kepala Heri, senyumnya terbit.
Cup...
Secepat kilat Heri mencium bibir Ella. Ella masih terperanjat, ciuman pertamanya diambil bocah SMP.
"Saya pegang omongan teteh!"
****
Bapak anak, sebelas dua belas🤣🤣🤣
Vote dan komen ya😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top