9. Tindakan Gegabah

Liam dan Axel sudah sampai ke tujuan. Mereka berpijak di lantai teratas apartemen setelah berpuluh anak tangga telah dilalui.

Berdiri diam sebentar di atas lantai. Liam dan Axel memperhatikan beberapa helikopter yang terbang di sekitar mereka.

Mereka berlalu-lalang mencari korban. Beberapa helikopter yang terlihat berbeda dari helikopter lain sibuk menyiapkan amunisinya.

Suara dor terdengar bersahut-sahutan. Dalam hati Liam berdecak, suara bising dari ledakan peluru itu akan membuat para mayat hidup semakin terpancing untuk mendekati mereka.

Bahu ditepuk, Liam pun menoleh kepada Axel. "Ada apa?" tanyanya di sela bisingnya bunyi helikopter yang lewat.

Axel menunjuk ke atas, ke sebuah helikopter yang mendekat ke arah mereka. Sepertinya pilot helikopter itu melihat mereka dan ingin membantu, terlebih kelihatannya masih belum mendapatkan penumpang.

Axel memberi isyarat kalau mereka butuh bantuan. Ia melambaikan tangannya ke kiri dan ke kanan, memancing mereka untuk mendekat dan melemparkan tali--jika ada.

Axel mengajak Liam untuk mundur agar kepala mereka aman dari baling-baling besi tajam. Perlahan, helikopter itu mendarat ke atas rooftop dengan bunyi mesin yang memekakkan telinga.

Angin yang diciptakan dari baling-baling melambai-lambaikan rambut kelabu dan pirang milik dua pemuda itu. Menggantung di udara, kemudian sebuah tali jatuh dari dalam helikopter, dan seseorang berpengaman lengkap turun sambil berpegangan pada tali.

Setelah mencapai daratan, dia menatap Axel dan Liam bergantian. Kulit cokelatnya yang eksotis, ditambah rambut tebal serta kacamata hitamnya, membuat pria yang mungkin baru saja menginjak kepala 3 itu seperti seorang pemimpin perusahaan yang menyamar menjadi penyelamat.

"Selamat pagi, Tuan-Tuan." Pria itu menyapa. "Apakah hanya kalian yang kami bawa?" Dia bertanya langsung ke inti.

"Ada yang lain di bawah, berjaga-jaga," jawab Liam, membuat pria itu melepas kacamatanya.

"Berapa orang?"

Liam menghitung dengan jari tangannya. "2 laki-laki, 2 perempuan, satu orang anak," jawabnya lagi.

Pria beriris biru itu menatap sejenak Liam. Ia lalu membalik badan, mengambil protofon yang tertempel di dada, lalu memberitahu seseorang agar membawa satu helikopter tanpa tumpangan ke tempatnya.

"Arah jam 12, 37 meter. Aku di situ." Di sisi mulut yang komat-kamit, mata si pria menatap fokus ke sebuah helikopter dari arah Selatan. Ia sedang terhubung dengan helikopter itu, dan setelah mengetahui tempat yang ia beritahu, pilot helikopter tersebut segera mendekatkan helikopternya ke apartemen Gregory.

Mengalihkan sambungan, pria itu berbicara dengan pilot yang sedang menahan helikopter untuk tetap menggantung di atasnya.

"Terima kasih." Dia pun mengakhiri sebelum membalik badan.

"Kenapa kalian diam saja? Panggil yang lain ke sini! Kami akan mengantar kalian ke seberang," suruhnya garang. Liam dan Axel yang menganga melihat cara bekerja ala pria itu pun tertarik ke dunia nyata dan bergegas ke bawah--dengan Liam yang tak ikut, takut dibohongi oleh pria itu.

"Scar! Annie! Kita mendapatkan helikopter!" Menuruni tangga, Axel berucap girang. Setelah sampai di lantai satu, ia berhenti karena mendengar bunyi perkelahian.

Dengan cepat, Axel melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga. Kemudian ia berhenti, melihat Ryce dan Annie bersembunyi di balik pintu utama apartemen.

Scar--lagi-lagi--melawan mayat hidup untuk menyelamatkan nyawanya. Mereka pasti masuk ke dalam apartemen karena mendengar suara bising helikopter.

Gregory tampak berusaha membidik mayat hidup itu. Ada lima pisau di tangannya, dan saat dilempar, bukannya mengenai lawan, malah sedikit lagi melukai kepala Scar yang membelakangi bidikan.

Melihat pisau terakhir yang hendak dilemparkan membuat Axel berlari menghampiri. Ia menghentikan Gregory, mengambil pisaunya dan melemparnya tanpa membidik terlebih dahulu.

Seakan Dewi Fortuna berpihak padanya, bidikannya tepat sasaran. Pisaunya mengenai belakang kepala, membuat Scar kaget karena mendadak mayat hidup yang ia lawan mengerang dan memekik tertahan.

Scar menariknya ke samping, lalu menembak kepalanya. Setelah jatuh ke lantai, barulah Scar tahu kenapa makhluk itu mengerang kesakitan.

Menoleh sejenak kepada Axel yang datang tepat waktu, Scar mengedip berterima kasih dan Axel hanya tersenyum.

Setelah mendengar suara mesin dari rooftop, Axel teringat akan tujuannya. Ia pun mengajak semua orang untuk ke atas karena dua helikopter sudah bersedia menolong mereka.

Scar, Ryce dan Klaire, Annie, dan Axel yang menggendong Gregory karena lambat berjalan berlari menaiki tangga. Sampai di rooftop, mereka mendapatkan tatapan kurang mengenakkan dari pria cokelat tadi dan tatapan kesal dari Liam.

Hanya saja, suasana tegang itu mencair saat Scar mengetahui siapa orang yang ada di depannya. Pria cokelat itu juga tahu dengan Scar. Ia tidak menyangka akan menemukannya di keadaan genting seperti sekarang.

"Scar Henderson! Kau cuti ke sini rupanya," sapanya girang.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu, Rico," sahut Scar, tersenyum bertemu teman sesama tentara angkatan udaranya.

Perbincangan hangat itu terjeda saat terdengar suara derap kaki dari arah tangga yang mengarah ke rooftop. Scar yang sudah tahu siapa itu segera menyuruh semua orang untuk mundur dan ia akan menghadapi makhluk-makhluk kelaparan itu.

Rico sempat bertanya apa yang akan terjadi. Scar pun menjawab, "Tembak mereka tepat di kepala!",  membuat Rico mengangguk mengerti dan segera menyiapkan senjatanya.

Sementara itu, Liam, Axel, Gregory, dan Annie saling menolong agar dapat naik ke helikopter menggunakan tali. Ryce tidak tahu harus melakukan apa. Dia tidak pernah memanjat sesuatu sebelumnya, terlebih yang harus ia panjat merupakan tali tambang.

Scar menoleh ke belakang beberapa kali untuk mengecek apakah mereka sudah naik ke helikopter.
Pikirannya sontak buyar saat ia menoleh untuk yang kesekian kali, Ryce tampak diam tak berkutik menatap ke arah tali.

"Ryce, panjat talinya!" suruhnya keras, menandingi suara bising baling-baling.

"Scar, aku ...." Ryce menjeda ucapannya. Ia mendongak ke atas dan melihat Annie sudah mencapai tujuannya.

"Ryce, di sini sudah penuh. Di helikopter satunya saja ya!" Annie melongokkan kepala ke bawah. Ia menatap bersalah Ryce yang kebingungan terlebih melihat mayat-mayat hidup bermunculan dari tangga membuatnya panik.

Ryce pun pergi ke tali helikopter yang satunya. Sambil menggendong Klaire yang menangis ketakutan, ia mencoba memanjat tali.

Tidak berhasil.

Mencoba lagi, lagi-lagi tidak membuahkan hasil.

Ryce sama sekali tidak tahu bagaimana caranya. Ia pernah melihat caranya di televisi, tetapi dia tidak dapat mempraktikkannya.

"Ryce!" Melihat Ryce belum naik juga ke helikopter membuat Scar berteriak lagi. "Rico, jaga aku! Aku harus mengamankan istri dan anakku."

Entah dalam keadaan sadar atau tidak Scar mengatakan itu. Rico yang sibuk menembak mengernyit sejenak--baru tahu Scar memiliki istri dan anak.

Scar pun meraih tali dan menyuruh Ryce untuk mengalungkan tangannya ke lehernya. Ryce pun mengalungkan tangannya, berusaha agar tidak mencekik Scar, dengan tangan satunya menggendong Klaire yang masih berusaha ia tenangkan.

Walau berat, Scar menarik dirinya dan mulai memanjat tali.

Rico tetap menembak sambil berjalan mundur. Pelurunya hampir habis dan ia akan segera meraih tali jika Ryce dan Scar sudah sampai ke atas.

Meringis beberapa kali, Ryce dan Scar berhasil masuk ke dalam helikopter. Tidak menunggu Ryce mengucapkan terima kasih, Scar mengeluarkan sebagian kepalanya dan mengarahkan moncong senjatanya ke beberapa mayat hidup yang menghampiri Rico.

Rico sedang berusaha untuk naik, Scar akan melindunginya dari dalam helikopter.

Berkatnya, Rico dapat fokus. Ia pun sampai ke atas, lalu menarik-narik tali tambangnya, sebelum menyuruh kawannya yang mengendalikan kemudi pilot untuk segera beranjak mengikuti helikopter satunya--helikopter berisi Liam, Gregory, Axel, dan Annie.

Mereka sudah berada di perbatasan kota saat seorang mayat hidup dari dalam gedung perkantoran yang tinggi melihat helikopter. Melihat kalau isinya adalah manusia, ia pun segera melompat, memecahkan kaca gedung dan jatuh tepat di jendela depan helikopter.

Si pilot, Rico, Scar, dan Ryce tentu saja kaget. Mereka panik, terlebih sang pilot mulai kehilangan kendali dan helikopter mereka menabrak bagian samping sebuah gedung.

Ryce memekik, Scar menyiapkan dirinya. Helikopter mulai jatuh, menyusul si mayat hidup yang telah berbuat keonaran.

Tak hanya Scar, Rico dan pilot juga. Sama-sama terlatih di angkatan udara membuat mereka tahu harus melakukan apa.

Helikopter jatuh dari ketinggian kesekian kaki dari udara. Melesat cepat dan setelah tepat, Scar memeluk Ryce dan mendorongnya untuk keluar, lalu menahannya untuk jatuh sebelum menggulingkan diri ke aspal guna menghindari luka serta sakit benturan di badan.

Rico dan si pilot juga demikian. Mereka berhasil selamat, tetapi di tengah-tengah berkumpulnya para mayat hidup.

Rico menoleh kepada si pilot, si pilot juga menoleh kepadanya. Mereka mulai mempersiapkan senjata bersamaan dengan Scar yang menarik Ryce untuk bangkit dan berlindung di belakangnya.

Mereka mundur sampai punggung mereka saling bersentuhan satu sama lain. Melihat mangsa sudah dikepung dan tak dapat ke mana-mana, semua mayat hidup itu pun meraung senang dan berlari ke arah mereka.

Scar, Rico, dan si pilot beraksi dengan senjata apinya, sedangkan Ryce menutup telinga Klaire yang kembali ketakutan.

Beberapa mayat hidup tumbang dengan lubang di kepala. Beberapa masih berusaha mendekati setelah kaki mereka berhasil ditembus timah panas.

Sampai akhirnya Rico kehabisan peluru. Ia panik, mulai mencari-cari peluru di dalam saku baju dan celananya.

Tak dapat menemukannya, ia merebut senjata rekan pilotnya, lalu kembali menembak dan menyuruh si pilot yang tidak terima untuk tetap tenang.

Akan tetapi, sama seperti tadi, peluru senjata si pilot habis. Scar menolak untuk meminjamkan senjatanya, membuat Rico tak dapat berpikir tenang dan mulai melakukan tindakan gegabah.

Rico mendorong si pilot ke segerombol mayat hidup yang berlarian ke arahnya. Si pilot sempat berteriak marah sesaat, lalu meminta tolong akibat digigit, sebelum dirinya mulai dilahap oleh makhluk-makhluk rakus itu.

"Rico, apa yang kaulakukan!?" Scar berteriak marah. Ia tidak terima Rico melakukan perbuatan gegabah dengan cara mengorbankan rekan kerjanya.

"Perhatian mereka teralihkan. Ayo, pergi!" Tak peduli, Rico menarik tangan Scar untuk berlari.

***

Protofon: Bahasa Indonesia (yang lebih mudah digunakan bagiku) untuk walkie-talkie

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top