31. Naki Kembali Berulah II

Scar terpaku, hatinya sesak. Ia baru saja mencintai Ryce kembali saat dia memutuskan untuk pergi darinya. Namun ia tidak mau meninggalkan Ryce sendirian, ia pun bersiap untuk menguntitnya. Scar tidak peduli nanti Ryce akan marah kepadanya, berkata-kata kasar di depannya, asalkan mantan istrinya itu selamat sampai ke pantai.

Scar berjanji akan melindungi Ryce, apa pun yang terjadi. Scar rela Ryce pergi darinya, asalkan dia selamat sampai ke tujuan.

Scar masuk ke dalam rumah dan tidak mengidahkan pertanyaan Annie. Scar berlalu sebagai jawaban, membuat Annie, Axel, dan Harlie saling pandang sebelum mengikutinya di belakang.

Berberes, mereka pun menyusul. Mengekori, Scar pun berbalik.

"Kenapa kalian mengikutiku?" tanya Scar yang mulanya tidak suka diikuti. Ia ingin hanya dirinya yang menguntit Ryce, bukan bersama keluarga dan teman militernya.

"Sendirian tidak aman, bukan? Maka kami mengikutimu," jawab Annie. "Biar kutebak, kau ingin menguntit Ryce sampai ke pantai, 'kan? Kau ingin tahu apa yang akan dia lakukan di sana, apakah benar-benar pergi atau hanya bercanda."

Scar berdecak. Annie sempat menyangka kalau kepergian Ryce adalah suatu candaan. "Ryce memang benar-benar akan meninggalkan kita dan pulau ini, Annie. Dia tidak bercanda."

"Itu hanya kiasan." Annie mulai keras kepala.

"Stt! Diamlah! Dia akan mendengar kalian," suruh Harlie, mengarahkan telunjuk kepada Ryce yang berada cukup jauh dari tempat mereka ke depan. Scar menyenggol bahu Annie, Annie balik menyenggol karena tidak terima percakapan itu dimulai olehnya, sebelum berakhir fokus dan melanjutkan mengendap-endap.

Ryce sebenarnya sudah tahu kalau ia diikuti. Namun Ryce memilih tidak peduli.

Klaire masih tertidur di gendongannya, begitu pulas. Jika seandainya anak itu bangun, maka ia akan risih mendengarnya memberontak tidak mau dipisahkan dari ayahnya.

Bukan tanpa alasan Ryce tidak mengacuhkan untitan keluarga dan anak muda yang bersama mereka. Ia ingin mereka sedih melihat kepergiannya.

Jika mereka memohon untuk ikut, Ryce tidak akan memperbolehkan. Toh, perahunya hanya muat dua orang, satu si pengendali mesin, satunya lagi dirinya dan Klaire.

Ryce berbelok, percakapannya dengan Scar yang tadi terjadi bergema kecil di telinga. Ryce memasang wajah murung sambil menatap kakinya yang melangkah. Telinga kanannya sibuk mendengarkan sebuah langkah ringan di seberang trotoar. Ryce melirik, menemukan Naki yang akan melindunginya sampai ke pantai, lalu fokus lagi ke pemikirannya.

Setelah suara percakapan itu menghilang, barulah terdengar suara dari alam bawah sadarnya. Ryce padahal masih sadar, tetapi ia mendengarnya dengan sangat jelas.

"Apakah keputusanmu ini keputusan yang sudah kau pertimbangan, Ryce?"

Mirip suara ayah Scar saat masih hidup, Ryce menggeleng. Ia lanjut melangkah dan suara bernada sama, serta berkalimat sama tergiang dan membuatnya berhenti untuk menenangkan diri.

Mungkin suara-suara itu hasil dari rasa was-wasku yang ingin pergi dari pulau bersama orang lain, batin Ryce.

Walaupun berhenti was-was, suara itu tetap tergiang. Ryce akhirnya tidak peduli dan berjalan kembali, lalu perlahan suara itu pun hilang.

Terlihat pagar kawat dengan jeruji ketupat tak jauh di depannya. Saat itu matahari sudah naik setengah lingkaran, membuat pandangannya awas dan ia melangkah lebih cepat.

Tepat saat itu, Klaire bangun dari tidurnya. Ia menguap panjang, lalu memperhatikan sekitar yang bergerak.

"Mama?" panggilnya. Ryce segera berhenti dan menghadapkan wajahnya ke kepala Klaire. Anak itu tampak kebingungan karena terbangun di tengah-tengah trotoar jalan. Sebelumnya dia tidur di rumah, beralasan jaket ibunya yang kini menyelimuti dirinya.

"Diam saja ya. Ibu akan ceritakan semuanya nanti," pinta Ryce, membuat Klaire mengangguk. Karena pandangan yang masih buram akibat baru bangun, anak itu tidak melihat ayah, bibi, paman, dan anak muda yang selalu diajaknya bermain berjalan tak jauh di belakang sang ibu.

Ryce mendekati pagar kawat dan mencari celah untuknya menembus. Ryce membuang napas, tidak ada lubang besar di pagar itu dan pagarnya begitu tinggi.

"Kenapa berhenti?"

Ryce dan Klaire melompat kaget mendengar seseorang berbicara di samping mereka. Saat dilihat, ternyata itu Naki.

"Aku tidak tahu memanjat. Tidak ada lubang juga di pagar ini." Ryce memeluk salah satu jeruji pagar kawat dengan jarinya dan mendorong-dorongnya.

"Biar aku bantu," tawar Naki sambil merebut Klaire dari Ryce. Ryce baru saja hendak menariknya lagi sebelum Naki menyambung. "Coba panjat! Jeruji-jeruji pagar itu muat di kakimu."

Ryce melihat kakinya yang masih dipasangi sandal. Ia tidak memikirkan itu sebelumnya, membuat Ryce mengangguk dan segera berusaha menaikinya.

Namun tanpa ia sadari, Naki menurunkan Klaire dan membiarkannya menjauh perlahan dari ibunya. Tatapan menolong yang tadi tergambar di matanya kini hilang bersamaan dengan suntikan yang keluar dari saku jas panjangnya.

Ryce sudah berada di puncak dan menyodorkan tangannya untuk mengambil Klaire. Namun, ia terkejut mendapati Naki tidak menggendong putrinya, melainkan diam dengan jarum suntik di tangannya.

Klaire terlihat sudah sangat jauh darinya, menghampiri plat mobil yang lepas dari tempatnya. Ryce terbelalak, lalu menatap Naki lagi. Baru saja hendak mengarahkan netra, kaki Ryce ditarik dan wanita itu jatuh terjerembab ke aspal dengan keras.

"Kau wanita yang mudah diperdaya, Ryce." Di sela-sela ringisannya, Naki berjalan mendekat. "Jika aku tahu ada perahu di pantai, aku tidak akan punya waktu untuk mengikutimu."

Dirasa sakit di badan mulai berkurang, Ryce menyahut, "Apa maksudmu?"

Naki tertawa. "Tidak ada perahu di pantai," jawabnya.

Ryce melebarkan mata. Ia telah dibohongi.

"Senang dapat membohongimu, Ryce Henderson." Mimik wajah Naki berubah, lelaki itu meraih leher Ryce dan membuka tutup jarum suntikan.

"Hei!"

Naki menoleh pelan ke asal suara, dengan Ryce yang mencakar-cakar tangannya karena dicekik. Mata Naki menangkap Scar sedang mengarahkan moncong senjata kepadanya, membuat Naki tersenyum miring dan mengeratkan genggaman di leher sebelum menjatuhkan Ryce ke tanah, lagi.

"Aku sudah tahu kau akan mengikuti Ryce, Scar," kata Naki. "Tumben. Biasanya kau jahat kepadanya dan masa bodoh dengan semua hal yang ia lakukan."

Scar menekan pelatuk dengan tenaga kecil. "Jangan apa-apakan istriku, kau mengerti? Pergilah sebelum aku menembakmu karena berusaha mencelakai ibu dari anakku!" suruhnya penuh penekanan.

Naki memutar malas bola matanya. "Tidak semudah itu, Pria yang Kembali Mencintai Istrinya," ejek Naki. "Aku sudah menyiapkan kejutan untuk kalian."

Brak!

Scar dengan Annie yang menggendong Klaire di belakangnya, beserta Harlie dan Axel yang siap dengan senjatanya, melompat kaget. Pintu sebuah gedung di sisi kiri jalan baru saja ditendang dan keluarlah mayat-mayat hidup yang kelaparan.

Scar segera berlari dan menghampiri Ryce untuk menggendongnya, menjauh. Saat melewati Naki, Scar sempat melayangkan tatapan tajam penuh kebencian kepadanya sebelum mengangkat Ryce dan pergi bersama.

Tanpa disangka, Annie dan Klaire, serta Axel dan Harlie mengambil jalan lain untuk menghindari gigitan. Axel tampak melawan dengan cara memukul mereka guna mengurangi lawan, tetapi karena tidak efektif, ia pun kembali berlari.

Scar sempat melirik Naki, melebarkan mata karena lelaki itu tidak digigit sama sekali.

Para mayat hidup itu melewatinya, seakan-akan dia juga mayat hidup yang berpura-pura menjadi manusia. Naki juga memerintah mereka, layaknya bos kepada pegawai, dan pada mayat hidup itu menaatinya seakan-akan Naki adalah pemimpin mereka.

Scar pun berbelok ke jalan besar dan berlari secepat mungkin. Ryce yang berada di gendongan Scar hanya menatapnya tanpa berkedip, dengan air mata mulai bercucuran.

Tidak ingin menangis karena menyesal kepada diri sendiri, Ryce merebut senjata Scar dari tangannya. Ia mengarahkan moncongnya dan membidik, sebelum melesatkan peluru dan terkena satu.

"Ryce, biarkan saja mereka berlari! Jangan buang-buang peluru!" suruh Scar setelah mendengar ledakan peluru dari senapannya.

"Aku ingin membayar kesalahanku. Biarkan aku menembak lagi," sahut Ryce, setengah berteriak di sela angin pagi yang berhembus kencang.

Scar gundah. Ia tidak ingat ada berapa peluru di sakunya. Ia tidak tahu apakah peluru-peluru itu mampu melindunginya dan Ryce sampai sore saat helikopter kemarin mendarat. Scar tidak boleh membuangnya dengan percuma.

Menemukan gang buntu, Scar masuk ke sana. Ia memiringkan tubuh agar dirinya yang mengendong Ryce ala bridal style muat untuk masuk.

Setelah pintu masuk gang tertutup dengan para mayat hidup yang berebut untuk masuk, barulah Scar menurunkan Ryce dan mengambil senapannya. Melihat masih ada waktu untuk mereka pergi dengan selamat, Scar menarik tangan Ryce.

Mereka mencari jalan keluar lewat jalan lain yang ada di gang.

Sempat putus asa karena mendadak gang itu berubah menjadi labirin, sampai akhirnya terlihatlah sebuah jalan besar membentang di luar sebuah laluan.

Berlari bersama, mereka berhasil selamat.

Di jalan yang sepi itu, akhirnya Ryce terduduk.

Scar sigap menangkapnya, lalu mendudukkannya dengan perlahan. Ryce menangis kencang, berusaha melepaskan tangannya dari Scar sebelum Scar memeluknya.

Tangisan penyesalannya tumpah ke dada Scar dan membasahi bajunya. Scar hanya mengelus pelan rambut Ryce, lalu mencium puncak kepalanya dan bilang, "Aku memaafkanku."

"Aku t-tidak pernah berencana untuk meninggalkanmu. T-Tapi, aku selalu mengingat masa laluku bersamamu dan itu dimanfaatkan Naki yang selama ini menguntitku untuk disuntik," sahut Ryce, sesengukan dan tergagap-gagap.

"Aku sudah bilang 'kan kalau Naki bukan lelaki baik-baik," kata Scar yang membuat tangisan Ryce semakin menjadi.

"Aku menyesal. Aku sangat menyesal, Scar." Ryce mengenggam baju Scar. "Maafkan aku," pintanya.

Scar tidak menolak, ia pun melerai pelukannya. Dihapusnya air mata sang mantan istri dan disatukannya dahinya dengan dahi Ryce.

Ryce segera meraih wajahnya dan mencium bibirnya. Scar sempat ingin menarik diri, tetapi saat tahu Ryce perlahan tenang karena menciumnya, maka Scar membiarkan dengan sesekali membalasnya.

Tautan mereka pun lepas dengan Ryce yang menghapus sisa-sisa air mata di pipinya. Ia baru ingat Scar tidak suka dirinya menangis, membuatnya menatap dengan pandangan berharap agar pria itu tidak marah.

Bukannya marah, Scar malah memeluk Ryce kembali. Pelukannya hangat, membuat Ryce menyungging senyum kecil didekapannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top