Chapter 3.10 - Beautiful Creature

Melihat pintu yang terbuka lebar di belakang Schifar, Excelsis langsung menggunakan tiketnya untuk melarikan diri dari kondisi memalukan seperti sekarang, tidak menghiraukan panggilan Schifar yang mengejarnya.

Arrrgh ...! Jangan mengejarkuuu! Aku harus menghadiri pemakamanku!

Excelsis berharap saat ini memiliki kemampuan untuk menghentikan waktu dan melempar ke arah Schifar supaya lelaki itu berhenti dalam usaha menggapainya, lalu melompat masuk ke dalam liang lahat dan terkubur berton-ton tanah. Tidak perlu diberi nisan supaya tak ada satu pun yang mengingat bahwa pernah ada sosok bernama Excelsis Gratia Vladimatvei di muka bumi ini.

"Exis!"

"Jangan mengejarku!" Excelsis mempercepat larinya karena uluran tangan Schifar semakin dekat. Tekatnya sudah bulat untuk tidak tertangkap dan bertatapan dengan lelaki itu.

"Kenapa kau lari? Bagaimana dengan cederamu?"

Bila tidak diingatkan oleh Schifar, Excelsis sudah lupa total dengan sakit di perut yang tiba-tiba meraung kembali. Seharusnya ia tidak lari dengan kecepatan penuh seperti sekarang dengan perut yang terisi penuh.

"Su—eugh." Excelsis memegangi perut dan tahu ia harus berhenti sebelum guncangan demi guncangan membuatnya muntah. Namun, di saat inilah kekeraskepalaannya mengambil alih. "Sudah baikan!"

"Tapi, kau mau ke mana?"

"Ke pemakamanku!"

"Hah?"

Di dalam klinik yang tiba-tiba sunyi, Suster May terbengong-bengong dan bergumam sendiri, "Ke mana mereka?"

Tak lama senyum bahagia mengembang di wajahnya karena kemunculan Schifar di sekolah menandakan Gunther juga sudah kembali. Ini berarti setelah jam kerja selesai ia bisa langsung melesat menuju apartemen yang ditinggali oleh Gunther dan Schifar. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil, Suster May kembali ke bangkunya dan sibuk membuat catatan kecil di agenda, lalu membereskan dokumen-dokumen yang ingin ditunjukkan pada sang tunangan. Kasus Excelsis terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.

***

Excelsis dan Schifar tergeletak berdampingan dengan napas yang hampir putus di lapangan rumput yang berada di dekat tempat parkir. Penglihatan Schifar tiba-tiba menjadi gelap setelah jas yang dikibaskan Excelsis mendarat di wajahnya.

"Kukembalikan. Ini—idenya—bukan aku."

Schifar menyingkirkan jas dari wajahnya lalu berpaling pada Excelsis yang memejamkan mata. Bohong bila Schifar tidak terkesima dengan penampakan Excelsis yang seperti berasal dari dunia di atas langit sana.

Wajah Excelsis yang biasanya putih mulus seperti pahatan alabaster, sekarang memiliki rona kemerahan, terutama bagian pipi. Bila matanya tertipu dan melihat pipi merah muda yang membulat itu sebagai buah persik, mungkin ia akan menggigitnya.

Excelsis membasahi bibirnya yang kering, tidak sadar sepasang mata biru gelap tengah menjelajahi wajahnya dan sekarang berhenti pada bagian yang melengkung seperti busur itu. Tertahan dan tidak mampu beralih.

Keinginan untuk menggodanya kembali, berharap lengkungan busur yang kaku itu membentuk lengkungan lembut bulan sabit tipis yang cantik. "Termasuk ... bagian 'mengendus'?"

Excelsis mengayunkan tangannya hingga mendarat kasar di dada Schifar. "Tidak. Lihat. Apa pun—ok!"

Schifar tersadar untuk tidak memancing di air keruh bila tidak siap menerima hasil tangkapan yang tidak sesuai harapan. "Ouch—" Sudut bibir tetap tertarik membentuk senyum miring, meski harus mengelus-ngelus bagian yang sekarang sedikit berdenyut.

Excelsis menarik napas panjang berkali-kali untuk mengisi oksigen sekaligus sebagai usaha untuk menormalkan ritme jantungnya yang sempat acak-acakan. "Aah ... kukira aku akan mati hari ini."

"Tenang saja pelindungmu bekerja dengan baik. Itu ada padaku, nanti kukembalikan kalau sudah selesai diperbaiki."

"Bukan itu. Kukira akan mati karena dikejar hantu kesetanan."

"Hantu, kesetanan? Aku hantunya dan kau yang kesetanan, begitu?"

"Ha. Ha. Ya lucu, lucu," tawa robot Excelsis keluar untuk merespon candaan Schifar.

"Baiklah—" Schifar bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya. "Saatnya mengantarmu pulang."

"Ok." Excelsis menyambut uluran tangan Schifar dan dengan satu tarikan ia sudah berdiri.

"Perlu kugendong?" Schifar hendak menawarkan bahunya tapi Excelsis buru-buru mencegah dan bersikeras supaya mereka berjalan berdampingan menuju tempat mobil Schifar terparkir.

Ya, Schifar memiliki lisensi mengemudi. Bagaimana ia bisa mendapatkan surat ajaib tersebut, terus menjadi misteri yang belum terpecahkan.

"Schifar."

"Hm?"

"Lysa. Kau tahu dia ke mana?"

"Ya. Setelah mengantarmu, aku akan menemuinya."

"Apakah dia baik-baik saja?"

"Akan kupastikan dia baik-baik saja di tanganku." Schifar  menyeringai sambil membunyikan buku-buku tangannya.

"Mengerikan. Takut ...." Excelsis mengusap-ngusap lengannya, pura-pura merinding karena tahu Schifar sedang bersandiwara seperti biasa. "Jangan terlalu keras padanya. Pasti ada yang tidak beres padanya. Aneh kan, tahu-tahu dia memukulku tanpa alasan?"

Schifar melirik Excelsis tanpa mengatakan apa-apa.

Intuisi yang sangat bagus Exis! Tentu saja terjadi sesuatu yang luar biasa pada bocah pendek yang tiba-tiba menjadi manusia super dan menghancurkan isi perut sahabatnya sendiri dengan sekali tonjok! Dan ...,

Schifar mendongak, menatap deretan awan pucat yang menutupi langit biru yang terlalu ceria menurut seleranya.

Kau sendiri Exis ...,

Seberkas cahaya matahari menerobos dari sela-sela awan hingga ia harus segera membentangkan telapak tangan sebelum biasnya mengenai mata.

Kau terlalu terang ... untuk menjadi bagian dari Anak-anak Bulan ....

Sesuatu mendarat di atas kepala Excelsis dan jas gelap yang menjadi sumber segala malu, terjurai untuk melindunginya dari gigitan sinar matahari yang telah meninggi.

"Aku tahu kau benci matahari, jadi bertahanlah sedikit dengan baunya."

"I—iya ...." Excelsis merasa wajahnya seperti didekatkan pada obor tak kasatmata.

Schifar, kenapa kau masih mengingatnya? Lupakan, ok? Lupakan!

***

Beberapa langkah setelah melewati sepasang pilar, Schifar melihat sebuah mobil Camaro biru metalik dengan garis putih di bagian kap depannya masih terparkir. Namun, posisi mobil itu telah berpindah dan sesosok pria berkaca mata hitam yang telah bercukur rapi, duduk di belakang kemudi sambil memegangi ponsel yang tertempel di telinga.

Wajah sumrigah Schifar langsung berubah masam dan Excelsis menyadari perubahannya. "Ada apa?"

"Tunggu di sini." Benar saja nada dering yang berasal dari saku belakang berbunyi. Schifar menekan satu tombol dan berjalan cepat menuju mobilnya sambil berteriak kesal, "Maniak Tua, kenapa kau membajak mobilku? Cepat turun!"

Schifar tidak sempat memperhatikan raut wajah Excelsis yang terkaget-kaget dan sibuk bertanya-tanya dalam hati, apakah sosok yang mengamuk itu benar-benar seorang Schifar yang dikenalnya.

Bayangan Schifar jatuh pada sosok si Maniak Tua yang langsung mendongak untuk menyambut tatapan makhluk liar yang ingin melumatnya. "Heh, kau bolos lagi?"

"Izin, bukan bolos! Jangan melebih-lebihkan!" Schifar mencengkeram pintu mobilnya. "Kau belum menjawab pertanyaanku!"

"Naiklah. Ada tugas menanti kita, Bocah Tengik."

"Tidak bisa sekarang, ada urusan."

"Walaupun ini bersangkutan dengan Black—" Gunther langsung mengatupkan mulutnya setelah kepala Excelsis menyembul dari belakang Schifar.

Excelsis ingin tahu siapa yang bisa membuat Schifar bertingkah di luar karakternya yang tenang. Ia bisa menebak bila dua makhluk yang memiliki kemiripan pada bagian dagu ini sangat dekat karena mereka bisa saling berbalas makian dengan santai. Meski begitu, memanggil seseorang yang jauh lebih tua dengan julukan 'Maniak Tua' terdengar terlalu kasar ditelinganya.

"Ha—Halo." Exelsis memberikan senyum termanis yang dimilikinya.

"Halo juga, nona cantik." Gunther membalas dengan senyum tiga jarinya yang terkenal. Dua pasang lesung pipi terbit di wajah Gunther, salah satu pesona yang sukses membuat Suster May tergila-gila.

Senyum Excelsis semakin lebar akibat pujian tulus dari Gunther. Sosok gadis ini mengingatkan Gunther pada Heylene, meski saudarinya lebih mungil.

"Exis, ayo masuk." Schifar membuka pintu belakang mobil dan memayungi kepala Excelsis dengan telapak tangannya supaya tidak terbentur.

Setelah menutup pintu, Schifar membuka pintu depan dan duduk di samping Gunther. "Sekarang jelaskan, kenapa kau kemari dan mencuri mobilku?"

"Untuk apa mencuri bila bisa meminjam?" balas Gunther santai, "lagipula mencuri pemberianku sendiri? Sangat tidak elegan."

"Ergh. Jawab saja pertanyaanku. Apa yang terjadi pada mobilmu hingga kau meminjam mobilku diam-diam?" Schifar membuat penekanan pada kata terakhirnya.

Gunther berpaling pada Excelsis seperti meminta simpati dan dukungan. "Nona, apa yang harus kulakukan pada bocah yang masih menuduhku mencuri mobilnya? Kenapa anak zaman sekarang sering mengabaikan perkataan orang?"

Mata Excelsis hanya membulat, bingung harus merespon apa terhadap pertengkaran setengah hati mereka. Belum lagi wajah mereka yang sangat serius.

"Exis, jangan dengarkan dia."

"Ha~h ... baiklah, baiklah. Dua lawan satu. Aku ke sini untuk menjemput May," terang Gunther, "dan aku sudah selesai mengetes pengendali otomatisnya. Tidak ada masalah berarti. Puas?" Gunther keluar dari mobil dan Schifar langsung berpindah ke bagian kemudi.

"Exis, kau ingin pindah ke depan?"

"Baiklah."

Sambil menunggu Excelsis duduk di samping Schifar, Gunther membungkuk dan meletakkan satu tangannya di atap mobil lalu berbisik, "Misinya—Kau ikut?"

"Ya, aku ikut. Selain itu ada yang ingin kusampaikan padamu."

Tiga tahu lalu Gunther membeli sepasang mobil mobil bekas yang akan menghuni kuburan mobil dan menghabiskan waktu untuk merakitnya sesuai dengan selera mereka masing-masing. Schifar membuat mobilnya semirip mungkin dengan salah satu mobil dalam komik terkenal—minus warna kuning—dan menyematkan nama Bumblehornet.

"Nona cantik, jangan jatuh cinta pada orang membosankan seperti dia, ok? Sampai bertemu lagi. Ciao." Gunther melambai pada Excelsis lalu sibuk dengan telepon selulernya yang berbunyi.

"Ck."

Excelsis menatap Schifar dan membayangkan apa yang telah dialaminya hingga ia terlihat sangat kesal pada pria ramah tersebut.

***

Contoh pahatan patung alabaster

[Kiri] Chevrolet Camaro aka Bumblebee (Transformer)
[Kanan] Chevy Schifar aka Bumblehornet



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top