Chapter 3.2 - The Hungry Damsel

Kegiatan belajar mengajar masih berlanjut. Meski kejadian di toilet cukup rusuh, tak ada satu pun penghuni sekolah yang mendengarnya.

Di kelas lain, yang ditempati oleh-si mawar putih yang disamakan dengan kotoran kerbau oleh Lysandra-Excelsis, tengah berlangsung pelajaran Matematika. Gadis ini sudah menyerah untuk meminta Lysandra tidak menyingkat namanya sejak mereka duduk di kelas III, karena meminta si mungil keras kepala itu untuk patuh sama saja meminta ular menumbuhkan kaki. Hanya orang-orang terdekat saja yang berani memodifikasi nama panggilan untuk Excelsis seperti 'EG' dan 'Exis', bukan 'Exit' atau 'Exist'.

Penampilan Excelsis sama mencoloknya dengan Schifar. Bila Schifar terkenal dengan rambut biru gelapnya, maka Excelsis lebih memilih warna yang aman, hitam dan berkilau seperti batu bara. Hingga detik ini, ia menyembunyikan fakta mengenai warna rambut aslinya yang seperti perak cair hingga nyaris putih seperti salju. Ia tidak mau diolok sebagai gadis muda beruban.

Yang masih menjadi misteri, Schifar tidak pernah dijatuhi hukuman dengan warna rambut panjang sebahunya yang sama sekali tidak natural. Padahal, jangankan mewarnai rambut, ketahuan mengecat kuku dengan warna-warna mentereng saja pasti diganjar hukuman oleh Dewan Kedisiplinan, apalagi memanjangkan rambut untuk para siswa.

Selain itu, dengan catatan absensi yang bolong-bolong seperti digerogoti ngengat tersebut, Schifar selalu mengamankan tempatnya di peringkat pertama setiap ujian akhir. Excelsis berkesimpulan perlakuan istimewa yang didapat oleh Schifar pasti berhubungan dengan prestasinya, tidak ada alasan lain yang lebih masuk akal.

Lalu apa yang membuatnya setara dengan Schifar? Jawaban untuk pertanyaan ini tak lain dan tak bukan adalah sorot mata mereka berdua. Sorot mata dua insan ini seperti seekor serigala yang tajam sekaligus memesona. Ibarat serigala yang sudah menentukan target dan tidak akan membiarkan mangsanya lepas begitu saja.

Mereka memang tidak pernah menentukan target buruan ataupun berniat menangkap siapa pun, tapi tatapan keduanya selalu meninggalkan kesan yang dalam. Ibarat sekali cakar mereka bersarang di tubuh korban, bekas lukanya tidak akan pernah hilang. Jadi, sekali saja pernah bertatapan lama dengan dua makhluk bersudut mata runcing ini, saat itu juga hati mereka tertangkap dengan rela.

Terdengar picisan, tetapi itu kenyataan dan tidak dilebih-lebihkan. Pesona aneh keduanya sudah sering melukai hati lawan jenis karena mereka selalu menolak untuk menjalin hubungan lebih dari sekedar teman. Untuk yang terakhir berlaku pada Schifar.

Hingga saat ini tak ada satu pun yang pernah benar-benar mendekati Excelsis akibat statusnya yang 'terlihat tapi tak tergapai', seperti ikan hias mahal dalam aquarium besar yang berenang dengan anggun tanpa memedulikan berpasang-pasang mata yang mengagumi dari balik kaca transparan.

***

Kegelisahan Excelsis yang sesedikit melirik jam tangannya, mengundang perhatian Nona Milton, si guru Matematika yang selalu sensitif seperti wanita datang bulan.

"Vladimatvei, kerjakan nomor lima."

"Baik."

Nona Milton melirik layar sentuh yang sejajar dengan permukaan mejanya dan melihat deretan-deretan angka bermunculan. Tulisan Excelsis sangat rapi dan elegan, memancarkan pribadinya.

Gelagat Excelsis memang terlihat seperti seorang kriminal yang menunggu waktu untuk beraksi. Dirinya gelisah menunggu jam istirahat yang tak kunjung datang, tapi Nona Angka beranggapan dia tidak memperhatikan pelajaran.

Isi kepala Excelsis saat ini hanya satu, menyerbu kantin dan melahap makanan favoritnya yang bernama Deep Blue Cheese. Bila perlu secara barbar karena pagi ini ia tidak sempat sarapan.

Nona Milton selalu merasa warna Aqua pada kedua iris Excelsis adalah warna lensa kontak dan bukan warna asli. Sekolah ini memang tidak melarang para pelajar untuk memakai lensa kontak berwarna, tapi untuk pemilihan warna tidak boleh terlalu ekstrim seperti merah, putih atau pun memiliki bentuk seperti binatang. Jadi memiliki iris cembung seperti ular atau datar persegi seperti kambing masih dilarang.

Dalam kasus Excelsis yang memiliki warna iris mata berbeda, lensa kontak digunakan untuk menyembunyikan warna perak cair pada iris mata kanan. Hal yang sama terjadi pada Schifar yang memilih lensa kontak berwarna biru gelap untuk menyembunyikan warna perak cair pada iris mata kanan dan kuning emas di iris kirinya.

Baik Excelsis dan Schifar menyembunyikan heterochromia mereka dengan alasan yang berbeda. Excelsis hanya tidak suka terlihat terlalu berbeda dengan warna yang mengingatkan orang pada bulan purnama, warna yang tidak pernah ditemukan dalam iris seseorang dan Excelsis tidak pernah menginginkan gelar 'langka' tersemat bersama namanya. Schifar sendiri tidak pernah membuka rahasia ini pada siapa pun, termasuk Excelsis dan Lysandra. Satu-satunya yang mengetahui ini hanyalah sang paman, Paman Berkaca Mata Hitam Dalam Setiap Cuaca.

Meski baru menginjak usia enam belas tahun, tubuh yang semampai dan kurva 'S' yang membentuk pinggang dan pinggulnya, membuat banyak orang menyangka ia adalah seorang model remaja.

Banyak yang berharap Excelsis bersedia menjadi pendamping mereka di pesta kelulusan sekolah. Beberapa guru pria yang masih lajang pun berusaha menarik perhatiannya. Sebagai catatan, sekolah ini menerapkan aturan ketat sewaktu memilih jajaran pendidik mereka. Selain memang ahli dalam bidang mereka, kecakapan dan berpenampilan menarik adalah syarat mutlak. Jadi, tidak ada deretan guru lajang yang berpenampilan di bawah standar.

Semenarik apa pun tampilan seseorang, semua akan menjadi sama saja di mata Excelsis. Tidak ada yang benar-benar menjadi kandidat kuat untuk masuk ke hatinya. Kebanyakan dari mereka mundur sebelum sampai pada 'tahap ketiga'.

Tahap yang dimaksud adalah, berkenalan, basa basi, dan melewati Kirin Kembar. Kirin jantan bernama Schifar dan Kirin betina bernama Lysandra. Tanpa sepengetahuan Excelsis, duo Kirin ini sering mengintimidasi kandidat-kandidat bernyali supaya menjauhi 'tuan putri' mereka. Padahal, usaha ekstra tanpa bayaran mereka memang tidak perlu karena belum ada lawan jenis yang menarik perhatian Excelsis, baginya hal paling seksi dan indah adalah makanan.

Di mata Excelsis, makanan memiliki banyak fungsi, tidak seperti kaum berjakun yang hanya berfungsi sebagai teman hidup saja. Sementara fungsi dari makanan antara lain mengenyangkan, menutrisi, dan membuat ketagihan. Bila ditanya kriteria sosok idaman, Excelsis hanya akan menjawab bila sosok idaman tersebut tidak hanya menggetarkan hati tapi juga tubuhnya seperti saat ia sangat kelaparan.

Untuk kriteria pertama, definisi menggetarkan hati dipungut dari cerita-cerita romantis yang disodorkan padanya, entah dari Lysandra atau sang mama. Sampai sekarang Excelsis tidak mengerti dengan definisi tersebut.

Kriteria kedua hanya bisa dimengerti bila menelisik lebih dalam dari pengalaman pribadi. Satu, kegemaran mama tercinta yang suka menonton drama romantis di televisi sehingga ia sangat akrab dengan ungkapan 'aku tak bisa hidup tanpamu' yang sering terlontar dari mulut para pemeran utama. Dua, salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Pangan itu untuk dimakan dan untuk bertahan hidup orang perlu makan.

Jadi, Excelsis yang belum pernah merasakan jatuh cinta, mengasosiasikan cinta dengan rasa lapar dan untuk memuaskan rasa lapar itu, ia perlu makan. Saat kelaparan dan tidak segera bertemu makanan, seluruh tubuh Excelsis akan gemetar. Bila tidak ada satu pun makanan yang melewati kerongkongannya lebih dari sepuluh menit, ia bisa pingsan.

Excelsis sangat sadar dengan kelemahan terbesarnya ini. Oleh karena itu, ia selalu menyembunyikan hal ini dari semua orang, terutama mereka yang berlabel musuh. Meski hingga sekarang ia tidak memiliki musuh, bukan berarti ia harus menurunkan pertahanan.

Sewaktu Schifar dan Lysandra mendengar penjabaran Excelsis, mereka berdua hanya saling pandang dan menganggukkan kepala, meresmikan terbentuknya aliansi untuk melindungi Excelsis yang terlalu polos untuk dunia. Sejak saat itulah Kirin Kembar lahir dengan tujuan utama untuk menjauhkan para hama menjangkau tuan putri mereka.

***

Bila sudah membahas makanan, maka deep blue cheese akan berada dalam urutan teratas dalam daftar prioritas utama Excelsis. Makanan bernama asing tersebut memang tidak pernah diterjemahkan ke dalam bahasa lokal atas keinginan si pencipta yang tidak mengizinkan siapa pun mengubah namanya. Bahkan, sekarang sudah dipatenkan sebagai merek dagang.

Makanan yang dipopulerkan oleh pemenang lomba masak ini terbuat dari cincangan daging kepiting dan ayam yang dicampur dengan bumbu rahasia lalu dibungkus dengan keju mozarella. Pembungkus luar terdiri dari daging asap yang dicelupkan dalam kocokan telur lalu dibalurkan pada racikan tepung spesial yang juga dirahasiakan oleh penciptanya. Proses terakhir adalah menggoreng hingga garing berubah warna menjadi cokelat keemasan.

Bumbu dan tepung spesialnya telah dijual dalam kemasan siap pakai yang diproduksi massal. Lezat dan berkelas adalah slogan yang selalu digaungkan hingga membuat orang merasa berada di tingkat paling rendah dalam lingkup pergaulan bila tidak pernah mencicipi makanan mahal ini.

Rongga mulut Excelsis mulai berair membayangkan deep blue cheese telah menunggunya di kantin. Bel istirahat berdering bertepatan dengan jawaban akhir dari soal yang tengah dikerjakan. Nona Milton secara pribadi tidak suka pada Excelsis karena iri dengan paras anak didiknya, tapi sebagai guru ia puas karena mendapat jawaban benar.

"Baiklah, sampai bertemu lusa." Nona Milton menutup pertemuan dan keluar dari ruangan.

Excelsis segera melesat dan memilih menuruni tangga menuju kantin sekolah yang berada di lantai dasar sayap kanan. Ia khawatir tidak bisa mendapatkan jatah bola-bola deep blue cheese bila harus ikut mengantri di depan elevator yang sudah ditunggui sekitar enam orang, lima di antaranya adalah guru.

***

Nampan yang berisi makanan favoritnya telah diangkat dari rak pajangan. Bola-bola deep blue cheese terakhir baru saja dibeli oleh seseorang. Bila saja ia tidak sedang kelaparan, mungkin ia akan merelakan hari ini dilewati tanpa melahap makanan lezat ini. Namun, jujur saja menunggu selama itu dan tidak mendapatkan hasil merupakan sebuah tragedi tersendiri.

Excelsis teringat dengan pesan moral dari salah satu drama yang ditontonnya yaitu harus memperjuangkan hak hidup bila tidak ingin menjadi penghuni perut cacing tanah. Drama tersebut berakhir tragis.

Tragedi dan tragis tidak cocok disandingkan bersamaan karena hanya akan memekarkan kuncup depresi dalam diri Excelsis. Dipicu oleh kisah tersebut, Excelsis mengumpulkan semua emosi yang bisa membakar semangatnya untuk berjuang mendapatkan makanan, kebutuhan paling hakiki untuk bertahan hidup. Bila perlu mengangkat senjata dan turun ke medan pertempuran seperti seorang tentara.

Excelsis berhasil mengumpulkan ciri-ciri pelaku yang menyerobot makan siangnya. Sekarang ia sibuk berkeliling sambil memindai seluruh penjuru kantin, berharap menemukan sosok yang memenuhi deskripsi yang disebutkan.

Saat keluar dari pintu kantin, Excelsis menemukan satu tersangka yang diduga telah menyerobot makanan favorit cacing-cacing di perut yang telah mengemis, memohon inang mereka untuk bersedekah. Sosok yang dilihat adalah remaja lelaki berkulit putih pucat seperti dirinya, rambut hitam legam lurus yang dibelah samping dan sebatas kerah baju, bertubuh langsing dan tinggi. Tentu tidak setinggi Schifar.

Excelsis terintimidasi oleh tiga garis kuning yang terjahit di lengan kiri dekat bahu, menandakan si siswa adalah kakak senior. Hati kecilnya bahkan seperti mengingatkan bahwa ia memiliki persentasi yang kecil dalam misi kali ini untuk mendapatkan deep blue cheese dengan damai. Namun, cacing dalam perutnya mengemis lebih kencang, mendesak Excelsis untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sesegera mungkin.

Dalam kebimbangan, kaki Excelsis bergerak maju, seperti dibajak oleh kesadaran yang lain-kesadaran para cacing yang menggantungkan hidup mereka padanya. Tidak, kemungkinan besar digerakkan oleh yang naluri lapar.

"Permisi ...."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top