Chapter 5.2 - Kill Or Be Killed

Kabut yang selalu menaungi Hutan Eorwood membuat pandangan Schifar menjadi sangat terbatas. Telinganya nyaris tidak bisa menangkap suara apa pun karena kesunyian mencekam dan tekanan aura aneh di hutan yang  juga terkenal sebagai lokasi bunuh diri ini. Pantas saja tidak satupun manusia yang mau menguji nyali di tempat ini kecuali bila mereka bosan hidup.

Semua bermula dari kejadian dua puluh tahun. Kala itu beredar berita bahwa beberapa ratus meter di bawah hutan yang dikeramatkan ini mengandung emas setelah seorang pendaki membawa pulang sebongkah emas sebesar kepalan tangan orang dewasa.

Para pengusaha pertambangan serakah mulai berdatangan untuk mengklaim wilayah di sekitar hutan untuk dijadikan pabrik peleburan dan pengolahan emas. Salah satu pengusaha serakah tersebut adalah Robert Stroff, putra seorang pejabat penting pemerintahan yang diberitakan hilang setelah memasuki hutan dari bagian selatan, tempat para penduduk desa Cainfale bermukim. Beberapa hari kemudian ia ditemukan tewas mengenaskan dengan luka besar di kepala, seperti dilumat oleh binatang liar.

Gerard Stroff menggunakan kuasanya sebagai Menteri Pertahanan, mengerahkan pasukan militernya ke desa ini dan meminta siapa pun yang bertanggung jawab atas kematian putranya menyerahkan diri dalam waktu 3x24 jam, atau ia akan meluluhlantakkan seluruh bangunan yang ada.

Kenyataannya ia tidak hanya menyasar bangunan tapi juga sekitar seratus lima puluh warganya yang telah beranak cucu di wilayah ini selama lima abad lebih. Seorang gadis muda bernama Nams Xirana memilih mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan warga desa dengan mengaku sebagai pembunuh Robert Stroff.

Nams dieksekusi tanpa melalui proses pengadilan. Ia diikat pada sebatang pohon tua yang ditempeli kertas-kertas mantera dan dikelilingi pagar kemudian diberondong oleh tembakan senapan berlaras panjang oleh sekitar sepuluh orang tentara.

Ternyata, menteri korup ini tidak menepati janji meski Nams telah mati mengenaskan, karena ia memiliki agenda lain yaitu untuk memusnahkan suku yang konon dapat memanggil orang mati dan menguasai sihir. Insiden buruk ini tidak pernah terekspos media karena memang ditutup rapat-rapat oleh pemerintah.

Tak lama kemudian, sebuah pabrik peleburan dan pengolahan emas berdiri di atas tanah suku ini dan diberi nama Industri Caelrise. Pabrik besar yang berdiri di atas darah banyak orang ini tidak berdiri lama setelah diratakan oleh gempa bumi dahsyat tiga tahun kemudian dan tak pernah dibangun kembali.

Setelah gempa dahsyat tersebut, asap putih tebal menyembur keluar dari retakan-retakan permukaan tanah dan berubah menjadi kabut yang menyelubungi hutan bagian selatan. Penduduk desa yang berhasil lolos dari pembantaian Gerard kemudian membuat pagar berduri dan papan peringatan akan bahaya yang ada lalu menghilang tanpa bekas. Tidak ada yang tahu bagaimana nasib mereka setelah terusir dari tanah kelahiran mereka sendiri.

Kasus terakhir sempat menarik perhatian khalayak umum dan memaksa pemerintah turun tangan setelah sepasang pendaki dilaporkan hilang karena tidak mengindahkan papan peringatan tersebut. Tim pencarian yang dikerahkan juga mengalami nasib yang sama sejak mereka menjejakkan kakinya di tempat ini.

Dengan dalih ini, pencarian dihentikan dan pemerintah melarang siapa pun untuk memasuki wilayah ini. Untuk memastikan tidak ada yang melanggar aturan ini, didirikan empat pos penjagaan yang berjarak 20 meter dari pusat hutan, area yang benar-benar bersih dari kabut.

***

Schifar mengikuti rute yang diberikan Gunther meski lebih panjang dan berbahaya demi menghindari pos penjagaan. Ketatnya pos-pos tersebut melebihi pos penjagaan perbatasan antar negara.

"Dari semua tempat, kenapa harus di sini, hah?" gumam Schifar setelah berjalan sekitar sepuluh menit menembus kabut yang semakin tebal. Entah mengapa meskipun hutan ini tidak terletak di puncak gunung, semakin masuk ke dalam oksigennya semakin tipis.

"Ck. Menyusahkan!" Schifar mulai kesulitan bernapas karena kurangnya oksigen yang bisa dihirup. Sambil terengah-engah, ia bersandar pada sebatang pohon besar lalu merogoh ponselnya, membuka catatan pribadi pada sebuah map yang berjudul 'mantra'.

"Dapat." Schifar menemukan mantra yang dicarinya dan langsung merapalkan mantra yang berbunyi Aeriola Manifestra.

Tak butuh waktu lama bagi Schifar untuk merasakan efek dari mantra yang dipelajarinya dari Gunther. Sekarang ia tidak kesulitan lagi untuk bernapas setelah sekujur tubuhnya diliputi oleh suatu aura berwarna biru terang yang berfungsi untuk menyuplai oksigen baginya.

"Nice. Tidak perlu bawa tabung oksigen."

Kabut di pusat hutan tidak setebal yang berada di area luar dan suara burung hantu serta derap kaki hewan pemburu malam mulai mengganggu pendengarannya, memberitahu bahwa ia tidak sendirian sekarang.

Suara-suara tersebut juga menjadi isyarat baginya untuk waspada, sebab bisa dipastikan kehadirannya tidak disambut hangat oleh para penghuni hutan ini. Kuku-kuku jari Schifar memanjang dan meruncing.

Ia mengalami perubahan wujud yang hampir sama seperti Aithne. Rambut biru gelapnya yang semuram langit malam mulai luntur hingga meninggalkan warna abu-abu terang dengan sedikit bias kebiruan. Karena udara yang sangat lembab, hidungnya harus bekerja lebih keras untuk mengendus sentira Lysandra yang tersamar dengan bebauan lain.

Schifar melepas lensa kontak kanan dan membiarkan mata perak cairnya yang sejernih kristal, menyala seperti kucing, memampukannya melihat dalam kegelapan sebaik ia melihat objek pada siang hari.

Telinga lancip berbulunya juga disibukkan oleh beberapa suara seperti gemerisik daun yang beradu ketika dilewatinya, atau suara ranting-ranting kering yang patah terinjak. Suara-suara lainnya berasal dari para binatang yang memberikan peringatan padanya untuk tidak terus menerobos wilayah mereka, sementara yang lain memilih untuk melarikan diri karena menganggapnya sebagai pemangsa.

Di antara para binatang ini ada satu yang bernyali tinggi untuk menguntit calon mangsa yang terdeteksi lidah bercabangnya. Meski binatang besar ini merayap perlahan untuk meminimkan suara gesekan sisik dengan jalan yang dilaluinya, pendengaran Schifar terbukti sulit ditipu. Ia langsung tahu posisi dari makhluk melata tersebut.

Schifar berhenti, membiarkan ular seukuran Anaconda itu merasa di atas angin dan menyerangnya. Benar saja, setelah memperkirakan posisinya sudah cukup dekat, makhluk tersebut membuka mulutnya lebar-lebar dan melancarkan serangan mematikan. Schifar berhasil menghindar dengan mudah,

"Heh. Itu serangan terbaikmu?" ejek Schifar sambil menyeringai, "mengecewakan!" tambahnya.

Schifar terus menghindari semua serangan agresif makhluk kelaparan yang tidak hanya sebesar Anaconda tapi juga sepanjang ular Piton di hadapannya. Ada delapan serangan membabi buta yang dilancarkan ular albino tersebut sebelum berhenti sejenak.

Kekecewaan Schifar semakin bertambah karena mengira akan mendapatkan lawan yang kuat tapi ternyata hanya ular amatir yang bahkan tidak mampu membuatnya berkeringat. Namun, sewaktu Schifar memutuskan untuk mengabaikan makhluk tersebut dan melanjutkan pencarian, ia mendengar ular itu mendesis keras dan panjang.

Insting Schifar langsung berteriak kencang supaya ia segera merunduk dan berguling untuk keluar dari garis serangan ular yang masih memiliki jenis serangan lain—mengangkat ekor yang setajam pisau bedah untuk menusuk mangsanya.

Schifar hanya mendengar benda keras yang tertancap pada benda keras lainnya. Saat menoleh, ia melihat ular berekor kalajengking itu sedang menggeliat-geliat mencoba membebaskan ekor yang tertancap pada sebatang pohon.

Ular berekor kalajengking? Memang sulit dipercaya, tapi ekor ular itu memiliki ujung melengkung yang mirip dengan sengat milik kalajengking.

"Tidak beruntung, hah?" Schifar bangkit berdiri sambil memasang senyum kemenangan sekaligus menghina dan berjalan mendekati ular tersebut, berniat untuk mengakhiri hidup teman duelnya.

Merasakan getaran haus darah milik Schifar, ular yang masih terperangkap menolak untuk menyerah karena ia masih memiliki satu senjata yang dapat digunakannya dalam keadaan darurat seperti sekarang.

Ia berpaling pada Schifar, sekali lagi membuka mulutnya lebar-lebar dan menurunkan sepasang taring yang selama ini tersembunyi.

Sambil mengencangkan otot-otot di sekitar mulutnya, cairan panas menyembur berkali-kali dari sepasang taringnya dengan jarak yang bisa mengundang decak kagum. Semua permukaan yang terkena cairan langsung berdesis dan berasap, dengan cepat kehilangan bentuknya akibat dilahap cairan korosif tersebut.

"Argh!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top