Chapter 7.7 - Black, Grey and White (Vyraswulf)
"Maeveen, cukup. Jangan kau takut-takuti anakmu lagi," pinta Aithne setengah memerintah. "Kau seperti baru saja mengisap habis darahnya."
Wajah Excelsis yang pucat pasi saat ini tengah membayangkan di dalam lemari es ada tubuh manusia yang terpotong-potong. Bagian berdaging menjadi makanan Aithne, sedangkan darahnya untuk minuman suplemen Maeveen. Ia memang tidak pernah membuka lemari es utama yang terletak di dapur karena semua kebutuhan seperti minuman dan makanan kecil yang perlu disimpan di lemari es dalam kamar tidurnya selalu diisi oleh Siera.
Maeveen mengacungkan gelas yang sudah separuh terminum. "Ini jus tomat. Karena sudah lama disimpan jadi seperti ini, mengental." Senyum Maeveen merekah dan memunculkan dua gigi lancip. "Tenang saja, sejak lahir aku tidak pernah minum darah manusia," tutupnya sambil meneguk habis jus favoritnya itu.
"O—Oke ...." Excelsis masih lupa caranya bernapas. "Mama ...," panggilnya ragu-ragu diselipi ketakutan.
"Ya."
"Apakah Mama akan berubah menjadi ...."
Aithne membenci kalimat yang digantung. Namun ia bisa menangkap maksud Excelsis dengan jelas. "Kalau aku akan berubah menjadi serigala?"
"I—Iya. " Excelsis berusaha tersenyum.
"Tidak. Wujudku tetap seperti ini selama terkendali."
Excelsis mengembuskan napas sepelan mungkin, berharap Aithne tidak mendeteksi kelegaan yang membajiri hatinya sekarang. Meski pernyataan Aithne sangat jelas, ia harus selalu waspada bila sewaktu-waktu wanita di hadapannya hilang kendali dan berubah menjadi monster serigala yang akan menyerang siapa saja. Setidaknya ini tehnik yang diajarkan oleh film-film televisi tentang bagaimana caranya menyelamatkan diri dari kiamat pribadi.
"Aku begini karena kecelakaan di masa lalu, EG. Kau tahu rasanya tidak termasuk dalam golongan mana pun? Aetherian sialan menganggapku aneh dan berbahaya." Sorot Aithne menajam lagi karena kenangan masa lalu yang pahit, terutama di zaman dirinya bersekolah. "Selain itu, aku juga tidak pantas dimasukkan dalam golongan satunya lagi."
Senyum getir. Excelsis tahu persis senyum yang tertahan dengan mata yang dipenuhi kilatan kekecewaan. Wanita ini baru saja memperlihatkan kerapuhannya.
Mengalami penolakan adalah hal yang menyakitkan, setabah apa pun seseorang pasti jauh dalam hati tetapsaja ada luka yang tertoreh. Sepintar-pintarnya mereka menyembunyikan kepedihan itu dan berharap suatu saat akan sembuh, bekasnya akan tetap ada dan pasti akan mengembalikan memori tersebut sekeras apa pun mereka berusaha melupakan.
Maeveen merangkul bahu sang istri, mengingatkan wanitanya bahwa ia akan selalu ada untuk menjadi si penopang emosi. Aithne menyentuh punggung tangan suaminya lalu tersenyum. Kali ini Excelsis bisa menerjemahkan lengkung di bibir Aithne adalah ungkapan kelegaan dan terima kasih, atau juga mungkin bahasa lain dari perasaan cinta di antara mereka berdua.
"Itu sudah lama berlalu. Kami sudah bisa menyatu dengan gaya hidup seperti ini, tidak ada masalah lagi." Aithne berdiri dan berjalan santai ke ruang makan. Sesampainya di ambang pintu ia berbalik dan bertanya, "Kalian ingin dibawakan kue buatanku?"
Pasangan kompak bapak dan anak sontak mengangguk cepat dan memperhatikan Aithne yang menghilang di balik tembok. Meski ada pelayan yang bisa melakukan segala sesuatu termasuk mengantarkan makanan, Aithne tetap memilih menyuguhkan makanan buatan sendiri. Seperti ada kepuasan tersendiri yang juga tidak dimengerti olehnya.
***
Excelsis duduk meringkuk di atas sofa sambil memperhatikan kedua orang tuanya. Maeveen menonton berita di TV, sementara Aithne sibuk membolak-balik halaman majalah mode terbaru.
"Jadi ... apa kelebihan kalian?"
"Bisa terbang dan bergerak cepat. Seperti tadi," balas Aithne tanpa menoleh. Sesekali ia memotret atau memindai kode yang tertera pada halaman-halaman yang menarik perhatiannya.
"Kalau Mama?"
"Tidak ada yang spesial." Aithne sibuk berkomunikasi dengan rumah mode yang memajang koleksi mereka pada majalah tersebut.
"Dia adalah pelacak paling andal yang pernah kutemui." Maeveen memutuskan untuk bergabung dalam perbincangan.
"Benarkah? Keren!"
Entah mengapa hal pertama yang langsung muncul di kepala Excelsis adalah gambaran Aithne sebagai seorang polisi hutan yang ditakuti oleh para pemburu dan pembalak liar, padahal Maeveen sama sekali tidak menyinggung soal hutan.
"Itu dulu. Sebelum ada satu pelacak andal lain yang membuatku menjadi seperti idiot!" Aithne melirik suaminya.
Maeveen hanya melontarkan senyuman yang lebih cocok disebut seringai kemenangan, seolah ingin mengatakan, 'karena aku lebih baik darimu, sayangku.'
"Wuah! Dua polisi hutan yang saling bersaing untuk membasmi para pemburu dan pembalak liar! Saat itu pasti semua hutan di perbatasan kota aman sentosa berkat kalian!"
Maeveen dan Aithne berpandangan lalu saling melempar senyum, seperti sepakat untuk tidak mengacaukan imajinasi indah putri mereka. Setidaknya gambaran mereka berdua bagi Excelsis sangat positif. Bila mereka mengatakan bahwa profesi mereka sebenarnya sebagai pencuri profesional, bisa dipastikan kebanggaan Excelsis kepada mereka berdua akan hancur lebur.
Maeveen terkekeh. "Kurang lebih begitu. Karena hutan terlalu aman, kami pensiun dan kau tahu sisanya, bukan?"
Hebat! Dari polisi hutan lalu banting setir menjadi peneliti sekaligus dokter! Orang tuaku luar biasa istimewa.
"Boleh kuajukan satu pertanyaan?"
"Apa?" Aithne dan Maeveen berbarengan menjawab pertanyaan Excelsis.
"Kenapa kalian yang berbeda ras bisa menikah, bukankah dengan perkawinan silang akan membuat ras kalian menjadi tidak murni?"
Aithne berpikir sejenak lalu balik bertanya, "Inti pertanyaanmu itu sebenarnya adalah apakah tidak ada hukum yang mengatur untuk menjaga kemurnian ras, bukan?"
Excelsis mengangguk antusias. "Seperti itu."
"Tidak. Kalaupun ada itu tidak berlaku bagi kami berdua." Aithne menatap mesra ke arah Maeveen, menebar perasaan sesuka hati.
"Sebenarnya ada. Dalam setiap ras pasti mereka memiliki seorang gadis suci. Gadis suci ini tidak diperkenankan untuk jatuh cinta pada ras lain atau pun kepada kasta yang lebih rendah. Supaya kau tidak bingung, hanya dunia Vyraswulf dan Merphanon saja yang masih memiliki sistem ini." Maeveen mencoba menjelaskan tapi malah mengundang sedikit garis-garis keriput di dahi Excelsis.
Aithne menangkap kebingungan di mata Excelsis dan mencoba untuk memberikan penjelasan sesingkat mungkin dengan bahasa yang mudah dimengerti. "Mungkin guru sejarahmu sudah pernah membahas tentang ini, tapi kujelaskan lagi. Dunia ini sudah dikotak-kotakkan oleh para ras. Darat oleh Vyraswulf, Udara oleh Vampire dan yang terakhir adalah Air oleh Merphanon."
"Ya, Nona Purbakala pernah menyebut mereka."
"Bagus. Berarti kau sudah tahu bila dunia Vyraswulf sendiri terbagi tiga?"
Excelsis menggeleng pelan dan berbisik pelan, "Aku tidak menyimak."
Ras Vyraswulf terbagi tiga berdasarkan warna bulu ketika mereka berada dalam fase menjadi serigala utuh. Golongan berbulu putih disebut White Vyraswulf, mereka adalah golongan yang paling elok karena darah mereka belum tercampur dengan ras lainnya.
Lanjut ke penyebutan Grey Vyraswulf, warna bulu mereka tergantung dari kemurnian darah yang mengalir di tubuh mereka. Tidak heran warna bulu mereka yang paling beragam di antara kaum bermoncong panjang ini. Semakin banyak 'gangguan ras' dalam tubuh mereka bisa membuat mereka kehilangan kemampuan yang umumnya dimiliki para Vyraswulf hingga pada titik sama sekali tidak bisa berubah menjadi serigala.
Terakhir, kelompok yang mendapatkan namanya sebagai Black Vyraswulf karena warna bulu mereka yang hitam legam. Mereka adalah kelompok yang tidak akan pernah menjadi manusia kembali setelah Bulan Purnama ke-13, selamanya mereka akan terperangkap dalam tubuh serigala hitam besar.
"Setiap Vyraswulf memiliki kristal Nirfulong. Dalam kasus para Black Vyraswulf, kalung mereka perlahan akan retak dan pada satu titik akan hancur. Itu karena kristal Nirfulong mereka retak dan hancur. Papa akan menjelaskan setelah mamamu selesai." Maeveen menambahkan dan mempersilakan Aithne melanjutkan kelas kilatnya pada murid yang telah memasang telinganya dengan baik.
Golongan Grey, dapat berubah menjadi manusia kembali setelah perubahan pertama mereka di bulan purnama, mereka bahkan dapat berubah menjadi serigala sesuai keinginan mereka.
"EG, ada dua teori kenapa mereka dimasukkan dalam kategori ini," sela Aithne. "Teori pertama yang sering digaungkan mengenai karena percampuran ras akibat praktik kawin campur."
Untuk teori kedua, konon mereka sebenarnya adalah para White yang tidak berbakat sehingga menjadi kelompok buangan sehingga sebutan Grey pada mereka merupakan bentuk hinaan untuk menunjukkan ketidakbergunaan mereka dalam dunia Vyraswulf.
"Warna abu-abu adalah percampuran dari hitam dan putih. Jadi, mereka tidak pantas menjadi bagian dari White, tetapi tidak sudi menjadi bagian dari Black." Aithne sumrigah setelah mengecek balasan pesan dari rumah mode yang dihubunginya tadi. "Sebentar, aku harus melunasi pembayaran." Aithne memindai retina matanya dari ponsel lalu menekan beberapa tombol sebelum transaksinya berhasil.
"Malang sekali."
"Begitulah. Para White memiliki kebanggan diri yang melebihi tinggi mereka sendiri. Mereka yang jumlahnya sangat sedikit memimpin para Grey dan yang tak jarang menemui ajalanya di tangan warga mereka sendiri."
Maeveen menjeling pada Aithne yang menyuapi Excelsis dengan rumor yang belum bisa dikonfirmasi kebenarannya terhadap ras Vyraswulf. Aithne menoleh dan melemparkan senyum nakalnya, sama sekali tidak bermaksud mengoreksi.
"Euh. Bangsa yang rumit." Excelsis menyingkirkan poni yang menusuk mata.
"Tapi kau perlu mengetahuinya." Nada Aithne memaksa.
"Apa yang istimewa dari golongan White?"
"Hanya dari golongan mereka dipilih seorang gadis yang akan menjadi perawan tua dalam kuil sebagai Bejana Freynir. Vyraswulf perempuan—"
Excelsis menyergah cepat, "Virwulf! Dan laki-lakinya disebut Vargulf."
"Seratus!" puji Aithne lalu melanjutkan, "jadi, di dalam kuil tersebut ada seorang White Virwulf dan empat Vargulf, lima makhluk ini tidak diperkenankan untuk jatuh cinta dan menikah—jadi perawan dan perjaka tua ompong sampai penerus Bejana Freynir dipilih kembali."
Maeveen tidak tahu harus tertawa atau merengut mendengar penjelasan Aithne, tapi kemudian memutuskan untuk tidak memilih kedua-duanya.
"Tapi, cinta itu buta. Siapa saja bisa kena, 'kan?" Excelsis ingin bersimpati pada kelima makhluk malang yang terpilih menjalani kehidupan yang telah digariskan pada mereka.
"Cinta bagi kelima makhluk sial kuadrat ini sama saja dengan kematian. Bila mereka melanggar, hukuman mati sudah menanti. Kenapa aku bilang sial? Terpilih jadi Vesta Restia dan Vasto Guardia saja sudah sial, lalu menjalani hidup sebagai makhluk-makhluk kesepian hingga akhir hayat. Apa namanya kalau bukan sial kuadrat?"
"Kasihan. Mereka benar-benar rumit tidak tidak mengenal hak asasi."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top