Chapter 6.5 - Two Corpes

"Gondrong ... jangan tinggi-tinggi." Lysandra yang sempat relaks kembali tegang karena ia takut ketinggian, semuanya tergambar jelas dari suaranya yang lagi-lagi bergetar. Dari ancang-ancang Schifar, ia bisa menebak mereka akan mengudara.

Schifar dapat merasakan lehernya sedikit tercekik karena rangkulan tangan Lysandra mengencang. Sebelum ia bisa melemparkan protes, pinggangnya juga menjadi korban jepitan paha gadis pengidap Achrophobia ini.

"Pegangan yang erat dan kau akan baik-baik saja. Satu lagi, jangan melihat ke bawah." Schifar langsung melompat untuk menghindari serangan lanjutan yang menerbangkan serpihan aspal ke udara. Karena ada Lysandra bersamanya, Schifar tidak dapat melakukan serangan balasan dan hanya melakukan manuver-manuver menghindar.

"Apa yang sedang kita hadapi sekarang?" Ketakutan Lysandra menjadi berlipat-lipat melihat tingkat keagresifan apa pun yang tengah menyerang mereka saat ini.

Berada di tempat terbuka sangat tidak menguntungkan bagi Schifar yang berada dalam posisi bertahan seperti sekarang. Ia tidak bisa menebak serangan keberapa yang mungkin saja mengenai mereka berdua.

"Diamlah, aku akan membawamu keluar dari sini!" Schifar berbelok dan memasuki hutan pinus dan berlindung di balik salah satu pohonnya.

Dugaannya meleset bila berpikir mereka telah aman. Sesuatu melesat dan menggores pipi Schifar yang tengah mengintip. Darah segera mengucur dari luka terbuka tersebut.

"Sial!" Schifar segera melompat ke atas dan mendarat pada cabang pohon yang sama karena mendeteksi nafsu membunuh yang tinggi dari sesuatu yang berlari cepat ke arah mereka.

Tumbukan besar menggetarkan tempat Schifar berpijak. Leher lelaki ini kembali tercekik seiring dengan intensnya tumbukan demi tumbukan pada pohon yang entah salah apa hingga harus menerima perlakuan brutal dari penyerang mereka.

Schifar melompat ke cabang pohon lain sesaat sebelum pohon yang dihinggapinya sejajar dengan tanah akibat ditumbangkan makhluk bertenaga besar yang tengah mengincar mereka.

***

Kesabaran Schifar habis sewaktu pohon demi pohon yang dipijaknya berakhir sama. Ia sadar bila terus melakukan hal sia-sia ini, kawasan hutan ini akan menjadi berhektar-hektar tanah lapang.

"Lys, lepaskan anting paling besar di telinga kananku."

"Eh? Kau memakai anting!" jerit Lysandra, antara takjub dan tidak percaya—tentu saja  porsi rasa tidak percaya lebih besar.

Dengan tangan gemetar karena gugup, Lysandra menjamah telinga kanan Schifar. Baru kali ini ia menyentuh bagian tubuh lawan jenis selain tangan dan desiran aneh langsung mengganyang dirinya. Lysandra tidak bisa menekan debaran jantungnya yang semakin kencang.

Jelas ia ketakutan. Namun, sekarang rasa antusias yang sulit dijelaskan oleh akal sehatnya juga menghampiri. Akibatnya ia gagal melepas anting yang diminta dan malah asyik menikmati kehalusan kulit telinga Schifar.

"Cepat lepaskan, Lys!" perintah Schifar lagi, sedikit kesal dengan kelambatan Lysandra.

"Ah—anting, ya anting. Ta—tapi anting mana yang harus kulepas?" Lysandra langsung menyadari bahwa Schifar memiliki beberapa deretan anting yang terpasang.

"Anting bulat! Cepat lepaskan!"

"Bulat, bulat. Tapi semua antingmu berbentuk bulat, Gondrong! Lepas yang mana?"

"Yang paling kecil, Muka Bola!"

Emosi Lysandra langsung mencapai titik didih mendengar nama panggilan kesayangan Schifar yang paling dibencinya terdengar kembali. "Bosan hidup, hah!"

"Kau yang bosan hidup dengan segala kelambatanmu itu!"

Terlanjur memasuki zona mendidih, Lysandra langsung mencabut salah satu anting Schifar. Beruntung seluruh anting yang dipakainya merupakan tipe tusuk sehingga hentakan kasar dari ulah gadis bersumbu pendek ini tidak sampai merobek daun telinganya.

"Akh! Telingaku sakit, tahu!" Telinga Schifar berdenyut-denyut nyeri.

"Apa yang harus kulakukan dengan benda jelek ini?" Lysandra sama sekali tidak merasa bersalah atas perbuatan kasarnya terhadap Schifar.

Entah bagaimana, anting bulat di tangan Lysandra membesar hingga seukuran kelereng, tapi gadis ini sama sekali tidak tertarik membahas perubahan tersebut.

"Anting itu terbuat dari dua bagian yang disatukan, temukan garis pemisahnya lalu kau putar berlawanan arah dan lempar ke a—"

Atas.

Belum juga Schifar menyelesaikan instruksinya, Lysandra sudah memutar dan melempar anting bulat tersebut ke belakang sejauh yang ia bisa. Dalam hitungan lima detik, bias cahaya biru terang keluar dari bola perak tersebut diikuti dengan suara dengingan berfrekuensi tinggi dan panjang.

Schifar langsung menyadari mereka berdua berada dalam masalah besar. "Sial! Apa yang kau lakukan, Lys!"

"Melemparnya, sesuai perintah." Lysandra menegaskan bahwa ia telah menyelesaikan tugasnya dengan sempurna.

Schifar membuat lompatan demi lompatan di antara cabang pohon hingga dirasanya cukup jauh dan aman dari jangkauan antingnya yang masih mengudara. Ia buru-buru mendarat setelah menemukan pohon paling besar yang bisa ditemukannya dan menarik Lysandra untuk merunduk. Keduanya menangkup telinga untuk mengurangi kebisingan yang dihasilkan bola perak di atas mereka.

5, 4, 3, 2, 1 ....

Bertepatan dengan hitungannya berakhir, ledakan besar berdentum diikuti dengan semburan cahaya terang seperti kembang api raksasa yang seketika menerangi langit. Bila saja saat ini mereka menghadiri perayaan pergantian tahun, tentu kembang api raksasa yang menghiasi langit akan mengundang decak kagum. Namun, semuanya akan berbeda bila semburan-semburan api biru tersebut terlihat seperti meteorit yang berpencar ke segala arah dan menghancurkan apa pun yang diterjangnya.

Salah satu yang menjadi sasaran terjangan meteorit biru tersebut adalah batang pohon tempat mereka berlindung. Batang pohon malang ini hancur menjadi serpihan-serpihan kecil dan menghujani keduanya.

Sepuluh menit kemudian, gendang telinga mereka terus digetarkan oleh suara debuman bertalu-talu ketika meteorit buatan tersebut melesat dan menghantam apa saja yang menghalangi jalurnya.

Debu, serpihan kayu, dedaunan yang berterbangan diikuti oleh bau hangus kayu dan materi lain yang terbakar adalah hasil yang tersisa setelah serangan meteorit biru tersebut berhenti.

Schifar mendongak dan mengembuskan napas lega. Bila saja mereka hanya berdiri di balik pohon ini, dipastikan kepala mereka telah lenyap.  Ia meraba telinganya dan menyadari anting paling bawah telah hilang.

Seketika ia menyesal telah memercayakan hidupnya pada Lysandra. Ia memang ingin mati, tapi bukan karena mati konyol akibat seorang gadis yang tidak bisa mengikuti perintah dengan baik, serta tidak bisa membedakan antara ukuran besar dan kecil.

Namun, ia langsung sadar bila dalam hal ini tidak bisa menyalahkan Lysandra sepenuhnya. Perbedaan diameter anting pertama dan kedua hanya sebesar dua milimeter, begitu juga anting ketiga hingga kelima. Tentu saja sangat sulit bagi gadis itu untuk membedakan semuanya secara signifikan dalam keadaan panik dan marah seperti tadi.

***

Lysandra belum sanggup berkata-kata akibat serangan panik dan ketakutan akut yang menderanya. Namun, suara detakan jantung Schifar yang terasa sangat dekat di telinganya memaksa meminta perhatian.

Pipinya tengah bersentuhan langsung dengan kulit lawan jenisnya, tepat di bagian dada. Lysandra buru-buru menjauhkan kepalanya dan melirik bagian atas kemeja Schifar yang telah terbuka. Mungkin kancing-kancing tersebut lepas akibat gerakan-gerakan kasar yang dilakoninya untuk menghindari serangan musuh tadi.

Seketika Lysandra merasakan desiran panas dari perut yang terus menjalar naik hingga ke wajahnya. Seolah masih kurang, jantungnya pun berulah dengan berdetak makin cepat. Tidak kuat menahan reaksi-reaksi aneh tubuhnya sendiri, Lysandra bangkit berdiri dan perlahan berjalan mundur. Hanya satu yang merongrong kepalanya, menjauhkan diri dari sumber yang membuat tubuhnya bereaksi aneh. Akibat gerakan tiba-tiba ini, kepalanya ikut berdenyut hingga seritme jantungnya yang masih berisik.

"Lys?" Schifar hanya terbengong-bengong melihat sikap kikuk Lysandra.

"A—aku mau menghirup udara segar, di sini terlalu berasap." Lysandra berusaha tersenyum tapi malah tampak seperti seringai di mata Schifar.

Schifar terlihat sangat seksi dengan posenya yang sekarang.

"Kau baik-baik saja?" Schifar terlalu bodoh untuk menyadari bahwa gadis di hadapannya bertingkah aneh akibat persentuhan mereka tadi.

Lysandra mengangguk cepat dan terus berjalan mundur hingga terantuk pada onggokan batang pohon di belakangnya. Schifar buru-buru bangkit dan menariknya.

Schifar terjengkang dan Lysandra menimpanya. "Hati-hatilah, dan jangan bertindak aneh."

Jarak wajah keduanya kurang dari sejengkal dan tatapan mereka saling mengunci.

"Bintangnya ... tidak kelihatan." Schifar menelan ludah lalu menggeser kepalanya ke samping dan memandangi langit untuk mengalihkan perasaan malu yang datang tanpa diundang.

"Ma—maaf ...." Beruntung otak Lysandra masih sanggup memerintahnya untuk bangkit dan mengulurkan tangan untuk membantu Schifar berdiri.

"Untung saja aku bukan menangkap gajah jatuh." Schifar berusaha bercanda, tapi sepertinya tidak sukses karena Lysandra tidak bereaksi.

Di depan mereka terhampar pepohonan yang tumbang, cabang, ranting dan dedaunan yang berserakan. Kepulan asap dari bagian pohon dan rerumputan yang menghitam terlihat di mana-mana, bahkan ada yang masih terbakar.

Telinga sensitif Schifar mendengar suatu gerakan kecil dari arah onggokan pohon yang bertumpuk-tumpuk tidak jauh dari tempat mereka berdiri. "Berlindung. Aku akan memeriksa tumpukan di sana."

Schifar hendak mengambil langkah pertama, tapi tertahan karena ujung bajunya ditarik oleh Lysandra. "Apa terlihat ada tempat berlindung yang aman sekarang?"

Schifar terdiam sebentar karena terselip kebenaran dalam pertanyaan Lysandra. "Baiklah. Tetap di belakangku."

Lysandra menurut dan memilih membuntuti Schifar sampai ke tumpukan pohon tumbang, seolah-olah menjadi penanda adanya kuburan di situ.

"Schifar, coba lihat ini!" Lysandra menunjuk pada sesuatu yang berkilau di dasar tumpukan pohon.

Schifar menyingkirkan sekitar tiga batang pohon untuk memudahkan Lysandra meraih benda yang menarik perhatiannya.

"Apa ini?" Lysandra berlutut di dekat benda berkilau tersebut lalu memungutnya.

"Bagian dari Kristal Nirfulong." Schifar mengambil benda yang dikenalinya sebagai kalung berharga milik bangsa Vyraswulf dari tangan Lysandra.

Kalung tersebut tidak utuh lagi, sebagian telah pecah menjadi serpihan-serpihan kasar yang berserakan di sekitar mereka berdiri. Demi memuaskan rasa penasarannya dengan keberadaan kristal tersebut di tempat ini, Schifar langsung menyingkirkan sisa tumpukan dengan harapan bisa menemukan pemilik kristal Nirfulong tersebut.

Mata Schifar menumbuk satu jenazah yang bagian lehernya tergigit oleh kepala serigala berwarna hitam pekat.

Tubuh serigala hitam tersebut telah lenyap.

***

Glosarium

Achrophobia : Takut ketinggian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top