Prolog - Trigger

Hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang tidak dihiraukan oleh sepasang pria dan wanita. Mereka terus berlari menembus kabut tebal yang menebar kemisteriusan malam. Hadangan pepohonan serta perih di wajah dan sekujur tubuh akibat tamparan dari dedaunan tebal di jalur pelarian sama sekali tidak dirasakan lagi. Sesekali pria berambut hitam legam, menoleh ke belakang untuk meyakinkan mereka belum terlacak.

"Teruslah berlari!"

"Aku lelah! Kenapa aku harus mengikuti kemauan wanita sekarat itu!" maki wanita bertudung yang sedang mendekap sesuatu. Napasnya memburu.

"Kau sendiri yang telah berjanji padanya." Balasan sinis segera terlontar. Namun, ia segera memberi isyarat agar teman pelariannya ikut bernaung di bawah akar pohon besar di dekat mereka berdiri.

Masih dengan dada yang naik turun, wanita bermata biru membela diri. "Bagaimana tidak terpaksa berjanji kalau wanita itu mencengkeram kakiku hingga rasanya ingin remuk!"

Pria yang memakai penutup mulut mengangkat tangan. "Ssst ...! Kita harus bergerak, mereka sudah dekat!"

Kelelahan dan tidak bisa leluasa berteriak untuk melampiaskan kekesalan, wanita bertudung terpaksa berbisik dengan nada tinggi sambil menyodorkan bungkusan kain putih di tangannya. "Aku lelah berlari! Kau bawa saja bayi ini sendiri!"

Ada jeda keheningan di antara mereka sebelum pria bermata kelam berkata, "Baiklah, kalau memang ini kemauanmu." Ada selipan kekecewaan dalam suaranya, tapi ia tidak punya waktu untuk meratapi keputusan si lawan bicara. "Selamat tinggal."

"Tu-tunggu!"

"Kenapa lagi?"

Si teman pelarian yang berpakaian serba hitam dari ujung rambut sampai ke kaki, menyingkirkan kain pada bungkusan dan mendekatkan telunjuk pada sosok mungil bayi yang tertidur. "Masih bernapas ...." Ada kelegaan dari embusan napasnya. Namun, tak lama aroma sinis terlontar saat ia berkata, "Hebat. Nyawanya terancam dan bisa-bisanya dia tertidur!"

Tanggapan yang tidak kalah sinis juga meluncur dari antara bibir pucat lelaki di hadapannya. "Apa yang kau harapkan? Menangis sampai isi perutnya keluar dan memancing makhluk-makhluk liar yang mengejar datang dan membantai kita semua?"

Merasa kalah debat, si wanita terdiam sambil bersedekap dan membuang muka.

Tidak lama, sayap hitam berbentuk kelelawar mencuat dari punggung lelaki tinggi dan bertubuh kekar. "Kita berpisah di sini. Selamatkan dirimu sendiri."

"Ka-kau salah satu dari mereka?" Instingnya menjerit untuk melindungi bayi yang berada dalam penguasaan lelaki yang siap mengudara. "Kembalikan dia padaku! Sekarang!" tuntutnya sambil melayangkan serangan.

"Hentikan! Kau bisa mengenai bayi ini!" Demi keamanan si bayi, pria bersayap kelelawar mengorbankan punggungnya terkena cakaran dari wanita yang semakin kalap menyerang.

Perih yang berdenyut-denyut pada luka terbuka menjalar ke seluruh tubuhnya. Namun, ia tidak bisa leluasa mengerang atau melaung kesakitan, karena hanya akan mengundang para pengejar mengetahui posisi mereka. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menahan dan mengatupkan mulut rapat-rapat.

"Berikan dia padaku atau kuhancurkan jantungmu!"

Ancaman yang tidak bisa diremehkan. Lima jari berkuku panjang dan lancip menancap di dada si pria malang yang meringis hingga alis ujung alisnya menyatu di pangkal hidung. Bila sampai telapak tangannya mengatup, habislah sudah. "Kau ...!"

Di tengah-tengah gelenyar perih dari setiap saraf di tubuhnya, ia berancang-ancang untuk terbang. Namun, kakinya sempat ditahan dan dihempaskan kasar, hingga harus rela mengorbankan lutut supaya bayi dalam pelukan tidak tertindih.

"Berikan! Kau akan membunuhnya, 'kan?!" Memanfaatkan kesempatan dari lawan yang bertekuk satu lutut, wanita bertelinga lancip mirip serigala segera menarik rambutnya kuat-kuat sampai ia menengadah. Cukup dengan satu entakan kasar untuk membuat lehernya berderak patah.

Demi mempertahankan hidup, bayi yang masih juga tertidur dibekap semakin erat, sementara tangan satunya terulur ke belakang hingga berhasil meraih dan meremas betis penganiaya yang semakin mantap ingin merenggut nyawanya di tempat asing ini. "Bodoh! Bila aku ingin membunuhnya, itu sudah kulakukan sejak wanita sekarat itu menyerahkan bayi ini padamu!"

Keras kepala mungkin nama tengah si wanita yang justru menantang balik dengan mengeratkan jambakannya. "Kau pikir aku percaya?"

"Itu urusanmu." Pada salah satu lipatan sayap kelelawarnya keluar cakar melengkung yang menempel di lengan si wanita. "Sekarang lepaskan aku atau kau ingin buntung selamanya? Racun pada cakarku bisa menghambat regenerasi sel di tubuhmu."

Berhasil. Cengkeraman di rambut yang serasa akan tercerabut dengan kulit kepalanya, mengendur. Tidak ingin melepas kesempatan lain, ia segera mengepakkan sayap dan mengudara.

Geraman keras memekakkan telinga diikuti oleh gelombang suara yang menerbangkan dedaunan melabrak tubuh mereka. Pria bersayap kelelawar sempat bergeser satu meter dari posisinya yang mengambang. Sementara wanita yang masih menjejak tanah lebih beruntung karena tidak terhempas akibat tertahan akar pohon yang menahan tubuhnya.

Berita buruk, para pengejar sudah menemukan lokasi pesembunyian mereka. "Tunggu aku, sialan!"

Seulas senyum penuh kemenangan dan diselipi ejekan langsung mengembang. "Kau adalah pelari cepat. Jadi, gunakan keempat kakimu itu dengan baik!" Ia pun membumbung tinggi dan menghilang di balik kabut tebal. Suaranya kembali bergema, "Gunakan penciumanmu juga bila kau tidak ingin jadi bangkai di dasar jurang!"

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top