30. Ryce Pergi
Tidak ada yang mengerti dengan perkataan Ryce yang terucap barusan. Terlebih Scar yang mengerutkan dahi sambil mengingat-ingat apakah dirinya pernah berlaku licik kepadanya--selama ini ia hanya melakukan kekerasan kecil sampai sedang kepada wanita itu.
Ryce sudah sangat muak melihat ekspresi berpikir Scar. "Kau tidak perlu berpikir lebih banyak lagi. Katakan saja, kau ingi rujuk denganku agar nanti kau bisa melakukan kekerasan lagi kepadaku, 'kan?"
Scar tentu saja kaget. Annie menutup mulut dan Harlie terbelalak. Axel segera menjauhkan Klaire dari orang tuanya dan mengajaknya bermain entah memainkan apa. Namun, anak itu menetapkan netra kepada orang tuanya dengan wajah ingin menangis.
"Ryce, aku tidak tahu apa maksudmu mengatakan itu. Tapi, aku benar-benar ingin kembali kepadamu. Aku ingin memulai semuanya dari nol dan mengubah sifatku," jawab Scar setelah menghela napas.
"Kau pikir aku akan memercayainya?" Ryce melotot kepada Scar, membuat Scar tak dapat lagi menahan kemarahannya untuk memuncak. Tangannya mengepal, wajahnya menegang, dan rahangnya terkatup rapat. Ia baru saja hendak melemparkan bentakan agar wanita itu diam karena apa pun yang dia katakan, itu hanyalah sebuah omong kosong, tetapi ia kembali menahan diri.
"Selama ini, saat kau pulang ke rumah, kau tidak pernah tersenyum kepadaku. Kau tidak pernah bermain bersama anakmu kecuali Annie dan Axel ikut denganmu." Ryce mengingatkan Scar pada masa lalunya saat masih membenci Ryce. Ia mengucapkannya berapi-api, bahkan nadinya terlihat menonjol di leher.
"Jika Klaire menangis, kau marah kepadaku. Kau menamparku, memakiku, dan membentakku." Scar melebarkan mata karena mengingat masa lalunya. "Aku sudah berusaha bersabar setiap hari mendapati perlakuanmu, tapi kau tidak ada sadarnya."
Scar tidak ingin mengingat lebih jauh masa lalunya karena ada Harlie yang mendengarkan. Ia merasa tidak enak dan menatap Ryce dengan tatapan memohon agar wanita itu menghentikan perkataannya. "Langsung ke inti." Scar kehilangan kata-kata.
Ryce berdecak, ia tersenyum miring. "Saat kita masih bersama, kau melakukan kekerasan kepadaku. Apakah kau mendadak ingin rujuk denganku karena kau ingin menyakitiku lagi seperti-"
"Ryce!" Scar membuat Ryce diam. "Aku rujuk karena aku ingin membayar kesalahanku akibat pernah menyakitimu. Aku ingin menjadi suamimu dan memberikanmu kehidupan layak sebagaimana seorang istri. Aku juga ingin menjadi ayah untuk Klaire, aku tidak ingin-"
"Bohong! Kau pembohong!" teriak Ryce. "Tidak ada yang membuatmu kembali jatuh cinta kepadaku. Sekarang kau ingin menjadi ayah yang baik padahal kau sendiri tidak tahu kau ingin rujuk karena apa."
Scar mengepalkan tangannya. "Cukup, Ryce." Wajah Scar memerah.
"Aku tidak akan berhenti sampai kau mengakui kalau kau rujuk denganku untuk menyakitiku lagi," sahut Ryce.
"Ryce, kumohon. Jika aku tidak kuat menahannya, aku akan segera melampiaskannya," pinta Scar yang menatap nyalang Ryce.
Ryce tersenyum meremehkan. "Kau mau menyakitiku? Silakan, Scar. Silakan! Pada akhirnya aku membuktikan kalau kau memang tidak sungguh-sungguh mengajakku rujuk."
"RYCE NAOMI HENDERSON!"
"KAKAK!"
Tangan Scar menggantung di udara, dengan semua ruas jari terbuka. Tangannya baru saja akan melayang ke pipi Ryce saat Annie berteriak keras dan menyadarkannya.
Ryce tidak memejamkan mata karena takut, alih-alih menunduk. Wanita itu masih menatap berani Scar, menantangnya untuk menyakitinya.
Scar menurunkan tangannya perlahan setelah melihat ekspresi tak suka Harlie kepadanya.
Scar merasa tidak enak, terlebih mendengar isakan Klaire di sudut ruangan. Axel menggendongnya, membelakangkan Klaire dari Scar, dengan Axel yang menatap kesal.
Scar merasa bersalah akibat Ryce, tetapi ia tak mau menyalahkan wanita itu.
Semua yang wanita itu katakan adalah omong kosong. Namun, perkataannya itu membuatnya mengenang masa lalu kejamnya.
Ia tidak pernah berniat untuk menyakiti Ryce sampai akhirnya menceraikannya. Namun, Scar benar-benar sudah tidak tahan hidup bersamanya terlebih pernikahan mereka adalah pernikahan paksa.
Setelah berpisah, barulah Scar tahu seberapa penting keluarga untuknya. Ia baru saja pergi ke Mississippi untuk melamar kekasihnya, tetapi dia sudah menikah dengan lelaki lain--yang lebih tampan dan profesinya lebih elegan daripadanya: CEO sebuah perusahaan.
Wanita itu licik. Percuma Scar membelikannya ini dan itu untuknya, ternyata dia malah pergi dengan yang lain dan tidak ada satupun uang yang dikeluarkannya dikembalikan olehnya.
Semenjak itu, Scar ingin rujuk dengan Ryce lagi. Namun, rasa benci di hatinya masih ada, Scar tidak tahu ia benci karena apa.
Berbulan-bulan menahan diri, barulah Scar mengatakannya saat dirinya sudah mulai dekat dengan Ryce. Namun, yang dulunya Ryce sangat ingin rujuk dengannya, malah berubah dan menolak mentah-mentah permintaan--sesuai perkataannya yang memiliki makna lain.
Ryce tersenyum tipis penuh kemenangan. Scar dapat melihatnya yang ditarik oleh Annie ke dadanya.
Tak kuat berada di tengah-tengah tatapan tak enak semua orang, Scar pergi ke luar. Ia ingin menenangkan pikirannya.
Di luar, ia menggerutu. Memaki diri dalam hati, lalu mengerang pelan, menarik rambut karena frustrasi.
Ia tahu bagaimana perasaan Ryce saat dirinya tidak bersama dengannya. Wanita itu sedih bertahun-tahun dan rela menunggunya selama itu pula.
Namun, setelah dia diberi kesempatan, rupanya harapannya sudah pupus. Ia menolak, menganggap kalau rujuknya hanyalah ajang untuk menyakiti Ryce lagi, membuat Scar kembali memaki diri karena berlaku buruk kepada wanita itu.
Ada sesal dan ada marah di dalam hatinya. Menyesalnya kepada diri sendiri, marahnya juga kepada diri dan kepada Ryce.
Scar mendongak dan menatap langit dalam diam. Suara hewan malam menjadi musik menenangkannya yang membuat dirinya akhirnya melupakan sejenak permasalahannya.
Karena lelah berpikir, Scar tak sadar tidur terduduk dengan kepala bersandar di tiang rumah.
Ryce tepat berdiri di belakangnya, menatapnya tanpa merasa bersalah.
Dalam hati ia membatin, "Giliranku membuatmu sengsara."
***
Scar bangun karena kedinginan. Ia baru tahu dirinya masih duduk di luar rumah. Tidak ada siapapun yang mau menyelimutinya. Pria itu menggigil, lalu berdiri. Terlihat cahaya jingga dari timur mulai muncul ke permukaan, membuatnya tahu kalau hari kembali menjadi pagi, lagi.
Baru saja ingin masuk, Scar menatap objek bergerak di depan matanya. Objek itu menggendong anak yang setelah diperjelas, adalah Ryce dan Klaire yang masih tertidur pulas.
Scar sontak menyusul mereka dan menghentikannya. Ryce tertarik dan membalik badan segera, lalu menatap tajam Scar.
"Lepaskan!" Wanita itu pun memberontak.
"Kau mau ke mana?" tanya Scar yang mengenggam erat-erat tangan Ryce, meminta jawaban dengan cara menguatkan genggaman sehingga pekikan kecil lolos dari mulut wanita di hadapannya.
"Bukan-"
"'Urusanmu'?" Scar hafal dengan perkataan yang tiba-tiba menjadi perkataan favorit Ryce itu. "Ini adalah urusanku. Kau ingin ke mana? Sendirian dan membawa anak kecil pula." Ditatapnya Klaire yang matanya mulai bergerak-gerak.
Ryce tidak menjawab dan menyentak tangannya. Terlepas, tetapi Scar kembali dapat meraihnya dan meneriaki yang lain agar keluar dan menahan Ryce untuk pergi.
"Jawab aku! Kau ingin ke mana?" Scar mengeluarkan suara garangnya agar Ryce ketakutan dan mengatakan yang sebenarnya. Ia sengaja melakukannya, terlebih melihat kalau wanita itu tetap bungkam terhadap pertanyaannya dan tidak ada tanda-tanda ia mau menjawabnya.
Ryce dengan ekspresi jengkel menjawab pada akhirnya, "Pergi."
Jawaban singkat itu tidak membuat Scar puas. "Aku tahu kau ingin pergi. Tapi, ke mana?" Suara kerasnya perlahan keluar.
"Scar! Kau sudah menyakiti hatinya tadi malam dan sekarang kau ingin menyakiti-"
"Diam, Annie!" Scar membungkam Annie. "Dia ingin pergi, tanpa kita."
Annie melongo, sedangkan Axel dan Harlie menjadi penonton.
"Kau mau ke mana?" tanya Scar, penuh penekanan. Jika sekali lagi dia tidak menjawab, maka Scar akan menggunakan cara kasar.
"Ke pantai. Ada perahu di sana," jawab Ryce pada akhirnya. Scar puas, tetapi penasaran bagaimana Ryce tahu ada perahu di sana.
"Siapa yang memberitahumu kalau ada perahu di pantai?" Sejenak Scar ingin melempar pertanyaan; "Apakah kami boleh ikut?". Akan tetapi, ia lebih memilih menanyakan pertanyaan yang tadi.
Ryce berdecak enggan. Scar menguatkan genggamannya lagi dan membuat Ryce meringis.
"Seseorang." Ryce tidak mau menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sebenarnya. Jika ia mengatakan kalau Naki-lah yang memberitahunya, maka ia pasti dihentikan untuk pergi.
"Nama?" tanya Scar lagi.
"Aku tidak ada waktu untuk menjawab yang itu. Aku harus pergi sebelum perahuku diambil orang-"
"Ryce Naomi Henderson!" potong Scar yang tidak suka pertanyaannya lagi-lagi kembali tidak dijawab.
Ryce yang bingung ingin menjawab apa akhirnya bersua kembali. "Naki."
Scar, Annie, Axel, dan Harlie melebarkan mata. "Kau memercayainya? Kau pergi diam-diam seperti ini karenanya?"
"Setidaknya dia bertindak lebih jauh darimu yang lebih mengandalkan teman-teman angkatan udaramu. Seharusnya sedari dulu kita pergi ke pantai untuk mencari transportasi air yang dapat kita gunakan untuk keluar dari pulau ini," jawab Ryce, tenang.
Scar lagi-lagi menaruh curiga kepada Naki. Jika dia dapat memberitahu Ryce, itu berarti selama ini dia menguntitnya.
Saat menguntit, Naki mungkin tidak punya waktu untuk pergi ke lain tempat. Lantas, bagaimana dia tahu ada perahu di pantai yang jaraknya cukup jauh dari tempat Ryce berada?
"Naki adalah orang yang berbahaya. Dia telah menyuntik Nana, Adam, dan membunuh Gregory serta yang lainnya." Scar mengingatkan.
Peringatan itu membuat Ryce sadar sesaat dari dendamnya. Ia tidak berpikir sejauh itu, dia hanya memikirkan bagaimana cara pergi dari rumah tanpa diketahui satu orang pun.
"Aku yakin kepadanya," sahut Ryce. "Lagipula, kau akan merasa bahagia jika kehilanganku. Terlebih Klaire ikut denganku, hidupmu sudah bebas." Ryce kembali melenceng dari topik pembicaraan. "Sudah! Biarkan aku pergi. Aku tahu harus melakukan apa jika dalam bahaya. Aku sudah tidak memerlukanmu, termasuk kalian, Annie."
Ryce menatap tajam Annie yang membuka mulut untuk mencegahnya pergi. Annie mengatupkan mulut rapat-rapat dengan Axel dan Harlie yang masih terdiam.
Genggaman Scar melonggar, Ryce langsung menarik dirinya. Ia melangkah dengan tatapan yakin, meninggalkan mereka yang menatapnya.
"Ryce."
Ryce berhenti, ia melirik Scar.
"Kau yakin akan pergi?" Pria itu khawatir kepadanya. Ryce baru mendengar Scar takut dia diapa-apakan.
Tidak menjawab, Ryce melanjutkan berjalan sebagai jawaban. Tidak ada yang mencegahkan pergi, membuat Ryce berjalan keluar dari halaman dan mengambil trotoar kanan untuk berbelok.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top