28. Naki Kembali Berulah

Naki tersenyum senang. Ia kembali dapat mengurangi musuhnya tanpa menyentuhnya. Liam mengorbankan diri tanpa ancamannya. Naki merasa Tuhan sedang berpihak kepadanya.

Semulanya, ia berencana untuk membunuh mereka semua dengan mengirim mayat-mayat hidup ke tempat mereka bersembunyi, malamnya. Akan tetapi, melihat Liam yang masuk ke dalam apartemen membuatnya menunda.

Mendengar dan menggambarkan apa yang sedang terjadi dengan Liam di pikiran, Naki tersenyum senang. Lelaki itu rupanya sangat ingin menjadi mayat hidup, Naki menghela napas lega.

Akhirnya, ia tidak jadi mengirim mayat hidup yang sebenarnya jinak kepadanya itu.

Ia memilih menatap aksi Liam di salah satu ruangan apartemen yang mengarah ke rooftop. Ia sanaht berharap aksinya itu dapat membunuh Scar dan yang lain, tetapi sayangnya dia sudah terlebih dahulu terbunuh di tangan Harlie.

"Liam yang malang."

Lelaki itu pun turun dari apartemen dan bersembunyi, menunggu Scar dan yang lain keluar dari persembunyiannya. Setelah itu, ia mengekori mereka, bersembunyi beberapa kali agar tidak ketahuan, serta mensenyapkan langkah.

Mereka akhirnya beristirahat. Naki kembali bersembunyi. Tak beberapa lama kemudian, mereka masuk ke rumah besar yang sedari tadi terasnya digunakan untuk tempat beristirahat.

Naki akhirnya ikut masuk lewat lain arah masuk dan bersembunyi di sebuah ruangan yang kiranya tidak akan dikunjungi oleh mereka. Naki lalu menyusun rencana sembari mendengarkan percakapan mereka di tempat sembunyi.

"Kita harus bersama sampai besok, janji?"

"Janji!"

Naki tersenyum. Dia bergumam dalam hati, "Aku akan memastikan salah satu dari kalian mengingkari janjinya."

Setelah itu, perbincangan basa-basi terjadi demi menenangkan diri masing-masing. Terdengar kekehan Klaire yang ter-haha-hihi bermain bersama Axel.

Klaire, Naki mengingat Ryce, wanita dengan rambut keritingnya yang berani mengintip isi laboratorium terlarangnya.

Naki sontak mendapatkan ide. Akhirnya ia mempunyai target.

"Aku benar-benar sangat kelelahan," keluh Scar di samping Ryce, memijat pelan pundaknya dan meringis.

"Biar aku bantu." Ryce menawarkan diri dan meraih pundak sang mantan suami dan memijatnya.

Scar yang membelakanginya memejamkan mata menikmati pijatan dari Ryce. Ia menggeram, lalu mengarahkan Ryce agar memijat tepat di titik sakit pundaknya.

Melihat Ryce yang tidak keberatan memegang pundak Scar membuat Annie dan Axel saling pandang. Mereka bersiul nakal. "Ada yang sedang bermesraan rupanya."

Scar berdehem, Tidak ingin menanggapi. Sedangkan Ryce menoleh dingin dan tidak acuh dengan perkataan mereka.

"Scar, ayo rujuk dengan Ryce," pinta Axel, membuat Annie mengiyakan karena satu pendapat dengannya. Melihat kedekatan mereka akhir-akhir ini membuat mereka berfirasat kalau keluarga yang berpisah itu dapat kembali lagi.

"Aku akan melakukannya setelah kita pergi dari sini." Scar berucap santai, sedangkan Ryce melotot.

"K-Kau serius?" tanyanya.

Scar terkekeh. Memang, sebelumnya dia tidak mengatakan kalau ia ingin rujuk dengan Ryce setelah pergi dari Naoderaty dengan selamat.

Ryce yang sebenarnya kaget, menyimpan senyum bahagianya dalam hati. Akhirnya, batinnya. Ia akan bersatu lagi dengan Scar dan Ryce mendapat kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya yang mungkin membuat Scar tidak betah dengannya.

Sementara itu, Naki melebarkan mata. Ia baru tahu kalau Ryce dan Scar merupakan seorang pasangan yang talinya sudah diputus entah kenapa.

Ia kembali mendapatkan ide untuk membuat rencana. Naki duduk di lantai, menatap ke atas, dan berbisik sendirian jika dia membingungkan sesuatu.

***

Ruangan tempat di mana mereka berada adalah ruang tamu. Pemilik rumah merupakan seorang yang kaya karena ruang tamunya benar-benar besar.

Untunglah ruang tamu sangat dekat dengan dapur di mana ada berbagai macam makanan yang dapat mengisi perut.  Scar dan Axel tidak usah payah-payah untuk keluar dan pergi ke minimarket terdekat untuk mencari makanan--makanan yang kemarin sudah habis dilahap karena kelelahan.

Ryce sedang di luar untuk menikmati angin segar sekaligus memperhatikan Klaire yang bermain di teras. Scar dan Harlie, serta Axel tertidur dengan Annie yang bekerja sendirian di dapur--dia punya senjata dan sudah tahu apa yang akan dilakukan jika ada mayat hidup.

Ryce bersandar di samping pintu rumah yang terbuka satu. Ia tak ingin duduk, memilih berdiri saat kakinya lelah menopang tubuhnya lebih lama lagi.

Ryce melemaskan tangan di samping badannya, berupaya agar pegal di tangan akibat menggendong Klaire terus-menerus menghilang seiring berjalannya waktu--jika bisa. Beberapa kali wanita itu menguap dan akhirnya memilih melangkahkan kaki ke antah berantah.

Ryce ingin berkeliling rumah sekejap. Ia melihat-lihat.

Namun, baru saja hendak membalik diri karena sudah berada di salah satu penghujung sisi rumah, tangannya ditarik.

Ryce tertarik menuju ke sisi rumah satunya. Ia langsung didorong dan membentur tembok dengan keras.

Ryce ingin melepaskan diri takut terjadi sesuatu kepada Klaire sebelum ia mendongak. Wajah Naki tergambar di depan matanya, membuat Ryce membulatkan mulut dan memberontak minta dilepaskan.

"Lepaskan aku, Pengkhianat!"

"Aku tidak akan melepaskanmu." Naki menatap tajam mata Ryce, lebih tajam dari tatapan Scar, tetapi Ryce tidak takut.

"Ah! Sca-"

Teriakan Ryce terhenti saat Naki membungkam mulutnya dengan kain. Lelaki itu dengan cepat membalik tubuhnya, menahannya agar tidak berbalik dengan kakinya yang menekan punggung, mengikat ujung-ujung kain yang menempel di mulut ke belakang kepalanya, lalu setelah selesai, Naki menahan Ryce untuk tidak berbalik dengan tangannya.

Ryce mengerang, berharap Scar atau yang lain mendengarnya. Namun tidak akan ada yang bisa, terbukti beberapa waktu setelahnya, tidak datang siapa-siapa.

"Aku tidak akan mengapa-apakanmu. Aku akan menyelamatkanmu," kata Naki, setengah berbisik, sempat melikrk Klaire seakan-akan memastikan keadaannya, membuat Ryce yang memberontak diam dengan kaki siap menendang ke belakang.

"MMMMPH!!!" Ryce mengerang keras, menoleh dan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mau.

"Diam!" suruh Naki, mutlak. "Kau tahu? Semua zombie yang ada di sini jinak kepadaku. Aku bisa memerintahkan mereka untuk membunuhmu di sini. Jangan sangka kalau rumah ini--dan sekitarnya--sepi, Ryce."

Ryce perlahan diam. Ia mengingat saat Adam muncul dan setelahnya segerombolan mayat hidup berlari ke arahnya dan lainnya. Adam pasti berubah karena Naki, Naki pasti berada di sana saat itu. Pantas saja para mayat hidup itu keluar dalam jumlah yang banyak, Naki-lah yang memerintahkan mereka.

"Ada perahu kecil di pinggir pantai. Kau dan anakmu bisa ke sana, kebetulan juga salah satu rekanku akan kembali ke Amerika dengan perahu bermesin itu," sambung Naki.

Mata Ryce berbinar. Ia melirik Naki.

"Kau bisa membawa Klaire dan meninggalkan pulau ini dengan selamat."

Ryce mengernyit. Apakah hanya Klaire? Bagaimana yang lain?

"Aku tahu apa yang kaupikirkan. Tidak, mereka tidak boleh ikut denganmu." Seakan tahu, Naki menjawab suara hati Ryce yang kembali menatapnya untuk menyimak.

"Lagipula, untuk apa, bukan? Scar sudah jahat kepadamu bertahun-tahun. Tidak ada gunanya membawanya, terlebih yang lain."

Ryce kembali mengernyit.

"Aku tahu ini berat, tapi ...."

Naki menatap Ryce. "Kau memahami perkataanku?" tanyanya setelah terjeda dua detik.

Ryce menggeleng, jujur karena memang ia tidak mengerti apa yang lelaki itu katakan.

"Jadi, begini. Kau bisa selamat besok subuh jika kau pergi ke pantai dan menumpang di salah satu perahu milik rekanku. Dia akan pulang ke Amerika dan kau bisa meminta tumpangan kepadanya.

"Kau hanya bisa membaw Klaire. Yang lain ... tidak bisa karena hanya dua orang yang dapat menumpang.

"Lagipula, untuk apa kau membawa mereka? Beberapa dari mereka pasti pernah berbuat curang kepadamu, terlebih Scar.

"Tenanglah, aku akan bantu. Kau tidak akan terluka besok subuh saat ke sana. Pokoknya pergilah dari mereka dan selamatkan nyawamu sendiri."

Ryce melebarkan mata. Matanya merah dan ia sangat tidak menyukai perkataan Naki. Ia pun mengangkat kakinya ke belakang tepat mengenai kemaluan Naki. Naki melepas tangannya, Ryce berbalik, melepas kain di mulutnya dan berteriak tidak mau.

"Tidak! Aku tidak akan-"

Tak peduli dengan rasa sakit, Naki kembali mendorong Ryce dan menyekap mulutnya.

"Apa kau tidak pernah belajar dari pengalaman, Nyonya Ryce?"

Ryce yang kembali memberontak, diam lagi.

"Scar sudah memperlakukanmu dengan tidak pantas. Dia sudah memarahimu, menceraikanmu, dingin kepadamu, dan dia tidak cocok untuk meminta maaf darimu.

"Jika kau membawanya, maka dia akan kembali menyakiti hatimu dengan kelakuannya. Terlebih jika kau membawa Annie dan Axel. Ah! Mereka pasti akan menarikmu dan menggagalkan rencanamu."

Ryce perlahan terpancing.

"Ingat perlakuan Scar kepadamu, Ryce. Ingatlah!" Naki memajukan kepala dan membisikkan kalimat-kalimat pancingannya ke telinga Ryce. "Belajarlah dari pengalaman. Ada kalanya kau tidak bisa memaafkan seseorang karena kau masih mencintainya."

Kemarahan mendadak bergejolak di dalam hatinya, menyebabkan Ryce mendesis menahan kekesalannya. Masa lalunya kembali terulang di kepala, saat malam pertama dirinya dan Scar yang tidak baik, berlanjut ke hari, bulan, dan tahun berikutnya setelah ia hamil sebelum dipecat, lalu mendapatkan tamparan keras di pipinya, mengalami kekerasan beberapa kali sampai Ryce meminta tolong dengan cara menyeret diri.

Naki benar, terkadang ada kalanya ia tidak dapat memaafkan seseorang yang telah menyakitinya lebih dari batas kesakitannya, walaupun Ryce masih mencintainya.

"Kau harus memberinya pelajaran. Itulah pelajarannya, tinggalkan mereka." Bisikan terakhir Naki itu membuat mata Ryce berkobar. Ia sudah sangat marah dan mengepalkan tangannya.

"Klaire yang malang. Dia mendaparkan ayah yang kejam dan ibu yang lemah," sindir Naki.

Ryce menatapnya. Ia menjenguk Klaire yang menghela napas saat tahu anka itu masih aman-aman saja.

"Jadi, bagaimana? Apa keputusanmu?"

Saat Ryce ingin menjawab kalau ia akan pergi meninggalkan yang lain, ia teringat dengan janjinya dengan Scar. Jangan ada satupun dari mereka yang akan terpisah, lelaki itu lebih mementingkan orang lain kendati dirinya sendiri.

Namun, semua itu tidak dapat menghalanginya untuk mengatakan keputusan yang sudah bulat itu. Maka Ryce langsung menjawab, "Baiklah, aku akan ke pantai di mana perahu berada tanpa mereka dan hanya ditemani Klaire. Kumohon bantu aku."

Naki tertawa terbahak-bahak di dalam hati. Ryce, Ryce. Kau begitu mudah terpancing, bahkan melebihi ekspektasiku.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top