34. Terkepung

Tepat setelah helikopter jatuh di rooftop, Ryce berpisah dengan Scar. Ia tidak sempat untuk berteriak karena matanya kelilipan dimasuki debu.

Ia meraba udara dan membuka mulut untuk bersua. Baru saja hendak memanggil Scar, ia terbatuk karena gumpalan debu di sekitarnya masuk ke kerongkongan.

Ryce tidak dapat bicara lagi. Tenggorokannya seketika kering.

Beberapa saat kemudian, ia mendengar geraman entah dari mana. Ia menoleh ke sana-sini dan sempat melihat kain putih melambai-lambai samar di kepulan debu.

Setelah itu, ia melihat sepasang mata merah. Mata itu semakin mendekat dan muncullah seseorang yang kekar dengan bulletproof di badannya.

Senjatanya tertempel lengkap beserta pengaman. Akan tetapi, dia adalah seorang mayat hidup dengan leher menampakkan organ. Darah mengalir deras dari sana.

Ryce mundur, ia bersembunyi di balik gumpalan debu. Dia terhenti saat menabrak sesuatu di belakangnya, sebelum berteriak serak memanggil nama Scar karena ia menabrak seorang mayat hidup.

"SCAR!!!"

Ryce langsung berlari untuk menghindari mereka yang mengejarnya setelah ia berteriak. Tak fokus, Ryce jatuh dari apartemen sebelum menghantam keras tangga darurat yang jaraknya beberapa meter dari tepi rooftop.

"AH!!!" Ryce memekik sakit, seluruh tulangnya dirasa patah. Ia meringis dan hampir menangis jika dua mayat hidup itu tidak hadir di hadapannya.

Mereka sepertinya menyukai Ryce, sampai-sampai rela hati terjun dari atas. Mereka juga menghantam keras tangga darurat, tetapi agaknya rasa sakit itu tidak mereka rasakan karena malah mereka meraung untuk melahap Ryce.

Ryce sontak bangkit. Ia sempat jatuh kembali karena kakinya yang sakit. Menuruni tangga sampai ke lantai 2, Ryce melompati pagarnya. Berguling dan sempat melirik ke atas, ia kembali bangkit dan berlari lagi.

Tak lama kemudian, dua mayat hidup berbadan kekar itu menyusulnya. Ryce yang lelah berlari, memaksa tungkainya untuk bergerak dan mencari tempat sembunyi.

Bersembunyi di suatu gang, ia sedikit lagi ditangkap. Bersembunyi di toko orang, ternyata pintunya terkunci. Mengumpan mereka agar menjauh dengan seonggok mayat di tengah jalan, Ryce mendapat sedikit waktu. Ia bersembunyi di gang sempit nan gelap, bersandar lelah dengan dada naik-turun, sebelum terdengar geraman dari luar gang.

Salah seorang dari mayat hidup itu berhasil memergokinya bersembunyi. Namun, agaknya penglihatannya terganggu dan ia tidak dapat melihatnya.

Hanya saja, ia mendengar napas tak beraturan Ryce. Ia pun masuk dan Ryce segera menahan napasnya selama beberapa detik.

Makhluk itu berada tepat di sampingnya, wajahnya berada dekat dengan kepalanya. Ryce sudah tidak tahan menahan napas, ia mendongak ke atas.

Makhluk itu akhirnya mengerang tidak suka dan berbalik. Ia keluar dari gang dan pergi ke arah kanan dengan langkah terseok, membuat Ryce membuang napas dan menghirup rakus udara di sekitar.

Bulir-bulir keringat berjatuhan dari wajahnya. Ryce mengelapnya dengan punggung tangan.

Ia bersyukur bisa selamat. Ryce merosot setengah duduk dan menyibak rambutnya.

Di saat itulah kesadarannya datang. Ryce menyelamatkan diri sendirian.

"Scar. Di mana dia? Klaire?" Ryce cemas. Ia bangkit dan pergi ke luar gang. Masih terlihat satu mayat hidup yang masih memakan mayat yang tadi dibuatnya menjadi umpan. Ryce menatap ragu, ia bisa saja selamat saat keluar, tetapi pasti tidak selamat saat pergi, Ryce menoleh ke belakang.

Kegelapan gang membuatnya meneguk ludah. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Tidak mungkin ada jalan di kegelapan itu. Ia terjebak!

Namun, Ryce memberanikan diri. Ia pun masuk semakin dalam ke dalam gang, berjalan sambil meraba tembok gang, sampai berhenti karena menabrak sebuah kayu bersusun yang kemudian Ryce angkat dan singkirkan dari jalannya.

Terlihatlah cahaya kecil di ujung: jalan keluar. Ryce bergegas ke sana. Ia pun keluar dari gang gelap itu.

Setelah itu, Ryce menghirup udara sekitar dengan rakus kembali. Ia duduk dan mengatur detak jantungnya. Dia ketakutan. Dia sendirian, dikejar dua zombie seorang diri beberapa waktu yang lalu dan untunglah selamat.

Selama beristirahat, ia tidak berhenti berpikir tentang Scar. "Di mana dia? Apakah dia baik-baik saja? Apakah aku masih bisa menemuinya?"

Ryce memegang kepala, ia mengacak-acak rambutnya. Frustrasi. Ia takut tidak dapat bersama Scar dan Klaire lagi.

Beberapa saat kemudian, terdengar langkah di belakang. Ryce sontak menoleh dan berharap itu adalah Scar, bukan mayat hidup atau sejenisnya.

Namun, kepalanya baru berputar beberapa derajat saat dirinya didekap dan disekap. Mulutnya ditutup kuat dengan tangan seseorang yang lengannya mengapit leher Ryce.

"Aku mendapatkanmu," kata Naki yang tersenyum senang.

Ryce terbelalak. Ia langsung ketakutan.

Terdengar bunyi tutup suntikan yang dilepas. Ryce melirik ke samping dan menemukan tangan Naki yang bebas memegang sebuah suntikan berisi.

Ryce langsung memberontak dan berusaha melepaskan diri. Ia tidak mau disuntik, ia tidak mau menjadi mayat hidup.

Memberontak, jarum suntik yang berusaha menusuk leher Ryce itu tak kunjung mendarat di sasarannya. Ryce tidak peduli, bahkan saat ujung jarum suntik mengenai kulit leher dan melukainya.

Naki yang berusaha menahan Ryce lebih lama dan lebih kuat lagi akhirnya melepaskan Ryce, untuk sejenak. Ryce dibiarkan bernapas, tetapi saat ingin bangkit, ia ditarik dan bokongnya menghantam aspal trotoar.

"Lepaskan! Apa maumu!? Aku tidak pernah melakukan apapun kepadamu. Kenapa kau sangat ingin menyuntikku, Naki!?" tanya Ryce yang kembali memberontak saat lehernya diapit lengan Naki.

"Kau tahu jawabannya, bukan? Kenapa malah balik bertanya?" jawab Naki, lalu perlahan mencekik leher Ryce dengan lengannya

Ryce baru ingin menyahut sebelum terdiam mangap-mangap bak ikan yang dikeluarkan dari akuarium. Lehernya dicekik, membuatnya menggelepar dan mencakar-cakar lengan Naki.

"Serahkan semuanya kepadaku, Ryce. Aku dapat mengurus mereka semua," bisik Naki, tepat di depan telinga Ryce.

Ryce tidak menjawab, ia semakin mencakar kuat lengan Naki sampai cakarannya melukai dan darah Naki mengotori kuku-kuku jarinya. Naki akhirnya tak tahan. Dia langsung mengarahkan suntikan dan menusukkannya ke leher Ryce.

Cekikan terhenti, Ryce terbelalak. Ia sudah dapat mengambil napas dan tidak seheboh tadi, tetapi matanya berlinang.

Tangannya yang berada di leher Naki perlahan jatuh bak kehilangan tenaga. Tepat saat itu, Naki menekan pegas suntikan dan memasukkan cairan kehijauan itu ke dalam tubuh Ryce.

Sontak, air mata Ryce mengalir. Cekikan di lehernya terlepas dan ia terduduk dalam diam.

Naki tersenyum penuh kemenangan dan menjauh dari Ryce. Ryce memegang kepalanya, lalu menutup wajahnya.

Dor!

Naki yang menyeringai, memurungkan wajah dengan baju lengan kiri yang berubah warna. Rasa panas menjalar sampai ke wajah, membuat Naki menutup mata dan terduduk sebelum jatuh mencium aspal.

Derap langkah terdengar selanjutnya, tidak diacuhkan Ryce. Sampai akhirnya kepalanya dipaling dan terlihatlah wajah Scar yang panik di depan matanya.

"Scar," seru Ryce, serak. Scar menghapus bulir keringat di wajahnya, lalu menggendongnya.

Saat ingin digendong, Ryce mendorong tubuh Scar dan menjauh darinya. Tepat saat itu, terdengar suara mesin helikopter di langit-langit.

Scar ingin meraih Ryce lagi dan membawanya ke tempat aman untuk diobati. Namun, Ryce menolak dengan air mata di pipinya.

"Naki berhasil menyuntikku. Aku tidak bisa ikut denganmu!" teriaknya tak mau, terpaksa.

"Ryce, kita bisa mengatasinya bersama. Kau tidak akan menjadi zombie. Yakinlah kepadaku," pinta Scar.

"Tidak!" sahut Ryce. "Aku tidak akan ikut denganmu. Aku tidak mau membunuh kalian."

"Ryce!" Scar sontak meraih tangan Ryce. Ia mengenggamnya dengan kuat dan menatap penuh arti kepada mantan istrinya. "Jika kau tidak mau ikut aku, tidak mengapa. Tapi, jika kau tidak ingin mendampingi Klaire lagi, aku keberatan," ujarnya.

Tangis Ryce pecah. Ia benar-benar sangat ingin ikut mereka. Ia masih bisa menahan dirinya. Ia bisa bersama Klaire dan Scar lagi.

Namun, Ryce mulai merasakan panas di sekujur tubuhnya. Ia mengerang keras, lalu bangkit disusul Scar.

"Aku tidak akan ikut kalian! Pergi dariku! Sekarang!" suruh Ryce, keras.

"Ryce, aku bisa menjagamu. Aku tidak akan membunuhmu dan kau tidak akan menjadi zombie. Aku janji." Scar berusaha menyakinkan sekali lagi.

"Tidak, Scar. Aku tidak bisa!" Ryce menyahut dengan suara parau. "Aku akan berubah sebentar lagi. Akan sangat berbahaya jika kau masih bersamaku."

Ryce menatap harap Scar. "Aku tahu kau sayang kepadaku. Tapi, aku tidak bisa bersamamu lagi, kau tahu?"

Scar mengerjap.

"Kita berbeda. Sudah sangat berbeda. Kumohon pergilah! Selamatkan diri kalian," pinta Ryce.

"Bukankah kau sudah berjanji untuk bersama kami sampai helikopter membawa kita ke tempat aman?" Perkataan Annie membuat Ryce mengingat kembali janjinya. Ia juga mengingat perkataan kemarin yang dilayangkannya kepada Scar akibat gagal mendapat bantuan helikopter akibat Naki.

Suara bergemuruh terdengar. Derap langkah berbunyi keras dan terlihat di ujung jalan ada ratusan mayat hidup yang ingin menangkap mereka.

Ryce terbelalak dan menarik tangan Scar, serta Axel, Harlie, dan Annie untuk masuk ke dalam gang gelap yang tadi dilewatinya.

Saat memegang tangan Annie, Ryce menatap Klaire. Waktu seakan melambat dan Klaire tampak tersenyum senang melihat ibunya lagi.

Ryce menumpahkan air mata. Ia pasti bisa selamat dari kejaran para mayat hidup itu. Akan tetapi, cairan di dalam tubuhnya tidak akan membiarkan hidup. Kesempatan untuk bertemu dengan Klaire lagi sudah tidak ada.

"Maafkan Ibu, Klaire." Ryce menempelkan dahinya. Waktu kembali normal dan Ryce mendorong Annie sebelum berlari meninggalkan mereka.

Ia memancing semua mayat hidup yang entah bagaimana bisa menemukannya itu untuk mengejarnya. Mereka pun mengejar Ryce, tidak peduli di salah satu gang ada sekumpulan manusia yang siap disantap, manusia-manusia yang mengacak-acak rambut karena frustrasi akibat kelakuan Ryce.

Klaire sempat berteriak agar ibunya kembali dan menggendongnya seperti dulu. Saat mendengarnya, air mata Ryce kembali mengucur dan membuat hatinya sakit.

Ryce berada di perempatan, ia bingung akan memilih jalan yang mana.

Baru saja melangkah untuk pergi, ia berhenti dan berbalik. Rupanya jalan itu telah dikuasai sekelompok mayat hidup.

Baru saja berbalik, kaki Ryce tersandung. Ia jatuh kembali ke aspal dan berusaha bangkit saat para mayat hidup yang tadi mengejarnya berhasil meraih kakinya.

Ryce berusaha melepasnya, ia masih ingin hidup sebagai manusia. Ia lebih baik menjadi mayat hidup akibat cairan daripada merasakan gigitan menyakitkan dari para zombie di belakangnya.

Namun, agaknya Ryce tidak berhasil kali ini.

Ryce sontak tak dapat bergerak kala kakinya digigit.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top