1. Motor Bike di Tempat Pembuangan Sampah

Hari ini adalah hari yang cerah di kota Naoderaty. Kota berpulau tunggal yang terletak di tengah-tengah samudera Atlantik itu tampak basah akibat badai yang menerpanya tadi malam. Walaupun berembun, kegiatan warga tidak terhalangi. Tak terkecuali di sebuah rumah yang terletak di pesisir, rumah seorang wanita yang tinggal bersama anak perempuannya.

"Klaire, sini Ibu sisir rambutmu."

Semua perabotan tertata rapi di dalam rumah yang berada di dekat pantai tersebut, kecuali di dalam kamar. Di dalam sana, wanita berpenampilan kusut mengenggam sisir kecil di tangannya, dengan anak berumur 2 setengah tahun sedang menatapnya sambil cemberut.

Wanita itu tidak marah, malah merasa lucu melihat ekspresi tak mau putri satu-satunya itu. Ia pun menghampirinya, duduk di dekatnya, lalu menariknya pelan agar mau duduk di pangkuannya dan setelah itu, ia menyisir rambutnya.

"Ayah akan datang hari ini. Kamu harus rapi atau Ayah tidak mau menemuimu," katanya, membuat anak yang semulanya memberontak kecil itu diam.

"Papa?" Suara cadelnya membuat sang ibu tersenyum.

"Ya."

Anak itu memasang wajah ceria. Ia berteriak girang, membuat ibunya tertawa dan merasa gemas.

"Sudah, sudah. Ibu ingin merapikan rambutmu. Jadi diamlah," suruh sang ibu. Anak bernama Klaire itu pun kembali diam dan membiarkan wanita berumur 23 tahun itu menyisir rambutnya kembali.

Wanita itu bernama Ryce Naomi Henderson. Ia merupakan ibu Klaire, sekaligus orang tua tunggalnya karena suaminya sudah lama menceraikannya.

Walaupun bercerai, sang mantan suami tetap pergi ke rumah untuk menjenguk putrinya. Namun, ia hanya pulang ke Naoderaty satu kali dalam satu bulan karena sibuk mengikuti wajib militer di Amerika--itu pun jika dia bisa pulang.

"Selesai." Ryce menjauhkan sisir dari rambut anaknya yang sudah rapi. Klaire segera bangkit, lalu memutar-mutar tubuhnya hendak memamerkan rambutnya yang sudah tersisir kepada boneka-bonekanya.

"Eh, jangan berputar-putar. Nanti kepalamu pusing," pekik Ryce, membuat Klaire berhenti dan tertawa usil. Ryce hanya menggeleng dan berdecak, lalu bangkit untuk merapikan kamar yang sudah mirip kapal pecah.

Tidak memakan waktu lama untuknya membersihkan kamarnya yang merupakan kamar Klaire juga. Setengah jam berkemas, kamar yang mulanya berantakan itu sudah rapi dengan perabotan tersusun apik di beberapa meja.

Ryce kemudian menyadari kalau dirinya belum mandi. Ia bergegas menggendong Klaire dan membawanya ke ruang tamu, mendudukkannya di atas karpet berbulu di mana depannya terdapat televisi tipis yang segera dinyalakan.

Serial kartun kesukaan Klaire diputar. Klaire duduk diam, menontonnya, beberapa kali tertawa melihat gelagat lucu si tokoh kartun.

Ryce mengambil baju gantinya dan melesat ke kamar mandi. Ia mandi dalam hitungan menit, lalu keluar dengan diri yang sudah segar dan rambut keriting cokelat yang basah.

Melihat Klaire yang masih bergeming membuat Ryce pergi ke dapur. Ia menyiapkan sarapan untuknya dan anak itu, serta cemilan untuk mantan suaminya.

Melahap habis sarapannya, Ryce duduk di samping Klaire dan mulai memberinya makan. Tak seperti kebanyakan anak lainnya, Klaire dengan lahap memakan sarapannya tanpa menolak karena memang itu makanan kesukaannya.

Ryce baru saja hendak memberi Klaire makan lagi saat bel rumah berbunyi dan bergema kecil pertanda ada tamu. Ryce meletakkan mangkuk sarapan Klaire di atas meja, lalu bangkit dan menghampiri pintu diikuti Klaire.

Ryce membuka kunci rumah dan menarik gagang pintu. Setelah pintu terbuka, terlihatlah beberapa orang berdiri di depan Ryce.

"Selamat pagi, Kakak!" sapa adik ipar Ryce yang membawa sekeranjang buah di tangannya.

"Ah, Annie." Ryce balik menyapa. "Ayo, masuk!" Ia mempersilakan sambil memberi jalan kepada wanita muda itu untuk masuk ke rumahnya.

"Klaire!" seru Annie setelah masuk ke dalam rumah. Klaire segera berlari ke arahnya, memeluk kakinya, membuat Annie terkejut, lalu tertawa dan memberikan keranjang buahnya kepada lelaki di sampingnya—suaminya, Axel Grays.

Annie membungkuk, lalu menggendongnya. Ia mencium pipinya, lalu menimangnya sembari menuju ke ruang tamu.

"Kenapa kalian tidak memberitahuku kalau akan datang ke sini? Aku tidak sempat membuatkan kalian pie," tanya Ryce, menatap Annie yang duduk di sofa dengan Klaire di pangkuannya.

"Maaf. Kami sangat ingin bertemu si cantik ini dan lupa meneleponmu," jawab Annie sambil memainkan rambut lurus Klaire yang masih basah.

"Lagipula, kami ingin membuat kejutan untuk Klaire." Ryce menoleh kepada Axel yang meletakkan keranjang buahnya ke atas meja makan. "Dan Scar juga tiba-tiba mengajak kami. Makanya kami datang ke sini tanpa meneleponmu terlebih dahulu."

Ryce diam. Ia membatin, "Tumben mengajak orang."

"Papa!"

Ryce menoleh ke anaknya yang menatap ke luar pintu. Annie juga menatap ke sana, dengan senyum terukir, menampilkan gigi putihnya yang berderet.

Ryce menoleh ke arah yang sama dan melihat seseorang berdiri dengan dua koper di tangannya. Memiliki rambut cokelat yang disisir rapi, rahang keras yang mengatup, tubuh besar atletis, dengan mata tajam yang menatap dirinya.

Seperti biasa, dia memakai baju loreng berwarna hijau, kucing, dan cokelat mudanya.

Ryce menarik dua sudut bibirnya ke atas—terpaksa. Ia tidak menyukai pakaian yang dia pakai. Pakaian itulah yang menyebabkan dirinya harus berpisah dengan si pemakai.

"Hai, Scar." Ryce pun menyapanya.

***

"Kakak, makanannya habis ya?"

Annie sedang menyiapkan makan siang bersama Ryce saat membuka pintu kulkas dan hanya menemukan beberapa sayuran tergeletak di sana. Terlihat juga beberapa telur tertata rapi di sebuah tempat khusus disertai sebotol besar susu sapi.

Ryce melebarkan mata, lalu menepuk jidatnya. "Aku lupa membelinya kemarin," sahutnya dengan nada bersalah.

Ryce melirik Scar yang sedari tadi sibuk bermain dengan Klaire. Dia mendongakkan kepala, menatapnya dingin, dan Ryce tahu apa arti dari tatapan itu: "Wanita macam apa kau ini?"

"Aku akan membelinya. Sekarang," sambungnya sebelum melepas celemek dan menggantungkannya.

"Hei, tidak usah buru-buru. Ada kentang di keranjang dan telur di kulkas. Kita bisa memasak telur dadar dan kentang rebus." Annie diam-diam melihat tatapan tak mengenakkan sang kakak yang mengarah lurus ke kakak iparnya. "Jika kau tetap bersikeras ingin pergi, aku ikut!" Melihat Ryce tampaknya tidak menghiraukan perkataannya membuat Annie mengambil keputusan.

"Tidak ada yang boleh ke manapun, kecuali pemilik rumah." Suara berat khas milik Scar terdengar, membuat Ryce dan Annie terdiam di tempat dan menatapnya. "Jika Ryce pergi, maka itu berarti kita harus menjaga Klaire. Benar 'kan, Ryce?"

Annie mengerjap, lalu menoleh kepada Ryce yang mengangguk pelan.

"Bagaimana kalau aku yang ikut dengannya? Untuk jaga-jaga," usul Axel, membuat Scar langsung menatapnya, melotot.

"Ah, aku sudah tahu jawabannya." Axel mendengkus. Ia melirik Ryce dengan tatapan bersalah, dan Ryce hanya mengangguk maklum.

"Aku akan pergi. Annie, jaga Klaire dan siapkan alat makan," suruh Ryce sebelum pergi ke kamar untuk mengambil topinya. Annie menepuk bahunya, lalu pergi ke tempat di mana peralatan makan tersimpan dan mulai mencomot beberapa.

Setelah keluar dari kamar, Ryce melesat ke luar. Ia sempat pamit kepada Annie, Axel, dan juga Scar, lalu pergi ke tempat di mana sepedanya berada.

Turun dari rumahnya yang tinggi lewat tangga kayu, Ryce lalu melesat ke sepeda itu. Diraih dan dinaiki, Ryce menginjak pedalnya dan mulai melaju.

Bersepeda ke pasar terdekat membutuhkan waktu beberapa menit. Namun, Ryce tidak mengeluh, malah senang karena ia dapat merasakan hembusan angin laut karena jalan ke pasar dekat dengan pantai terbaik Naoderaty—pantai Maskara.

Sesampainya di pasar yang merupakan perbatasan desa pesisir dengan kota, Ryce pun turun. Ia masuk ke sana, membeli beberapa sayuran, makanan, dan lain sebagainya, sebelum keluar dengan dua kertas plastik tergenggam di tangan.

Ia pun kembali mengayuh sepeda untuk pulang ke rumah.

Namun, mendadak ia berhenti.

Di samping pasar tersebut, sebuah lahan lebar nan luas terletak dengan berton-ton sampahnya. Dipagari dengan pagar kawat berlistrik, tetapi terdapat beberapa lubang besar yang sepertinya dipotong oleh anak-anak kota yang iseng.

Ryce sebenarnya sudah familier dengan tempat itu, kecuali hari ini. Di sana, beberapa meter dari pagar besi itu menancap, sebuah bangunan sejenis rumah berdiri dan terlihat sebuah motor bike baru beli terparkir di depannya.

Sebelumnya tidak ada motor seperti itu di sana. Itu membuat Ryce penasaran siapa pemilik rumah.

Maka dari itu, ia pun memarkir sepedanya. Lalu Ryce masuk ke lahan tersebut lewat lubang yang diciptakan oleh alat sejenis tang pemotong kawat, sebelum menghampiri rumah itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top