12. Rekan Kembali Berkurang

Departemen Radio Naoderaty, gedung tinggi dengan banyak ruang di dalamnya. Gedung itu telah berjasa menyebarkan berita-berita dari mana saja kepada orang-orang yang tidak memiliki alat komunikasi--telepon genggam atau televisi.

Pusat militer Amerika bisa dihubungi lewat radiasi elektromagnetik dari radio. Ada satu alat khusus di sana, sudah mulai ditelan zaman, tetapi tetap dipakai untuk berjaga-jaga sambungan earphone, pretefon, atau handie-talkie tidak berfungsi.

Bukan hanya pusat militer, kapal besar dari angkatan laut juga dapat menerimanya. Kapal itu merupakan tempat pemberhentian helikopter-helikopter yang kemarin terbang mengelilingi kota Naoderaty.

"Ayo!" Setelah menatap dengan batin ke dalam gedung dan merasa kalau gedung itu aman--untuk sementara, Adam pun mengajak yang lain untuk segera ke sana.

Melangkah bersama menyeberangi jalan, mereka sampai di depan gedung. Mereka masuk ke dalam, mengarahkan senjata di tangan takut ada mayat hidup, dan tidak ada siapapun.

Scar menoleh ke samping, di mana terpajang denah bangunan pada papan besar berwarna kelabu mengkilap. Setelah diperhatikan, Scar mengetahui di mana ruang tempat radio disiarkan.

"Ikut aku!" Scar pun memimpin.

Mereka pun menaiki tangga darurat. Sampai di lantai dua, mereka berhenti karena melihat sesuatu.

Mayat hidup.

Rico baru saja hendak maju untuk menghabisinya sebelum mayat hidup lain muncul dari persembunyiannya. Bukan hanya satu, tetapi tujuh orang dan mereka semua masih memakai pakaian lengkap ala pegawai stasiun radio.

Kondisi mereka benar-benar mengerikan. Baju terkoyak, darah di mulut, badan penuh gigitan, dan pandangan liar seperti binatang buas.

Tak menunggu waktu lama untuk mereka lari guna menyantap kelima orang anggota angkatan udara itu. Scar dan empat lainnya langsung mengarahkan senjata dan menembak karena belati saja tidak cukup untuk menuntaskan tujuh makhluk itu.

Pelatuk ditekan. Peluru keluar dari sarangnya. Bunyi-bunyi ledakan terdengar, mengundang mayat hidup lain yang sedang sibuk dengan kegiatan mereka menoleh ke asal suara.

Mereka segera ke sana, yang atas turun ke bawah dan yang bawah naik ke atas. Saat Adam yang empat rekannya hendak mundur, mereka sudah terkepung. Sebelumnya mereka tidak mau untuk melontarkan peluru, tetapi melihat banyaknya musuh yang harus dikalahkan, mereka akhirnya melakukannya.

"Jangan sampai salah satu dari kita kehabisan peluru! Satu zombie, satu peluru. Tembak di kepala atau kaki."

Perkataan Adam saat pembuatan rencana tadi malam bergema di pikiran. Perkataannya itu mereka camkan, membuat mereka menembak satu mayat hidup dengan satu peluru apa pun yang terjadi.

Jika meleset, satu peluru lagi dikeluarkan. Jika masih meleset, terpaksa mengeluarkan satu peluru lagi sehingga dua peluru terbuang percuma hanya untuk membunuh satu makhluk.

Itulah yang dialami Rico. Ia terbiasa menembak langsung tanpa memikirkan peluru. Baginya, membuat musuh sekarat adalah prioritasnya. Dia sadar kalau peluru berdampak penting untuknya. Jika habis, para mayat hidup itu dapat melukainya dan lebih parahnya, membunuh atau menyebarkan virus kepadanya.

Bukan hanya Rico, dua anak buah Adam juga demikian. Terlebih mereka dari angkatan udara, mereka lebih mahir mengendarai pesawat dan menembakkan peluru dengan mesin daripada manual.

Salah satu dari dua anak buah itu kehabisan peluru. Ia menekan pelatuk dengan panik, berharap masih ada peluru di senapannya dan ia masih bisa menggunakannya.

Namun, pelurunya memang habis. Biarpun berkali-kali pelatuk ditekan, tidak akan ada timah besi yang keluar.

"Aku kehabisan peluru!" teriaknya panik. Segerombolan mayat hidup sedang berlari ke arahnya dan ia tidak dapat membunuh mereka.

Mendengarnya, Scar pun berbalik. Ia menembak ke segerombolan mayat hidup tadi, menembak langsung di kepala, menyelamatkan anak buah Adam itu sebelum membalik badan lagi ke posisi semula dan menembakkan timah panasnya ke mayat-mayat hidup yang menjadi bagiannya.

Untunglah tembakannya selalu tepat sasaran. Tidak sia-sia ilmu menembak tepat nan cepat itu diturunkan kepadanya.

Mereka hampir meratakan semuanya saat anak buah Adam yang tadi kehabisan peluru lengah. Kakinya ditarik oleh satu mayat hidup yang sekarat dan dia langsung mengarahkan giginya ke sana.

Kaki si anak buah pun digigit. "ARGH! KOMANDAN!!!" Empat rekannya langsung berbalik mendengar teriakannya.

Adam terbelalak. "Jason!" Ia terpaku di tempat melihat salah satu anak buahnya tergigit dan terbaring karena tak dapat berjalan menahan sakit.

Scar mengarahkan moncong senapannya dan menarik pelatuk. Satu peluru lagi keluar dari sarangnya dan tepat mengenai kepala si penggigit.

Gigitannya melonggar, Jason ditarik oleh Rico untuk menjauh darinya.

Rekan Jason yang satunya langsung mengobati luka gigitan yang tergambar di kakinya. Jason berteriak kesakitan, bahkan sampai menangis karena takut menjadi mayat hidup.

"Komandan, aku masih ingin menjadi manusia. Aku dan pacarku baru saja bertunangan dan kami akan menikah bulan depan," kata Jason, histeris. "Tolong aku! Aku tidak mau menjadi zombie. Aku tidak mau membunuh orang lain. Aku ingin bekeluarga." Ia menarik-narik lengan seragam Adam.

Adam memasang wajah panik dan muak bersamaan sambil menatapnya. Ia panik karena takut kehilangan satu anak buah lagi dan muak karena Jason mencurahkan isi hatinya di saat yang tidak tepat.

"Bertahanlah, Jason!" Rekan Jason menyobek kain bajunya. Kain itu digunakan untuk mengikat kakinya di bagian atas luka agar virus tidak dapat menyebar lewat darah.

"Steve, kumohon selamatkan aku! Aku harus menikahi Runa bulan depan!" Lagi-lagi, Jason mencurahkan isi hatinya sambil menangis.

"Bisakah kau hanya menangis saja, jangan banyak drama!?" Lama-kelamaan, Adam dibuat kesal karena tingkah Jason.

"Adam, dia sedang dalam bahaya!" Scar yang masih menembak untuk membunuh mayat hidup lain yang sedang sekarat menyahut.

Adam berdecak. "Dia terlalu banyak drama."

"Biarkan saja!"

"Bisakah kalian diam!? Kalian memperburuk suasana!" Rico menyahut dengan teriakan.

"KALIAN YANG SEHARUSNYA DIAM!" Jason menginterupsi sampai tak ada lagi yang berbicara.

Steve sudah berhasil mengikat kain bajunya ke kaki Jason, tetapi melihat wajahnya yang mulai memutih membuatnya panik. Ia takut ikatan itu tidak dapat menghalangi virus untuk menyebar dan darah tidak berhenti mengalir dari kakinya.

"Jason, kau baik-baik saja?" tanya Steve, membuat Jason melotot garang ke arahnya.

"Kurasa tidak." Steve menjawab sendiri pertanyaannya.

"Pusing. Aku pusing," keluh Jason kemudian, memegangi kepalanya dan mendesis.

Steve, Rico, dan Adam saling pandang. Mereka sama-sama melempar pertanyaan lewat mata: "Apakah itu efek dari gigitan?"

"Jangan diam saja! Tolong aku!" pinta Jason.

"Baik, baik." Steve meraih tangan Jason dan memeriksa denyutan nadinya. Setelah itu, ia memeriksa dadanya, detak jantungnya begitu cepat.

Ia memeriksa dahi Jason, suhunya begitu panas. Padahal keringatnya dingin. Ia membuka mata Jason yang terpejam, lalu kaget melihat warna matanya mulai berubah.

"Jason, matamu." Steve menunjuk ke mata Jason. Jason mencuramkan alis, lalu menatap Rico dan Adam yang memandangnya.

Warna mata Jason berubah. Tadinya berwarna biru gelap, sekarang mulai berubah menjadi putih.

"Ja-Jason." Adam tergagap. Apakah Jason akan menjadi zombie? pikirnya.

"Peluruku tinggal sedikit. Kita harus ke atas. Sekarang!" Scar melapor, mulai mundur ke belakang.

Adam menoleh kepada Scar, sebelum beralih kepada Jason lagi. Matanya menyiratkan kesedihan, ia tidak mau kehilangan anak buahnya.

"Kita harus meninggalkannya." Rico yang melihat tatapan Adam segera berucap.

Adam menoleh garang. "Aku bukan seorang yang tega dengan rekan, Rico!"

"Tapi jika kita membawanya, kita yang akan mati digigit!" sahut Scar, kali ini satu pendapat dengan Rico.

Adam menatap mereka bergantian, sebelum kembali menatap Jason yang menggeleng pelan.

"Tidak. Jangan tinggalkan aku, Komandan. Aku tidak akan menggigit kalian. Bawa aku," pinta Jason, serak.

Adam dilema. Jika ia memilih untuk membawa Jason, maka dia akan berubah dan menyerang mereka. Adam tak sampai hati meninggalkan anak buahnya yang dari dulu bekerja bersamanya. Ada jasa-jasa tersendiri yang berhasil lelaki muda itu torehkan di hatinya.

"Tinggalkan dia!" teriak Scar, masih menembak untuk mengulur waktu yang semakin terkikis.

Adam masih belum dapat membuat keputusannya. Sampai akhirnya ia terinterupsi dengan Jason yang memejamkan mata dan jatuh ke lantai perlahan-lahan.

Adam segera menariknya dan menepuk-nepuk pipinya serta membuka matanya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dalam matanya, lelaki itu sudah tamat.

Namun, layaknya sebuah cerita, tidak mungkin tidak ada sambungannya. Beberapa waktu saat Adam berusaha untuk menerima kenyataan pahit di depannya, Jason menggeram.

Pada saat itu, Scar dan Rico berhasil melumpuhkan semua mayat hidup. Beberapa masih menyeret diri karena kaki mereka yang terluka, untunglah jarak mereka cukup jauh sehingga Scar dan Rico dapat beralih sejenak kepada Jason.

Jason membuka matanya, menatap Adam yang merangkulnya. Giginya bergemeretak, sebelum bangkit, menyebabkan Adam sontak melepasnya dan menjauh.

Jason melirik Steve, lalu memandang Scar dan Rico yang ada di belakangnya. Banyak mangsa. Jason kembali menatap Adam dan mengerang keras pertanda akan menyerang.

Namun, tidak secepat itu. Scar terlebih dahulu menyiapkan senapan dan peluru untuk ditembak. Pria itu mengarahkan moncong senjata dan menekan pelatuknya. Suara keras terdengar dengan kepala Jason yang sudah bolong karena ditembak dari jarak dekat.

Setelah gema ledakan menghilang, barulah semua tatapan mengarah kepada Scar. Mereka tidak percaya Scar membunuh rekan militernya.

Sedangkan Scar, dia menghela napas lelah. Ia menurunkan senjata dan mengusap wajah, lalu membuang napas dan melirik ke arah beberapa mayat hidup yang masih berusaha menghampirinya.

"Kita harus pergi. Tinggalkan dia!" suruh Scar, sekaligus merupakan permintaan terakhirnya agar meninggalkan tempat itu. Mereka harus ke lantai atas, mencari bantuan lewat radio manual, bukannya sibuk menemani seorang rekan yang nyawanya sudah melayang.

Steve pun bangkit, lalu membantu Adam untuk bangkit pula. Mereka melirik Jason sekali lagi, sebelum berjalan pergi untuk naik ke lantai atas.

Jason tergeletak dengan mata terbelalak dan lidah terjulur. Mata kanannya sudah terlepas dari tempat akibat peluru yang menembus kepalanya.

Sempat ada pergerakan kecil darinya yang berusaha bertahan. Sampai akhirnya ia membeku dengan mayat hidup lain menyeret diri ke arahnya--hendak memakannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top