Chapter 7.5 - Vessel of Freynir
"Vampire ...." Excelsis menunjuk Maeveen dan pria itu mengangguk pelan, lalu jarinya berhenti pada Aithne. "Vyraswulf."
Baru kali ini bagi Excelsis menelan ludah seperti menelan biji kedondong.
"Ya. Vampire dan Vyraswulf," balas Aithne sambil menepis pelan jari Excelsis. "Kau tahu apa itu Vyraswulf?"
"Ba—bangsa penguasa darat, ma—manusia seri ... gala ...." Excelsis berusaha menjabarkan informasi yang ia terima dari pelajaran Sejarah si Nona Purbakala.
"Oh, rupanya kau sudah tahu."
"Sedikit ...," Excelsis menekan ruas pertama kelingkingnya dengan ujung jempol.
"Sejak kapan? " Aithne bangkit dan menarik kursi dari meja belajar Excelsis lalu duduk bersedekap sambil melipat kaki.
"Nona Gale, guru Sejarahku—di sekolah."
"Begitu." Aithne memainkan ujung rambutnya sambil terus menatap Excelsis. "Apa saja yang dia jabarkan?"
"A—aku tidak mendengar semuanya, karena pelajaran itu sangat membosankan, Ma." Excelsis tertawa kaku dan menghindari tatapan Aithne.
"Tidak akan membosankan bila denganku. Sekarang pasang telingamu baik-baik terhadap semua yang akan kami ceritakan."
Tanpa menunggu respon Excelsis, Aithne langsung melontarkan pertanyaan, "Freynir. Kau tahu siapa dia?"
Excelsis tidak yakin, tapi berusaha menerka, "Salah satu dari anak Kalbatama?"
"Ya. Dewi malang itu banyak menderita karena ulah Iora dan anak-anaknya, terutama Neoma—Si Dewi Bulan keparat itu!"
"Ai, kendalikan dirimu." Maeveen tahu pasti kemuakan Aithne.
"Ck, kenapa dengan menyebut nama hina itu membuat mulutku terasa kotor!" dengus Aithne. Dorongan untuk meludah sangat kuat, tapi harus ditahannya karena ia tidak ingin mengotori ruangan Excelsis. Aithne mengembus cepat dan kasar lalu mengangkat mata untuk bertemu dengan milik Excelsis. "Freynir adalah Dewi Bulan yang pertama sebelum jabatan itu direbut si terkutuk yang tak perlu lagi kusebut namanya itu."
Dalam pandangan Excelsis tatapan Aithne yang menajam itu seperti menghunjam jitu di jantungnya. Untung saja tidak ada lubang dan darah yang menyembur keluar.
"Kau tahu rahasia besar para makhluk yang katanya kekal itu?" Aithne mencondongkan tubuh sambil memicingkan sebelah mata.
"Apa, Ma?" Kebalikan dari Aithne, Excelsis justru membuka matanya lebar-lebar karena dibuat penasaran.
"Mereka ...." Mata Aithne mendelik ke atas. "Mereka itu bukan makhluk kekal seperti yang selama ini disebut-sebut. Mereka itu hanya sulit mati, tapi bukan berarti tidak bisa dilenyapkan karena ada cara untuk itu," terang Aithne sambil menaikkan ujung bibirnya yang runcing.
Tengkuk Excelsis menggelenyar melihat ekspresi Aithne yang membiarkan intensi jahatnya terumbar keluar begitu saja. Ide untuk membunuh dewa atau dewi saja sudah gila, tapi melihat kesungguhan di mata wanita ini membuat Excelsis sedikit mempertanyakan kewarasan Aithne.
Keheningan dipecahkan oleh Maeveen yang merasa perlu untuk menyela, "Cara seperti itu memang ada, tapi kenyataannya tidak semudah yang merasuk dalam kepalamu, Ai. Tidak ada yang tahu di mana benda-benda pusaka itu berada."
Bibir Aithne berkedut sambil menjeling pada Maeveen yang berhasil membunuh kesenangannya. "Ck."
Mata Excelsis sibuk bolak-balik memperhatikan orang tuanya yang tahu-tahu mogok bicara satu sama lain. Tidak ada lagi lemparan pandangan saling cinta yang menghangatkan hati gadis yang sekarang terjebak di tengah mereka. Harus diakui bila Maeveen membuka mulut, keadaan kikuk seperti ini kadang terjadi karena hanya pria ini yang bisa mengerem keliaran pikiran Aithne.
"Musangku pasti sudah dingin." Aithne bangkit dan berjalan ke arah pintu.
Excelsis dan Maeveen saling pandang dan sama-sama mengangkat bahu sambil mencebik, tahu persis dengan sikap merajuknya. Perut Excelsis yang tahu-tahu bergemuruh menjadi alasan mereka untuk menyusul Aithne yang sengaja tidak menutup pintu.
"Ayo. Kita lanjut setelah makan malam."
"Ok." Excelsis bergelayut manja pada Maeveen dan berjalan beriringan.
Di dekat tangga mereka dicegat Aithne yang berdiri sambil mengacungkan tempat lilin bercabang empat dan berkata, "Perbaiki dan cabut sisanya."
Maeveen mengambil tempat lilin yang kehilangan satu cabang akibat tertancap di dinding, tiga cabang lain hanya bengkok dan mudah untuk diluruskan kembali. Sepertinya benda anti patah— menurut klaim kata si penjual— yang melayang cepat dari tangan Excelsis ini masih kalah sakti dengan tepisan pelan Maeveen.
***
Selama setengah jam praktis tidak ada pembicaraan dalam keluarga Vladimatvei yang sibuk memindahkan aneka makanan yang tersaji ke perut mereka. Lagipula mereka tidak terbiasa untuk bersuara di ruang makan, kecuali bila menghadiri pesta.
Selesai urusan perut, mereka beralih ke ruang keluarga. Aithne sibuk memilah-milah perlengkapan perawatan kuku dan menjejerkan beberapa botol cat kuku di atas meja. Tidak ada yang bisa mengganggu konsentrasi wanita ini meski ada ledakan bom sekali pun. Maeveen duduk di kursi malasnya, berhadapan dengan Excelsis yang menunggu lanjutan dari pembahasan mereka yang sempat terputus.
"Kau tahu Phoenix?" buka Maeveen. Ia melirik Aithne yang masih tidak mau melibatkan diri.
"Burung Api penguasa Selatan?"
"Ya. Menurut legenda, Tungku Api miliknya—Tungku Api Phoenix—mampu membakar dan melenyapkan apa saja."
"Mengerikan."
Tubuh Freynir hilang dan menyisakan debu-debu emas yang mengendap di dasar tungku pembakaran milik burung api. Helgor berhasil menyelamatkan soulenate Freynir yang mengambang seperti bola roh melalui familiar sekaligus simbol dirinya, Edur. Serigala berbulu seputih salju ini menyambar soulenate Freynir dan bersembunyi di Dunia Tengah melalui portal yang dibuka paksa oleh Helgor.
Tidak ada yang tahu nasib yang akan menimpa Helgor karena membangkitkan angkara murka Kalbatama. Menolong seorang pemberontak dianggap sebagai bentuk pengkhianatan tingkat tinggi terhadap Yang Utama.
Dibantu oleh Althios, soulenate Freynir berdiam dalam tubuh Edur di Pulau Vadra Vhirea yang berlokasi di Dunia Tengah. Meski berada di Dunia Tengah, wilayah ini berada dalam penguasaan dan pengawasan Althios, dewa penguasa Dunia Bawah. Para penghuni Langit Atas tidak sudi memasuki Dunia Bawah yang dipenuhi aroma kematian yang busuk dan najis. Lagipula, tidaklah mudah untuk keluar dalam kondisi utuh bila sudah terlanjur berada di sini—sengaja atau tidak.
Selain karena labirinnya yang selalu bergerak dan membingungkan, wilayah Talmios sangatlah luas. Jadi, seandainya mereka berhasil keluar dari cobaan labirin, ancaman demi ancaman akan datang silih berganti.
Area hutan dipenuhi makhluk-makhluk aneh nan seram yang siap mengoyak apa saja yang bergerak, belum lagi jebakan yang bertebaran.
Danau belerang yang selalu mendidih sudah siap menghadang untuk mengurangi cadangan keberuntungan seseorang.
Padang pasir yang lebih cocok disebut padang bara api siap memanggang telapak kaki mereka yang nekad melintas.
Terakhir, konser gunung berapi dengan iringan letusan-letusannya menghasilkan simponi yang hanya bisa dinikmati oleh Dewa Kematian sendiri.
Tempat yang hanya dipenuhi keputusasaan dan frustasi tanpa ujung ini memang dirancang untuk menahan soulenate semua makhluk hidup dari Dunia Tengah. Di sini mereka menunggu penghakiman sesuai dengan karma yang mereka kumpulkan semasa hidup. Bila mereka menanam kejahatan maka mereka akan menuai hukuman sesuai tingkat kejahatan mereka.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang entah karena sial—taruhlah belum saatnya mati—atau hal lain dan berakhir di sini? Mudah, soulenate mereka akan tersesat dan mengembara selamanya. Kecuali bila mereka sangat beruntung dan berhasil menemukan sebuah portal yang bisa melempar si pengguna ke tempat-tempat tidak terduga. Sayang, beberapa portal ini hanya bersifat satu arah sehingga dengan mudah mematikan pengharapan para soulenate malang yang diceraikan oleh keberuntungan.
"Ai, tolong lanjutkan. Aku harus menerima telepon." Maeveen mengacungkan ponsel yang bergetar lalu bangkit menuju ruang kerjanya.
***
"Mereka menikah?" Ketegangan Excelsis mengendur karena pemaparan sejarah versi Aithne lebih luwes dan santai dibanding papanya yang malah melenceng dan membahas soal neraka.
"Tentu saja tidak, Helgor akan memastikan ketamatan karir Andhorus sebagai Dewa Perang bila ada yang berani menyentuh serigala suci kesayangannya—tidak ada pengecualian." Aithne meniup kuku-kukunya yang baru selesai dicat. "Tidak paham? Tentu saja, sejarah kita memang seperti benang kusut yang sulit diurai."
Pemilik Edur yang asli adalah Lycandilv, salah satu dari 15 Pixie Pertama. Ia memutus kontrak dengan serigala tersebut untuk menyelamatkan Rǜę kesayangannya itu dari kebinasaan. Siapa yang menyangka Pixie Emas ini mendapatkan simpati dan perhatian yang besar dari Helgor dan Althios.
Helgor 'mengadopsi' Rǜę serigala anggun tak bertuan ini dan menamainya Edur. Althios memasukkan Vadra Vhirea ke dalam wilayahnya, sehingga tidak ada yang bisa menggapai Edur dan Lycandilv. Istri dari Lycandilv, yaitu suku asli yang mendiami gugus kepulauan Vhirea menjadi bejana pertama Freynir.
"Kau tahu artinya menjadi bejana?" Aithne hanya diberi gelengan kepala oleh Excelsis. "Artinya, tubuh mereka akan menerima soulenate Freynir."
"Dalam satu tubuh ada dua soulenate?"
"Tidak, setelah transfer soulenate Freynir selesai ... soulenate sebelumnya akan pergi. Kau paham dengan pergi, bukan?"
Mata Excelsis membesar dan membekap mulutnya sendiri. Ia teringat dengan kisah dalam permainan yang hampir mirip. Cerita petualangan tersebut berhasil mempermainkan emosi Excelsis. Ia marah dan sedih karena kasihan dengan nasib para gadis yang dikorbankan supaya pendeta mereka 'hidup abadi', yaitu dengan mengambil alih tubuh para gadis tersebut.
Aithne melirik tangan Excelsis yang terkepal erat. Sedikit banyak ia bisa menebak apa yang tengah dipikirkan Excelsis dengan mulut mengerucut seperti itu.
"Berapa lama mereka hidup setelah menerima soulenate Freynir?" Excelsis membetulkan posisi duduknya.
"Hmm, transfer dimulai sewaktu mereka berusia enam belas tahun. Proses peralihan sekitar dua tahun. Ketahanan tubuh mereka sendiri sekitar lima sampai tujuh tahun."
"Dua puluh lima tahun? Muda sekali ...."
"Sebenarnya lebih muda dari itu karena boleh dibilang mereka telah 'pergi' di usia sembilan belas tahun, sesaat setelah proses peralihan selesai." Aithne meletakkan kristal swarowski di kukunya dengan sangat hati-hati. "Tahun-tahun berikutnya secara teknis mereka adalah Freynir. Kau tahu yang jadi permasalahan berikutnya?"
"Apa?"
"Bisakah tubuh fana mewadahi kedewataan Freynir?"
"Benar juga." Excelsis memeras otak sembari mencubit-cubit dagunya yang botak mulus beberapa saat sebelum akhirnya menyerah. "Apa yang terjadi pada mereka, Ma?"
"Mati perlahan-lahan. Kehilangan indra, lumpuh, gagal organ, pendarahan—silakan tambah sendiri semua penyakit-penyakit yang bisa kau ingat."
"Seperti kanker?"
"Bisa dibilang begitu, tapi kau bisa mengundang kemarahan para pemuja Freynir karena menyamakan junjungan mereka dengan kanker."
***
Next >> Fate of the Thieves
Glosarium:
Rǜę (dibaca Ri'yu) : spryte hutan yang bisa diikat 'kontrak' oleh para Pixie. Mereka adalah penghuni Hutan Argenoth. Tubuh Aether seorang Pixie dibuat oleh Rǜę, karena wujud asli Pixie hanya sebesar telapak tangan orang dewasa. Masing-masing Rǜę memiliki bentuk dan warnanya sendiri. Mereka dapat digunakan untuk menyerang atau bertahan, tergantung jenis sihir yang digunakan oleh para Pixie.
Tertarik dengan apa dan siapa itu Pixie? Kalau tertarik nanti kubahas sendikit di Extra File tersendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top