Chapter 9.4 - Wyfrien

"Aku Hazel Lysandra Zeafer. Terserah mau dipanggil Hazel, Lysandra, Lysa atau Lys." Lysandra mengulurkan tangan dari tepi meja, tapi karena masih jauh dari jangkauan lelaki di seberang, ia berinisiatif menganjur tubuhnya di atas meja sambil bertumpu pada satu tangan lain. "Kau siapa?"

"Wyfrien." Uluran tangan Lysandra tidak disambut meski gadis di depannya sudah berbuat lebih demi memudahkan mereka berjabat tangan.

Kedongkolan menohok hati Lysandra. Cukup lama ia menatap telapak tangan yang sama sekali tidak disentuh oleh Wyfrien, sebelum diadu dengan telapak tangan yang lain hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. "Salam kenal."

Tidak ada yang bisa dilakukan Lysandra selain kembali mendudukkan diri di sofa berbalut beludru merah darah setelah uluran persahabatan yang ditawarkan ditolak mentah-mentah. Seburuk-buruknya sikap Schifar, yang ini jauh lebih buruk.

"Apa yang kau cari?" Ekspresi wajah dan intonasi suara Wyfrien tidak berubah.

"Heh?" Menurut Lysandra, lelaki kaku yang duduk di seberang sana mungkin terkena suatu penyakit yang menyebabkan otot-otot di wajahnya mati rasa karena selalu mendapatkan suguhan ekspresi yang sama.

"Aku tidak akan bertanya untuk ketiga kalinya." Lawan bicara Lysandra mempertegas bahwa kesabarannya hanya setipis kertas.

"Aku ingin tahu tentang ... Vyras ... wulf ...?" Lysandra tidak bermaksud bertanya, tapi sekarang menjadi tidak yakin bisa mendapatkan informasi dari sosok seperti Wyfrien. Entahlah, dia defensif sekaligus ofensif di saat yang bersamaan.

"Di halaman situs sudah ada." Wyfrien berdiri lalu mendekati jendela dan menyibak tirai hingga cahaya matahari yang semakin lembut menerobos masuk.

"Bila informasi di halaman situs itu lengkap, aku pasti tidak akan kemari." Lysandra menahan diri supaya tidak mendengus seperti banteng mengamuk yang diprovokasi oleh seorang matador dan berlari untuk menanduk Wyfrien.

Keheningan kembali melanda karena sosok jangkung yang tengah bersandar sambil bersedekap di jendela tidak menanggapi dan malah menikmati cahaya matahari yang masuk ke dalam matanya, persis yang dilakukan oleh Excelsis di pagi hari. Sikap dan cara berdiri Wyfrien terkesan tegas dan dominan, sangat berbeda dengan Schifar yang cenderung galak dan mengintimidasi. Yang membuat kedua makhluk yang seperti saling berlomba untuk menyamai tinggi tiang listrik hanyalah aura acuh tak acuh mereka. Selebihnya, Wyfrien hanya akan memperhatikan sesuatu bila ada yang menarik perhatian, sisanya ia akan berada di dunianya sendiri.

"Bukannya cahaya matahari tidak bagus dipandang langsung? Bisa merusak retina." Lysandra berusaha mengusir kesunyian demi membuyarkan ketidaknyamanan yang tak kunjung pergi akibat lelaki anti sosial seperti Wyfrien.

Lysandra sulit mendeskripsikan perasaan campuk aduk yang memeluknya. Kesal? Sudah pasti, tidak ada yang suka disamakan dengan sekarung kentang. Menyesal? Ada, walau sedikit. Terancam? Sejak memasuki museum hidupnya sudah terancam. Yang paling mengganggu tentu saja yang terakhir karena semakin memperparah keinginan untuk buang air kecil. Namun, sejeli apa pun matanya memindai setiap pintu di ruang penyiksa batin ini, tak ada satu pun yang memiliki tanda bertulisan toilet.

"Keluar dari sini lalu belok kanan. Lihat tanda di pintunya." Wyfrien sama sekali tidak menoleh.

Lysandra sampai tidak bisa berkata-kata selain membelalak sambil menutupi dahi dengan dua telapak tangan, berusaha menamengi isi pikiran. Meski tahu bertindak sia-sia, tetap saja dirinya sibuk bertanya dalam hati apakah memang ia sangat mudah terbaca. Sayang, tidak ada jawaban yang mengalir keluar sekeras apa pun otaknya memproses berbagai kemungkinan.

"Kau ingin aroma pesing mendominasi ruangan ini?" Lysandra tersentak sewaktu suara Wyfrien terdengar sangat dekat. Benar saja, sosok berhidung mancung ini sudah berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar.

Selama apa aku melamun sampai tidak sadar dia sudah terbang ke arah pintu, hah!

"Ah, iya!" Embusan angin melewati Wyfrien sewaktu Lysandra melesat keluar. Sepertinya Lysandra sudah sampai di ambang batas yang bisa ditahan, sedikit lebih lama maka hari ini akan menjadi kenangan terburuk dalam hidupnya—siswi kelas 11 yang mengompol di ruang publik dan disaksikan oleh lelaki tampan yang bisa disejajarkan oleh Schifar.

Selesai mencuci tangan, pintu utama yang bisa membawanya keluar dari tempat penuh misteri dan kelam ini sempat menggoyang keteguhan hati Lysandra. Namun, keinginan untuk melarikan diri langsung luntur karena mengingat misi utama hingga berani bertindak sejauh ini—demi Schifar. Lagipula ia perlu mengambil tas punggung yang berisi buku-buku dari perpustakaan, akan sangat menyusahkan bila karena kecerobohan sendiri buku-buku tersebut tertinggal lalu hilang. Melihat sampulnya yang kusam dan kertas-kertas yang menguning, tentu sangat sulit mendapatkan pengganti. Terakhir ada Excelsis yang hingga detik ini tidak kelihatan batang hidungnya.

Lysandara menyiapkan diri lagi dengan mencoba menumpuk batu keteguhan hatinya lebih tinggi hingga membentuk menara yang kokoh dan anti gentar. Sampai di ambang pintu, Wyfrien sudah kembali di posisi semula—di samping jendela yang tirainya sudah tertutup, tapi masih menyisakan celah untuk mengintip ke luar. Meski penasaran dengan sesuatu yang menarik perhatian Wyfrien, Lysandra memilih menahan diri untuk tidak ikut-ikutan mengintip.

Seorang wanita tengah bergerak perlahan menyusuri tembok museum. Ia memilih jalur memutar karena takut senasib dengan Lysandra bila mengikuti rute yang sama. Harga yang harus dibayar cukup jelas—terlihat konyol karena tingkahnya seperti balerina amatir yang berusaha menjadi kepiting profesional.

Tindakannya yang terus berjalan di ujung sepatu sambil menempelkan punggung ke tembok berhasil menggerakkan otot di wajah Wyfrien. Lysandra berani bersumpah sempat melihat kilasan senyum tersebut sebelum menghilang tanpa jejak akibat kehadiran Alfred di luar sana yang menggiring wanita tersebut ke pintu pagar, dengan kata lain mengusir secara halus.

Dalam hati Lysandra ingin memaki siapa pun yang telah mengganggu netranya untuk menikmati lengkung lembut yang membuat wajah Wyfrien terlihat lebih manusiawi dan tentu saja, lebih tampan.

***

Menyadari Lysandra sudah kembali dan duduk di sofa, hilang sudah sisa-sisa kemanusiaan Wyfrien yang sekarang kembali ke wajah kaku minim ekspresi. Kaca mata yang sudah tidak lagi bertengger di pangkal hidung semakin memperparah kesan seorang antagonis dalam film.

"Benda-benda ... pamerannya ... belum ada?" Lysandra berusaha bersikap senyaman mungkin untuk menangkal pendapat-pendapat berisik yang terus berteriak di kepalanya untuk menyudahi tur hari ini. Namun, bagian lain kembali membujuk demi mendapatkan segenggam petunjuk dari pemilik museum sendiri.

"Siapa yang mengutusmu?"

"Ehm, bisakah kau tidak membalas pertanyaan dengan pertanyaan?" Lonceng menara keteguhan hati Lysandra berdentang seturut dengan getaran intimidasi Wyfrien yang berpotensi menjadi gempa. Harapan yang tergantung di menara keteguhan yang rapuh terancam jatuh dan hancur berkeping-keping.

Awan gelap yang menyembunyikan petir seperti mengambang di atas kepala Wyfrien. Lysandra merasa tercekik karena memang takut petir dan guntur di saat bersama-sama dengan hujan sedang semena-mena menguasai langit. Sekarang ia tidak yakin hendak bertanya tentang kalung Nirfulong karena untuk bernapas saja sulit apalagi berbicara.

"Bila tidak mau menjawab, akan kucari tahu sendiri." Wyfrien kembali mengumbar tatapan khas seorang antagonis, membuat hati Lysandra menciut sekaligus berdarah. Terlalu sering disuguhkan sikap dingin yang keren bisa membuatnya berumur pendek, secara figuratif maupun harfiah.

Terjebak adalah kata yang tepat untuk menggambarkan ketidaksinkronan perasaan dan pikiran Lysandra. Jelas dirinya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Wyfrien, tapi tahu pasti kandungan ancaman di setiap luncuran kata dari bibir merah muda yang selalu cemberut itu. Kedua, entah ide dari mana hingga ia berpikir bila Wyfrien ingin mengenalnya lebih jauh dengan memakai jalur tidak bersahabat seperti di cerita-cerita yang sering dibaca bersama Excelsis.

Lysandra terus-menerus menolak getaran di hatinya saat ini bukan karena perasaan suka, tapi kewaspadaan. Apa daya, sebuah adegan berhasil membajak kepala Lysandra ketika dengan tidak tahu malu menculik Wyfrien ke dalam imajinasi yang terbentuk dari hasil sering membaca komik romantis.

Pipi Lysandra memanas sewaktu membayangkan wajahnya terbenam di dada bidang Wyfrien dan merasakan kehangatan dari pelukan lelaki itu. Bukankah wajar bila ia memiliki imajinasi yang sama dengan para penulis atau kartunis cerita romantis terhadap sepasang tokoh remaja dalam cerita mereka?

Tunggu dulu, tunggu dulu! Dia bukan Schifar!

Lysandra menelan ludah, berharap pikiran nakal yang menggoda akan tertelan seturut ludah yang sempat tersangkut di tenggorokan. Meski pikiran  terus menolak dengan keras, hatinya tidak mudah terbujuk untuk tidak meletakkan Wyfrien sedikit di bawah Schifar dalam daftar lelaki idaman, seberbahaya apa pun sosok di depannya.

Wyfrien kehilangan hasrat untuk bertanya lagi dan lebih fokus menatapnya lekat-lekat, segaris lurus dengan matanya. Lysandra menoleh ke arah lain, tidak kuat menahan desakan di dada yang serasa akan meledak karena luapan aura keren sekaligus misterius dari Wyfrien.

Karakter yang cocok diperankan oleh Wyfrien hanya satu, Vampire. Titik. Lysandra tidak sudi didebat dengan pendapatnya.

Kesunyian yang melengangkan membuat setiap detikan jarum jam terdengar seperti hitung mundur bom yang akan meledak bila sudah tiba pada waktu yang diatur. Jam antik yang menjadi saksi kebisuan dua anak muda yang seperti terperangkap dalam bingkai foto ini, berhasil menyentak Lysandra dengan lima dentangannya.

"Uhmmm ... aku harus mengejar bus terakhir. Jadi—" Lysandra menatap pintu yang setengah tertutup. Setidaknya ia memiliki alasan untuk melarikan diri sebelum tenggelam lebih jauh dari pesona Wyfrien, lagipula sikap tidak acuh yang terus menguar membuatnya serasa duduk di atas tanaman kaktus yang disulap menjadi sofa.

Tangan Wyfrien menyusup ke laci meja kerja teratas lalu melempar satu botol kaca kecil ke arah Lysandra. "Minum itu. Habiskan, bila kau masih ingin bangun besok."

Refleks Lysandra yang sigap, membuat botol kaca tersebut tersangkut aman dalam genggamannya. "Apa ini?" Benda bening yang diangkat setinggi mata berisi tiga kapsul yang masing-masing berwarna merah dan kuning.

"Penawar. Habiskan." Wyfrien memberi penekanan pada pesan terakhirnya.

"Penawar?" Alis Lysandra naik untuk sesaat sebelum bergelombang dan melontarkan pandangan penuh tanda tanya pada Wyfrien. "Untuk apa?"

"Apakah orang sehat perlu minum obat?" Kesinisan menyesap ke luar dari satu sudut bibir Wyfrien yang terangkat.

Tentu saja aku sehat! Jadi, untuk apa harus minum obat?  Kau bilang ini penawar, tapi penawar apa? Racun? Racun apa, siapa yang keracunan? Memangnya kau siapa, dokter? Lebih baik mati daripada minum obat tidak jelas seperti ini!

Lysandra pasti terengah-engah bila harus menyuarakan monolognya dalam satu tarikan napas. Semua dipicu oleh satu percikan kekesalan yang disulut oleh sosok yang masih bergeming di tempatnya.

"Berhentilah menggangguku dengan racauanmu!" bentak Wyfrien, membiarkan napas kesal menyembur cepat dari lubang hidungnya.

Kehebatan Lysandra ketika tengah marah adalah tidak menyadari seseorang baru saja mendengar monolog dalam hatinya barusan dan sekarang malah menggigit balik seperti anjing rabies. "Bila merasa terganggu seharusnya kau biarkan aku mati di luar sana! Kenapa sih, di dunia ini bisa ada orang aneh sepertimu? Tidak salah saja aku diperlakukan begini bagaimana bila sebaliknya. Ini—kukembalikan!"

Mata Wyfrien segera berpindah pada botol kecil pemberiannya yang sempat beradu keras dengan permukaan meja yang terbuat dari kayu pohon Oak. Lysandra tidak terima mendapat bentakan kasar dari seseorang yang tidak dikenal, tapi memintanya menenggak kapsul yang diklaim sebagai penawar. Bukan tindakan bijaksana memercayai perkataan orang asing, apalagi menuruti.

Dengan ekspresi yang kembali datar, Wyfrien menatap Lysandra lekat-lekat. "Kau merasa tidak bersalah setelah tidak mengindahkan pengumuman di depan sana dan seenaknya menerobos properti orang? Bukankah dua hal ini layak disebut tindakan 'bodoh', kalau kata ceroboh tidak cukup untuk menggambarkan dirimu?"

Kata-kata Wyfrien seperti puluhan pisau lempar yang menancap di kepala dan dada Lysandra. Namun, bukannya berdarah-darah dan sekarat, ubun-ubun gadis ini serasa berubah menjadi gunung berapi aktif yang bergemuruh. Hati yang mendidih menjadi sulut utama gunung berapi ini meledak dan melontarkan seluruh isinya.

***

Selesai juga. Pertimbangkan untuk vote dan komen ya sebagai bentuk dukungan buat aku, ya iyalah buat aku masa buat dia, kan yang kamu kenal aku bukan dia *eh?*
//yang nulis kenapa sih?//

Maaciw very banyaks <3 <3 <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top